Singapura Keluarkan UU Larangan Dokumentasi di Lokasi Serangan Teror

22 Maret 2018 6:20 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Com-Singapura (Foto: Thinkstocks)
zoom-in-whitePerbesar
Com-Singapura (Foto: Thinkstocks)
ADVERTISEMENT
Singapura pada Rabu (21/3) mengeluarkan sebuah undang-undang yang bisa melarang foto dan video dari lokasi serangan teror, atau memberikan informasi mengenai operasi keamanan. UU itu dikeluarkan di tengah kritikan dari kelompok hak asasi manusia yang menilai langkag itu dapat mengurangi kebebasan pers.
ADVERTISEMENT
Dilansir AsiaOne pada Rabu (21/3), UU itu telah diusulkan pada Februari lalu. UU mengatur ketentuan melarang siapa pun mengambil atau mengirimkan video atau foto area serangan teror, termasuk melarang adanya komunikasi dengan menggunakan pesan teks atau audio tentang operasi keamanan di daerah tersebut.
Langkah-langkahnya nanti diambil berdasarkan perintah 'komunikasi berhenti' jika disetujui oleh Menteri Dalam Negerti dan diaktifkan oleh komisaris polisi.
"Communications Stop Order (Perintah Penghentian Komunikasi) bukanlah penghentian informasi sepanjang insiden teror," kata Menteri Josephine Teo di Kantor Perdana Menteri.
Jembatan London kembali jadi lokasi serangan teror (Foto: Reuters / Hannah McKay)
zoom-in-whitePerbesar
Jembatan London kembali jadi lokasi serangan teror (Foto: Reuters / Hannah McKay)
Hal tersebut disampaikan Teo kepada parlemen menjelang pemungutan suara. Menurutnya, informasi yang bocor ke teroris dapat mempertaruhkan nyawa petugas keamanan dan lainnya dalam sebuah serangan. Seperti misalnya, saat mengutip liputan tentang operasi polisi dalam serangan di Paris pada tahun 2015 dan Ibu Kota India, Mumbai pada tahun 2008 silam.
ADVERTISEMENT
Kelompok-kelompok yang menganjurkan kebebasan pers menyatakan keprihatinnya, karena UU memberi pemerintah kekuatan untuk membatasi apa-apa yang dilaporkan.
Secara terpisah, kelompok Humas Rights Watch mengatakan masuknya protes dari publik merupakan contoh 'insiden serius'. Artinya, hukum dapat digunakan untuk melanggar kebebasan pers untuk berbicara.
Siapa pun yang merencanakan protes memerlukan izin dari kepolisian Singapura, dan hanya diizinkan melakukannya di area yang sudah ditentukan yaitu sebuah taman kota kecil. Selain itu, hanya warga negara Singapura dan penduduk tetap yang dapat berpartisipasi.
"Sejarah pemerintah Singapura menyiksa suara yang berbeda membuat UU ketertiban umum yang diajukan sangat mengerikan. Protes publik bukanlah ancaman yang membenarkan pencabutan hak-hak dasar secara besar-besaran," ucap Direktur Human Rights Watch Asia, Brad Adams, dalam siaran persnya minggu lalu.
ADVERTISEMENT
Bagi yang melanggar nantinya akan didenda maksimal 20 ribu dolar Singapura dan hukuman penjara selama dua tahun. Sedangkan, undang-undang keamanan ini datang saat Singapura tengah mengadakan dengar pendapat publik tentang cara mengatasi ancaman berita palsu.
Singapura merupakan salah satu negara teraman di dunia, namun pihak berwenang mengatakan negara itu justru telah menjadi sasaran ekstremis Islam sejak tahun 1990-an. Mereka juga telah berupaya meningkatkan keamanan untuk mencegah serangan terjadi.