Singapura Pertama, Indonesia Nomor 105 Negara Paling Baik untuk Anak

1 Juni 2018 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Anak Prasekolah (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Anak Prasekolah (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
LSM, Save The Children, memperingati Hari Anak Sedunia yang jatuh pada Jumat (1/6) dengan merilis daftar negara paling baik untuk tumbuh kembang anak. Dalam daftar bertajuk 'End of Childhood 2018' itu, Singapura menduduki posisi nomor satu sedangkan Indonesia di peringkat 105 dari total 175 negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Dalam daftar yang dirilis pada Kamis (31/5) kemarin tersebut, Indonesia meraih skor 794 dari total 1.000 poin. Sejumlah anak-anak di Indonesia dinilai kehilangan masa kecilnya, terutama anak perempuan.
"Indonesia tergolong negara yang diskriminatif terhadap anak-anak perempuan," jelas Save The Children dalam laporannya, Jumat.
Sedangkan Singapura yang menduduki posisi pertama, berhasil mengalahkan Slovenia dengan skor 987 dari total 1.000 poin. Angka ini mengindikasikan bahwa hanya sedikit anak-anak di Singapura yang kehilangan masa kecilnya.
"Ini merupakan hasil yang membanggakan bagi Singapura, di mana anak-anak dapat menikmati masa kanak-kanak yang sehat," ujar Direktur Regional Save The Children Asia, Hassan Noor Saadi, dilansir Straits Times.
"Singapura adalah negara yang paling cocok untuk anak-anak tumbuh dewasa dengan akses pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan yang baik," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Hassan juga menyebut, berbagai ancaman yang menghantui anak-anak di dunia, seperti pernikahan dini dan perang. Hal seperti itu jarang terjadi di Singapura.
"Ancaman-ancaman yang menyerang anak-anak di negara lain, berada di level paling rendah, bahkan tidak ada," terang Hassan.
Anak bermain (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Anak bermain (Foto: Thinkstock)
Pernikahan dini dan pekerja anak masih menjadi momok yang dihadapi sejumlah negara di kawasan Asia. Save The Children mencatat, Asia menaungi 40 persen pekerja anak dan memiliki angka pernikahan dini tertinggi di seluruh dunia.
"Negara yang mengalami konflik bersenjata, memiliki angka pekerja anak sebesar 77 persen, dan membuat perempuan lebih rentan terhadap pernikahan dini," jelas Save The Children.
Hal yang sama disampaikan oleh Direktur Regional Save The Children timur dan selatan Afrika, David Wright, yang mengatakan bahwa pernikahan dini dialami oleh hampir semua anak di dunia.
ADVERTISEMENT
"Lebih dari setengah anak di dunia tidak memiliki hidup yang layak, karena mereka perempuan, karena miskin, atau karena mereka tinggal di negara perang," sebut Wright, dikutip dari Time.
Lebih lanjut Save The Children juga melaporkan, dua negara di Asia, yakni Filipina dan Afghanistan, menghadapi penurunan kualitas hidup bagi anak-anak. Filipina yang turun dari posisi 96 menjadi 104, dinilai memiliki standar nutrisi yang buruk. Lain halnya dengan Afghanistan, kini di posisi 160, yang mengalami kekerasan dan kemiskinan.
"Pernikahan dini, mempekerjakan anak, dan malnutrisi adalah beberapa masalah yang merenggut kehidupan anak-anak," imbuh Wright.
Aksi Anti Kekerasan Terhadap Anak di Bundaran HI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Anti Kekerasan Terhadap Anak di Bundaran HI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Secara umum, laporan tersebut mencatat bahwa lebih dari 1,2 miliar anak tumbuh dewasa di negara penuh konflik, miskin, dan diskriminatif secara gender. Bahkan setidaknya 153 juta anak tinggal di 20 negara yang mengalami ketiganya.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah harus memastikan bahwa tidak ada anak yang meninggal karena penyebab yang dapat dicegah, atau karena menjadi sasaran kekerasan ekstrem. (Seperti) kekurangan gizi, pernikahan dini, kehamilan di luar nikah, atau kerja paksa," tegas Save The Children.
LSM yang berdiri sejak 1919 di London ini juga menegaskan agar pemerintah memberikan akses pendidikan yang layak bagi anak-anak.
"Semua anak punya hak atas akses pendidikan berkualitas," pungkasnya.