Siswa SMP Korban Gempa Palu Mengaku Sulit Pindah Sekolah ke Yogyakarta

11 Oktober 2018 16:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi siswa SMP (Foto: Diah Harni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa SMP (Foto: Diah Harni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dampak gempa 7,4 magnitudo yang mengguncang Kota Palu pada 28 September lalu juga membuat akses pendidikan terhenti. Hal itu membuat beberapa orang tua memindahkan sekolah anaknya ke beberapa daerah di luar Sulawesi Tengah, tak terkecuali Adi Pitoyo.
ADVERTISEMENT
Adi yang memiliki anak yang tengah duduk di bangku kelas 9 SMP mengaku kesulitan memindahkan sekolah anaknya ke Yogyakarta. Akibat sulitnya pindah sekolah ke Yogyakarta, kata Adi, akhirnya anaknya kini bersekolah di Demak, Jawa Tengah.
Adi mengatakan, usai keluarganya dievakuasi dari Palu, ia kemudian mengungsi ke Balikpapan dengan dibantu personel TNI. Selanjutnya ia menuju Yogyakarta karena memiliki saudara di kota gudeg itu. Di Yogyakarta, Adi sempat mendaftarkan anaknya di salah satu MTs Negeri di Sleman, namun ditolak.
"Di (salah satu) MTs Negeri di Sleman, kepala sekolah mengatakan bahwa tidak bisa menerima begitu saja, (saya) harus lapor provinsi," ujar Adi yang merupakan warga Jalan Kedondong, Palu tersebut saat dihubungi wartawan, Kamis (11/10).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya ia mendaftarkan anaknya di dua sekolah Islam Terpadu (IT) yakni SMP IT Abu Bakar Yogyakarta atau SMP IT Bina Anak Sholeh (BIAS) Yogyakarta yang sama-sama berada di Kecamatan Umbulharjo. Ia mendaftarkan anaknya di dua tempat itu karena anaknya berasal dari SMP Islam Terpadu (IT) Al Fahmi di Palu.
Sebelum mendaftar, Adi mengaku sudah terlebih dahulu ke Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Yogyakarta. Menurut Disdik Kota Yogyakarta, ia diarahkan untuk mendaftar ke dua sekolah tersebut.
"Saya bawa ke sana (tapi tetap ditolak). Alasan kepala sekolah belum melapor ke yayasan," ucapnya.
SMP IT BIAS Umbulharjo Yogyakarta. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SMP IT BIAS Umbulharjo Yogyakarta. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Kemudian Rabu (10/10) pagi, pihak SMP IT BIAS mengkonfirmasi bahwa ada persyaratan yang harus dipenuhi. Namun karena merasa tidak ada kejelasan, maka Adi mendaftarkan anaknya di sebuah sekolah di Demak, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
"Saya datang ke sini (Yogya) niat pindah. Anak ini diterima dulu nanti baru surat-surat yang saya butuhkan saya pulang (Palu) besok-besoknya," harapnya.
"Saya telepon keluarga di Demak dan langsung diterima oleh kepala sekolah SMP IT Al Zahro Demak begitu mengetahui bahwa korban gempa Palu. Hari ini sudah bersekolah, dibebaskan SPP dan uang gedung karena pihak yayasan membantu. Persyaratan beliau mengatakan yang penting anak sekolah dahulu baru besok pulang ambil dokumen-dokumen," pungkasnya.
Aya Andawiyah, Kepala Sekolah SMP IT BIAS Umbulharjo Yogyakarta. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aya Andawiyah, Kepala Sekolah SMP IT BIAS Umbulharjo Yogyakarta. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Sekolah SMP IT BIAS Aya Andawiyah mengatakan, pihaknya sangat terbuka menerima siswa baru, terlebih korban bencana. Hanya saja, berdasarkan aturan sekolah harus terlebih dahulu mengkonfirmasi ke pihak yayasan. Lalu pada Rabu (10/10) pihak sekolah mengirim WA ke orang tua yang bersangkutan terkait persyaratan yang harus dipenuhi.
ADVERTISEMENT
"Jadi beliau dari Disdik Kota Yogyakarta terus kemudian ke sini beliaunya menyampaikan kalau beliau korban dari gempa di Palu. Sementara kita punya materi unggulan sekolah yaitu membaca kitab. Saya kirim pagi (syarat-syaratnya via WA) ternyata beliaunya sudah mendapatkan sekolah," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan SMP IT Abu Bakar Bustani Nur Hidayati mengatakan, sekolahnya tidak menolak siswa baru. Hanya saja hal tersebut masih dirapatkan di pimpinan karena berbagai faktor. Salah satunya adalah aturan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yaitu satu kelas maksimal 32 siswa.