SMP Darurat di Pelosok NTT Ini Butuh Bantuan Atap Seng

11 April 2019 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
kondisi SMPN3 Amfoang Barat Daya, NTT Foto: Olyvianus/Kitabisa.com
zoom-in-whitePerbesar
kondisi SMPN3 Amfoang Barat Daya, NTT Foto: Olyvianus/Kitabisa.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat para orang tua di Ibu Kota berlomba menyekolahkan anak mereka di sekolah favorit dengan biaya mahal, pendidikan di ujung timur negeri ini justru masih terseok-seok.
ADVERTISEMENT
Di pelosok Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Desa Nefoneut, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, ada 69 siswa SMP yang belajar di sekolah darurat. Seluruh bangunannya terbuat dari bahan alami berupa daun lontar, kayu, dan alang-alang. Ikatnya pun dari bahan alam.
kondisi SMPN3 Amfoang Barat Daya, NTT. Foto: Olyvianus/Kitabisa.com
Tak heran jika musim hujan tiba, atap sekolah bocor sehingga proses belajar mengajar tergangggu. Bahkan jika hujan lebat, para guru memilih meliburkan para siswa karena suasananya tidak kondusif untuk belajar.
Sekolah ini dibangun di atas tanah seluas 1 hektar yang konturnya miring, tepat di samping jalan utama. Namun karena dibangun di tanah yang diurug, kini posisinya agak bergeser dari posisi awal.
Kepala Sekolah SMPN3 Amfoang Barat Daya, Olyvianus Krismanto, menjelaskan sekolah darurat ini dibangun sejak tahun 2015. Tanahnya merupakan hibah dari Bupati Kupang, yang meminta SMPN3 Amfoang Barat Daya dibangun di samping jalan negara.
kondisi SMPN3 Amfoang Barat Daya, NTT. Foto: Olyvianus/Kitabisa.com
Namun karena medannya miring, pihak Dinas Pendidikan Provinsi NTT tak mau mengucurkan dana pembangunan sekolah. Mereka khawatir area tersebut tidak aman untuk didirikan bangunan.
ADVERTISEMENT
"Nah, sementara di tepi jalan negara itu tidak ada lahan yang rata. Sedikit rata yang di sekolah kami," ujar Olyvianus, Kamis (11/4).
Olyvianus menyebut beberapa titik di Desa Nefoneut memang rawan longsor. Namun menurutnya kawasan itu masih aman karena tanah di sekolah SMPN3 Amfoang Barat Daya belum pernah longsor.
Sekolah ini merupakan satu-satunya SMP di Desa Nefoneut. Sebelum SMPN3 Amfoang Barat Daya dibangun, para remaja di desa itu harus bersekolah di desa seberang dengan menyeberangi sungai Letkole dan berjalan kaki sejauh sekitar 8 km.
"Tidak ada jembatan dan saat musim hujan selalu banjir. Banjirnya kadang datang tiba-tiba karena kiriman dari daerah hulu, dan itu kan mengancam keselamatan anak-anak," kata Olyvianus yang sudah mengajar di SMPN3 Amfoang Barat Daya sejak 2016 ini.
ADVERTISEMENT
Sehingga mereka kerap memilih meliburkan diri saat hujan deras.
kita bisa Foto: Olyvianus/Kitabisa.com
SMPN3 Amfoang Barat Daya hanya memiliki 3 ruangan yang digunakan sebagai ruang kelas untuk kelas 1-3. Tidak ada ruangan laboratorium, UKS, atau ruangan lain. Meja dan kursi yang digunakan selama ini adalah pinjaman dari SD Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT) Mosu yang berada di desa yang sama.
Ada 6 guru yang mengajar di sekolah ini, dan Olyvianus merupakan satu-satunya PNS. Di SMPN3 Amfoang Barat Daya tak ada komputer. Sehingga saat UN kemarin, mereka masih mengerjakan soal dengan cara manual. Selain itu, akses internet juga belum ada, sinyal telepon juga masih sangat sulit.
Olyvianus baru bisa mengaktifkan ponsel saat pulang ke kediamannya di Kupang. Dia harus menempuh perjalanan darat selama 6 jam dengan naik sepeda motor seorang diri untuk bertemu keluarganya.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya jarak dari sekolah ke rumah tidak sampai 100 km, tapi karena medannya sulit jadi waktu tempuhnya lama," kata Olyvianus.
kondisi SMPN3 Amfoang Barat Daya, NTT Foto: Olyvianus/Kitabisa.com
Sehari-harinya dia tinggal di SMPN3 Amfoang Barat Daya dan tidur di salah satu ruang kelas. Biasanya dia pulang 3 hari atau seminggu sekali. Jika cuaca buruk, dia bisa pulang lebih lama.
Saat ini Olyvianus dan para guru menunggu musim kemarau untuk bergotong royong bersama warga memperbaiki sekolah. Uangnya berasal dari iuran sukarela warga.
"Ini tunggu musim panas. Setelah panas, warga bantu lagi untuk ganti bahan alam yang rusak seperti alang-alang dan tiang bangunan yang sudah lapuk," katanya.
Kondisi yang memprihatinkan ini membuat Olyvianus tergerak untuk mencari bantuan melalui platform Kitabisa. Dia menargetkan donasi sebesar Rp 20 juta untuk membeli seng agar para siswa tak lagi harus libur saat hujan deras.
ADVERTISEMENT
Bagi Anda yang tergerak untuk membantu pendidikan anak-anak di SMPN3 Amfoang Barat Daya, silakan menyalurkannya di sini atau melalui tautan di bawah ini: