Soal Teori 'Propaganda Rusia' dan Kekesalan Jokowi Terhadap Fitnah

5 Februari 2019 7:26 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan Bilateral Jokowi dan Vladimir Putin di Singapura. Foto: Dok. Biro Pers Setpres
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Bilateral Jokowi dan Vladimir Putin di Singapura. Foto: Dok. Biro Pers Setpres
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi yang juga capres nomor urut 01 kembali melancarkan pernyataan pedas terhadap para lawan politiknya. Serangan kali ini diucapkan Jokowi soal fitnah-fitnah dari lawan politiknya yang dia sebut seperti teori 'Propaganda Rusia'.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikatakan Jokowi di depan para relawan dan pendukungnya di Pabrik Gula De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, Minggu (3/2) lalu,. "Tapi kalau dibolak-balik seperti ini, seperti yang saya sampaikan, teori propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya sehingga rakyat, masyarakat menjadi ragu," kata Jokowi. Tentu saja ucapan Jokowi ini langsung mendaptkan reaksi dari kubu lawan. Salah satunya dari Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon.
Fadli Zon Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Menurut Fadli, ucapan Jokowi soal tudingan ada propaganda Rusia bisa berujung pada pelaporan ke kepolisian karena dinilai menyebarkan hoaks. “Enggak ada, itu kan fitnah. Bisa kita laporkan itu. Kalau betul ada satu pernyataan seperti itu, kita periksa, kita kaji, bisa kita laporkan. Karena itu jelas fitnah dan hoaks. Enggak ada pakai konsultan, Rusia apalagi,” kata Fadli Zon di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/2). Fadli menantang Jokowi berani mengungkapkan secara terbuka siapa yang dimaksud Jokowi menggunakan politik propaganda Rusia dan konsultan asing. Sebab, ucapan Jokowi tersebut bisa berdampak luas, bahkan bisa mempengaruhi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Rusia. Tak hanya pihak oposisi, ucapan Jokowi ini juga sampai terdengar ke telinga pemerintah Rusia. Melalui Kedutaan Besarnya di Jakarta, pemerintah Rusia pun langsung memberikan pernyataan. Pemerintah Rusia menegaskan tidak ikut campur urusan pemilu di Indonesia.
Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Foto: Dok. Kedubes Rusia
ADVERTISEMENT
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," tulis Kedutaan Russia melalui Twitter, @RusEmbJakarta, Senin (4/2). Rusia menjelaskan, istilah propaganda Rusia muncul pada tahun 2016 di Amerika Serikat, sebagai rekayasa dalam rangka Pemilu Presiden di AS saat itu. Namun mereka membantah propaganda tersebut. "Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," pungkas Kedutaan Rusia. Setelah ramai diperbincangkan, akhirnya timses Jokowi-Ma'ruf pun ikut angkat bicara mengenai istilah 'Propaganda Rusia'.
Sekjen PPP Arsul Sani. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arsul Sani menegaskan tidak ada pernyataan Jokowi yang menyatakan Rusia dalam konteks pemerintahannya ikut campur terkait pemilu di Indonesia. Arsul menjelaskan, maksud pernyataan Jokowi itu adalah untuk memberi tahu soal taktik politik yang dikenal dengan istilah 'Propaganda Rusia'. Taktik ini, menurutnya, bisa digunakan oleh elite politik manapun. “Yang disampaikan Pak Jokowi adalah bahwa dalam proses Pemilu 2019 ada pihak yang menggunakan taktik dalam khasanah ilmu politik dikenal dengan istilah ‘Propaganda Rusia’, yang istilah populernya juga dikenal sebagai ‘firehose of the falsehood’. Nah taktik ini tentu bisa dilakukan oleh siapa pun,” kata Arsul kepada kumparan, Senin (4/2). Istilah 'Propaganda Rusia' ini pertama kali dikenal pada pemilu 2016 di Amerika Serikat. Rusia dituding ikut campur dalam pemilu tersebut melalui internet untuk mempengaruhi pemilih, memenangkan Donald Trump dari Partai Republik, dan membuat Hillary Clinton dari Partai Demokrat terpuruk. Bahkan AS sejak Mei 2017 telah melakukan penyelidikan panjang terkait tuduhan tersebut, dipimpin oleh mantan Direktur FBI Robert Mueller. Hasilnya, FBI menetapkan 26 agen Rusia dan tiga organisasi Rusia sebagai tersangka.
Propangada Rusia pada pemilu AS 2016 di media sosial. Foto: Facebook/Army of Jesus
ADVERTISEMENT