Sofyan Basir Dicecar Penyidik KPK Soal Proyek PLTU Riau-1

20 Juli 2018 17:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjadi saksi terkait kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di KPK, Jakarta, Jumat (20/7). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjadi saksi terkait kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di KPK, Jakarta, Jumat (20/7). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Direktur utama PLN Sofyan Basir memenuhi panggilan penyidik KPK dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Diperiksa selama hampir enam jam oleh penyidik, Sofyan menyebut penyidik mencecarnya terkait jabatannya saat ini sebagai Dirut PLN yang notabenenya menjadi perusahaan yang mengurusi proyek tersebut. Sofyan keluar dari gedung KPK pukul 16.45 WIB, Jumat (20/7).
"Ditanya mengenai tugas saya, kewajiban saya, fungsi saya sesuai dengan fungsi dirut," ujar Sofyan Basir di gedung KPK.
Dalam keterangannya dia menyampaikan sejumlah hal terkait proyek pembangunan PLTU itu. Ia menegaskan sama sekali tidak ada hal yang ditutupinya dalam kasus ini.
"Ya saya jelaskan yang masalah-masalah kebijakan dan lain sebagainya. Cukup detail, bagus sekali," imbuhnya.
Disinggung mengenai adanya penunjukkan langsung PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dalam proyek PLTU yang dapat menghasilkan daya hingga 35.000 watt itu, Sofyan mengamininya. Menurutnya PT PJB memang ditugaskan oleh PLN sebagai induk perusahaan untuk menangani proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
"Memang itu ketentuannya. Penugasan," ucap Sofyan.
Mengenai kebijakan penunjukkan Blackgold Natural Resources Limited sebagai swasta dalam proyek tersebut, Sofyan jelaskan bahwa ada sejumlah kebijakan dan peraturan bagi pihak swasta yang telah ditentukan sebelumnya oleh PLN sebagai perusahaan induk PJB.
"Begini, ada kebijakan yang dikeluarkan oleh PT (PLN) kepada PJB," kata Sofyan.
Kendati demikian, ia sama sekali tak mengetahui bila dalam perjalanannya ditemukan permasalahan serta sejumlah aliran dana yang mengalir ke pihak tertentu. Ia pun menampik bila disebut ada pertemuan internal antara dirinya dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Enggak ada (pertemuan), enggak tahu. Tanya penyidik, kita enggak berhak," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan pada Jumat lalu. Dalam operasi tersebut, Eni yang merupakan kader Partai Golkar dan Wakil Ketua Komisi VII DPR itu diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK menduga uang itu merupakan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Eni diduga mempengaruhi manajemen PLN agar Blackgold ikut dalam proyek PLTU Riau-1. Meski sebagai anggota DPR tak punya kewenangan dalam proses pengadaan pembangkit listrik di PLN, Eni diduga memiliki pengaruh.
Sebagai penerima suap, Eni dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP
ADVERTISEMENT
Sementara Johanes selaku pemberi suap, dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.