Suara-suara Sumbang dan Surat 'Sakti' untuk Irjen Firli

13 September 2019 10:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irjen Pol Firli Bahuri saat melakukan tes pembuatan makalah di Komisi III DPR RI, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irjen Pol Firli Bahuri saat melakukan tes pembuatan makalah di Komisi III DPR RI, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Irjen Firli Bahuri terpilih menjadi salah satu dari lima pimpinan KPK. Tak hanya menjadi calon pimpinan dengan perolehan suara terbanyak, 56 suara, Firli juga terpilih menjadi Ketua KPK 2019-2023 secara aklamasi.
ADVERTISEMENT
Terpilihnya Firli menjadi sebuah polemik tersendiri. Pasalnya, KPK sebelumnya sudah mengirimkan surat yang menyoroti empat dugaan pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Tak hanya itu, fit and proper test Firli juga diwarnai dengan aksi unjuk rasa tiga orang mahasiswa dalam ruang sidang. Ketiganya membawa poster bertuliskan 'SOS' dan selembar gambar kepala buaya.
Namun, seluruh protes tersebut tidak menghalangi jalan mulus Firli menjadi pimpinan KPK. Berikut sejumlah suara sumbang soal Irjen Firli dalam pencalonannya:
Diduga Langgar Etik saat Bertemu Tuan Guru Bajang
Pertemuan Firli --yang saat itu masih menjadi deputi KPK-- dengan mantan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) menjadi salah satu dugaan pelanggaran etik berat. Saat pertemuan itu terjadi pada Mei 2018, TGB merupakan salah satu saksi dalam penyelidikan KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi penyertaan saham Pemda di Newmont.
ADVERTISEMENT
Ada dua pertemuan Firli dengan TGB yang diduga menjadi pelanggaran etik berat. Kedua pertemuan itu dilakukan di luar tugas Firli sebagai Deputi Penindakan KPK.
Pertemuan pertama terjadi saat Firli dan TGB menghadiri acara milad ke-84 GP Anshor di Bonder, Lombok Tengah, 12 Mei 2018. Saat itu, Firli diduga berangkat tanpa surat tugas dan menggunakan uang pribadi.
Namun, saat diminta memberikan pidato di penutupan acara, Firli dipanggil sebagai Deputi Penindakan KPK.
Dalam fit and proper test, Firli membantah jika pertemuannya itu merupakan sebuah pelanggaran. Menurut Firli, saat itu ia hanya datang untuk bersilaturahmi dan tidak bisa menghindar saat dijemput oleh panitia di bandara.
"Orang bilang silaturahmi akan mengantar kita ke surga," ujar Firli di Komisi III DPR RI, Kamis (12/9) malam.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'aruf Amin, TGH Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Keesokan harinya, Firli kembali bertemu dengan TGB di Lapangan Tenis Wira Bhakti saat perpisahan dengan Korem setempat. Namun, KPK menduga pertemuan itu berbeda dengan acara serah terima jabatan pada April 2018 saat ia dilantik menjadi deputi KPK.
ADVERTISEMENT
Terkait pertemuan itu, Firli mengaku datang atas undangan Komandan Resort Militer (Danrem) setempat. Saat itu, kata Firli, TGB baru datang setelah ia menyelesaikan dua set gim tenis dan hendak keluar lapangan.
Namun, ia kemudian diminta untuk berfoto bersama terlebih dahulu. Foto tersebut lalu diunggah ke media sosial dan menjadi masalah.
"Apa salah saya bertemu orang di lapangan tenis," ujar dia.
Diduga Langgar Etik saat Bertemu Ketum PDIP Megawati
Pada 1 November 2018, Firli disebut bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di sebuah hotel. Namun, Firli membantah jika pertemuan tersebut telah melanggar kode etik berat.
Menurut Firli, saat itu ia tidak sengaja bertemu Megawati saat memenuhi undangan Wakabareskrim Antam Novambar. Dalam pertemuan itu, ia dan Antam hanya membicarakan soal penanganan perkara di luar KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya ketemu Pak Antam, betul, di saat itu juga ada Ibu Megawati. Saya diajak Wakabareskrim (Antam) membicarakan koordinasi penanganan perkara dan makan malam di situ," tuturnya.
Diduga Langgar Etik saat Bertemu Ketua BPK di KPK
Firli juga diduga melanggar etik saat bertemu dengan Wakil Ketua BPK, Barul Akbar (BA), di KPK. Saat itu, 8 Agustus 2018, BA hendak diperiksa sebagai saksi kasus dana perimbangan daerah.
BA menyatakan tidak bisa hadir dan meminta penjadwalan ulang. Namun, ia justru terlihat datang ke KPK dan dijemput oleh Firli di lobi gedung sebelum masuk ke ruangan Firli melalui lift khusus.
Dalam fit and proper test, Firli mengklarifikasi pertemuan itu. Menurutnya, saat itu ia memang menjemput BA karena ditelepon oleh salah satu auditor utama bernama Nyoman Wara.
ADVERTISEMENT
Firli menyebut, ia turun dan menjemput BA yang akan diperiksa sebagai saksi. Menurutnya, saat itu tidak ada pembicaraan khusus dalam pertemuan tersebut dan pertemuan itu diketahui oleh pimpinan KPK karena sudah ia laporkan.
"Baru bertanya 'Pernah dinas di mana saja, Pak Firli? Karena saya bilang ke staf saya, Ayu, 'coba cek ini, Pak Barul Akbar dimintai keterangan sama siapa'. Belum sampai 15 menit datang penyidiknya, langsung saya bilang 'Ini sudah datang panggilannya. Pak Barul Akbar langsung dimintai keterangan'. Sampai saat ini saya belum pernah ketemu," ungkapnya.
Diduga Menerima Gratifikasi berupa Biaya Hotel
Tak hanya terkait pertemuan-pertemuan, Firli juga diduga pernah menerima gratifikasi berupa pembayaran penginapan hotel. Saat itu, Firli beserta anak dan istrinya menginap di sebuah hotel selama sekitar dua bulan, dari 24 April hingga 26 Juni.
ADVERTISEMENT
Namun, Firli membantah jika ada orang lain yang membayar tagihan hotel tersebut. Ia menegaskan, istrinya sudah membayar Rp 50 juta saat check in dan membayar lagi Rp 5,1 juta saat check out.
"Dan sampai hari ini, mohon maaf, saya tidak pernah dibayari orang," tegas Firli yang pada 24 Juni 2019 dilantik sebagai Kapolda Sumsel ini.
"Kemarin saya juga jadi Kapolda Sumsel, nginep 4 hari saya bayar sendiri. Bahkan orang kaget, kapolda bayar sendiri. Saya bilang, ini adalah contoh kecil, memberantas korupsi. Karena ikan busuk itu dari kepala, tidak pernah dari ekor. Maka kepalanya harus bersih, kepalanya harus suci," lanjut mantan Deputi Penindakan KPK ini.
Diduga Terima 600 Tiket Westlife
Firli juga pernah dituding menerima 600 lembar tiket konser Westlife di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, Firli menegaskan, ia tidak tahu soal tiket tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak pernah tahu sama sekali itu. Karena pertunjukan tanggal 18 Agustus pak. Nah 18 Agustus itu Pak, semua forkopimda provinsi hadir di kediaman Kapolda dalam rangka syukuran hari kemerdekaan kita," ujar Firli.
"Para purnawirawan veteran kita undang Pak. Saya besarkan mereka. Sebagai wujud penghormatan saya. Tapi lagi-lagi bilang saya terima tiket Westlife, dari mana. 600 lembar katanya," sambungnya.
Ia pun kemudian menegaskan bahwa tidak benar dia mendapatkan 600 tiket Westlife. Dan memastikan bahwa pada tanggal 18, saat konser westlife itu berlangsung, dia ada di rumahnya.
"Saya bilang saya tidak pernah nonton. Saya acara tanggal 18 ada di rumah. Purnawirawan, bahkan veteran ada yang umurnya 92 tahun pak. Itu saya kasih tumpeng penghormatan," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Diberhentikan dengan Hormat dari KPK
Firli diberhentikan dari jabatannya sebagai Deputi Penindakan KPK dengan hormat dan kembali bertugas di Polri pada Januari 2019. Meski penyelidikan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli sudah terjadi sejak Mei 2018, namun KPK baru merilisnya menjelang fit and proper test.
“Kenapa baru (diumumkan), karena memang waktu saja, saya baru kembali dari daerah, ini hanya membagi waktu saja. Hari ini kita juga kirim konten yang sama ke DPR,” ujar Komisioner KPK Saut Situmorang saat menggelar konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/9).
"Dan KPK yang memberhentikan dia dalam posisi yang kami sebut sebagai terhormat. Kalau kami sebut tidak terhormat pasti dia tidak akan menjalani kariernya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Saut mengatakan meski melakukan pelanggaran kode etik berat, Firli diberhentikan secara terhormat. Hal ini disebabkan karena selama bekerja di KPK, Firli menunjukkan performa yang apik.
“Harus diakui yang bersangkutan selama di KPK, coba track record-nya lihat, selama sekian tahun 2 bulan di KPK dia kokoh, dia perform. Tapi perform saja tidak cukup di KPK karena persoalan integritas itu persoalan paling tinggi di KPK,” kata Saut.
Surat 'Sakti' KPK untuk Komisi III
Jelang fit and proper test yang diikuti Firli, KPK mengirimkan surat 'sakti' ke Komisi III DPR RI. Dalam surat tersebut, KPK membeberkan dugaan pelanggaran etik yang pernah dilakukan Firli.
“Hari ini 11 September 2019, KPK telah menyampaikan surat resmi kepada DPR, khususnya (ke) Komisi III DPR terkait rekam jejak capim KPK,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/9).
ADVERTISEMENT
Saut berharap catatan rekam jejak itu bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk DPR saat menguji Firli.
“Sebab masyarakat membutuhkan pimpinan yang berintegritas dan dapat bekerja secara independen,” kata Saut.
Namun, surat tersebut justru dinilai sebagai hal yang aneh oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa. Menurut Desmond, surat itu menyerang Firli di detik-detik terakhir jelang tes.
"Agak aneh seorang pimpinan KPK hari ini melakukan penyerangan di detik-detik terakhir. Nah ini menurut saya, luar biasa sekali, ini bukan lumrah lagi. Kenapa tidak sejak awal di Pansel surat atau presscon kemarin itu dilakukan," ujar Desmond di DPR, Jakarta, Kamis (12/9).
Menurut Desmond, seharusnya catatan tersebut disampaikan KPK saat Firli masih dalam tahap awal mengikuti seleksi capim. Sehingga apabila dinilai bermasalah, Firli bisa tereliminasi saat proses seleksi di Pansel.
ADVERTISEMENT
"Harusnya ini disampaikan pada saat Firli mendaftar di Pansel. Kalau ini ditanggapi di Pansel (Firli) enggak masuk ke DPR. Ini namanya KPK buang barang busuk ke kami, gitu loh. Bahwa yang harusnya dikasih tahu di awal bahwa Firli busuk," ketus Desmond.
Namun pada akhirnya, surat 'sakti' KPK tersebut tidak cukup kuat untuk menjegal langkah Firli. Firli dipilih oleh 56 anggota Komisi III sebagai pimpinan KPK.