“Cendana Tak Signifikan di Golkar”

25 Juni 2018 16:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tommy dan Titiek Soeharto (Foto: Romeo Gacad/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Tommy dan Titiek Soeharto (Foto: Romeo Gacad/AFP)
ADVERTISEMENT
Menjelang Pemilu 2019, Titiek Soeharto meninggalkan Partai Golkar. Ia memutuskan pindah ke Partai Berkarya yang didirikan oleh putra bungsu Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
ADVERTISEMENT
Titiek merasa tak lagi dibutuhkan oleh Golkar dan kecewa terhadap partai itu yang menurutnya kerap mengekor ke pemerintah dan menganut paham ABS alias Asal Bapak Senang--istilah yang ironisnya lahir di masa kekuasaan bapaknya.
Kini, dengan bergabung ke Partai Berkarya, Titiek dan keluarga Cendana lain berniat untuk memperjuangkan kembali gagasan Sang Jenderal Tersenyum itu.
Fenomena kutu loncat, berpindah partai, sebetulnya hal yang biasa saja dalam kancah perpolitikan Indonesia.Tapi terlihat sedikit luar biasa ketika dilakukan oleh anak cucu Soeharto, pendiri Golkar--partai yang dulu dibangun sebagai alat legitimasi rezim otoritarian Orde Baru hingga mampu berkuasa selama 32 tahun.
Sampai saat ini pun, menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, Golkar masih lekat dengan Soeharto.
ADVERTISEMENT
“Kalau orang mengingat Pak Harto itu mengingatnya ke Golkar… ingat Golkar itu masih ingat Pak Harto,” kata Qodari, Senin (18/6).
Survei Charta Politika pada 2014 pun menyebut 32,8 persen orang memilih Golkar karena dianggap mewakili semangat Soeharto atau spirit Orde Baru.
Pertanyaannya kemudian: setelah ditinggal Keluarga Cendana dan sejumlah kadernya yang ikut menyeberang ke Berkarya, apakah Golkar bakal kelimpungan?
Belum tentu. Bila berkaca pada sejarah, partai berlambang beringin itu sebetulnya sudah biasa ditinggalkan kader-kadernya. Mereka hengkang dari Golkar lalu mendirikan partai-partai seperti PKPI, Hanura, Gerindra, sampai Nasdem.
Para pentolan partai seperti Prabowo Subianto yang maju jadi calon presiden, Wiranto yang kini menjabat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, serta Surya Paloh yang masuk lingkaran kekuasaan, dahulu berasal dari Golkar.
'Anak-anak' Partai Beringin (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
'Anak-anak' Partai Beringin (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Kini setelah Titiek pergi, dua politikus Golkar, Mahyudin dan Yorrys Raweyai, punya pendapat berbeda.
ADVERTISEMENT
Mahyudin yang menjabat Wakil Ketua Dewan Pakar Golkar sekaligus Wakil Ketua MPR, menganggap keluarnya klan Cendana dari Golkar sebagai fenomena yang lumrah saja. Toh, menurutnya, suara yang dibawa Titiek tak signifikan.
Namun Yorrys Raweyai, Wakil Ketua Badan Kajian Strategis dan Intelijen Golkar, menganggap keluarnya Titiek tak bisa dianggap remeh.
Berikut petikan perbincangan kumparan bersama keduanya dalam kesempatan terpisah.
Yorrys Raweyai (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yorrys Raweyai (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Mbak Titiek pindah ke Berkarya karena tak puas dengan Golkar. Bagaimana tanggapan Anda?
Mahyudin: Berpartai memang (seperti itu). Di politik, kalau tidak puas (ya keluar). Tapi memang tidak pernah ada yang memuaskan, kan? Bahkan banyak kader yang setelah berjuang di lapangan tidak mendapatkan posisi apa-apa. Dalam politik itu biasa.
Jadi menurut saya, nggak ada yang istimewa juga. Kalau Mbak Titiek mau pindah ke Berkarya, ya itu hak politik dia.
ADVERTISEMENT
Yorrys: Sebetulnya (keluarnya Titiek) bukan tiba-tiba. Ini ada akumulasi kekecewaan.
Itu hak beliau. Memang Golkar sendiri perlu untuk mengkaji kembali, dalam rangka menetapkan strategi-strategi pemenangan ke depan, ini cukup berisiko karena beberapa tokoh yang cukup potensial sudah menyatakan mengundurkan diri dari Golkar.
Titiek Soeharto. (Foto: dpr.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Titiek Soeharto. (Foto: dpr.go.id)
Selama ini, seberapa signifikan Mbak Titiek bagi Golkar ?
Mahyudin: Menurut saya sih tidak signifikan. Ukurannya hasil pemilu.
Hasil pemilu, kalau signifikan, seperti anak-anak presiden lain, misalnya Puan Maharani dalam pemilu bisa meraup suara di atas 200.000. Kemudian Ibas Yudhoyono juga di atas 200.000. Mbak Titiek kan suaranya di bawah 100 ribu, jadi nggak signifikan saya kira.
Yorrys: Mundurnya tokoh-tokoh ini perlu dicari sebabnya, karena ini merusak Golkar. Mbak Titiek juga bawa kursi kan.
ADVERTISEMENT
Nah, kalau dia tiba-tiba keluar, kita jangan bilang, “Oh, ini enggak ada masalah”. Siapa bilang? Dia aset dan dia masuk dengan membawa kursi, bukan dapat limpahan kursi. Jadi aset dia ini harus dipikirkan.
Mahyudin dan Titiek Soeharto. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mahyudin dan Titiek Soeharto. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
Dulu sempat beredar kabar, Pak Mahyudin sebagai Wakil Ketua MPR akan digantikan Mbak Titiek sebagai kompromi agar Mbak Titiek tak maju dalam pemilihan Ketua Umum Golkar. Bagaimana soal itu?
Mahyudin: Saya nggak tahu itu. Tapi saya merasa, selama ini kan saya bekerja baik-baik saja, tidak ada masalah. Jadi menurut saya, usulan pergantian itu tidak beralasan. Mungkin juga beliau juga tidak puas dengan itu. Tapi itu bukan urusan saya.
Itu kan kemungkinan-kemungkinan. Rumornya di Munas seperti itu, bahwa Ketua Umum (Airlangga Hartarto) ingin menjanjikan posisi itu (Wakil Ketua MPR untuk Titiek). Tapi itu tidak ada urusannya dengan saya.
ADVERTISEMENT
Yorrys: Golkar bukan organisasi baru. Ini organisasi yang penuh dengan sumber daya manusia. Kami di Golkar itu kan ada sesepuh. Nah, itu menyebabkan banyak sekali kader-kader yang mungkin merasa tidak terakomodir (keinginannya).
Dia (Titiek) merasa tidak ada kebebasan berekspresi dalam bidang politik, terutama melakukan kritik terhadap pemerintah, ya kan. Kemudian tidak ada apresiasi dari partai terhadap keberadaan beliau.
Kan beliau digantikan (dirotasi) dari Wakil Ketua Komisi IV. Awal (ketidakpuasan) dari situ, kan. Kemudian dijanjikan menjadi Wakil Ketua MPR, tidak terpenuhi. Padahal sudah sempat menjadi isu yang ramai diperbincangkan.
ADVERTISEMENT
(Titiek) pasti kecewa, manusiawilah. Apalagi dia memiliki target-target politik sendiri.
Lebaran Keluarga Cendana. (Foto: Twitter @WartaCendana)
zoom-in-whitePerbesar
Lebaran Keluarga Cendana. (Foto: Twitter @WartaCendana)
Keberadaan Keluarga Cendana di Partai Golkar berpengaruh nggak?
Mahyudin: Nggak signifikan menurut saya. Golkar sudah biasa ditinggal kader, bahkan yang hebat-hebat. Nggak ada pengaruhnya.
Kader bikin partai baru, nggak ada masalah. Apalagi kalau cuma Mbak Titiek. Masalahnya di mana? Partai ini kan milik kader, bukan seseorang.
Kami menghormati (Titiek) karena memang bapaknya membesarkan Golkar. Tapi individu tak signifikan mempengaruhi besar-tidaknya Partai Golkar.
Yorrys: Pak Harto itu pendiri Golkar, kita enggak bisa menafikan itu. Nah, kepada anak-anaknya, dia punya tanggung jawab moral.
Titiek Soeharto dan potret sang ayah. (Foto: Rahmat Pribadi/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Titiek Soeharto dan potret sang ayah. (Foto: Rahmat Pribadi/AFP)
Apakah nama Soeharto masih berpengaruh bagi Golkar? Dengan Soeharto jadi ikon Berkarya, tak khawatir menggerus suara Golkar?
ADVERTISEMENT
Mahyudin: Nanti dibuktikan di Pemilu 2019. Masing-masing kan punya jualan. Tapi menarik juga sih mereka punya jualan.
Yorrys: Saya ini berbicara atas nama pribadi. Saya pikir nama besar Pak Harto itu masih ada. Dan sekarang di masyarakat kita, terutama generasi yang masih mengalami kejayaan rezim Orde Baru, membandingkan dengan kondisi sekarang.
Kerinduan itu ada. Apalagi kalau kita melihat secara objekti. Ada kerinduan masyarakat terhadapan kembalinya kepemimpinan itu (Orde Baru). Lihat contoh Malaysia. Mungkin kalau Pak Harto masih hidup, bisa dicalonkan kembali.
Memang kita harus akui, saat itu sistem pemerintahan (Orde Baru) semiotoriter. Tapi untuk menjaga heterogenitas bangsa ini, baik secara geografis maupun demografis--apalagi kita punya pengalaman ‘65--harus ada strong leadership.
Poster Soeharto di jalanan (Foto: Anwar Mustafa/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Poster Soeharto di jalanan (Foto: Anwar Mustafa/AFP)
Bagaimana bila ada kader Golkar lain menyusul pindah ke Berkarya?
ADVERTISEMENT
Mahyudin: Memang sudah ada, seperti Priyo Budi Santoso (kini Sekjen Berkarya). Sebelum Mbak Titiek kan sudah ada yang pindah.
Mereka (Berkarya) mungkin cari kader untuk jadi pengurus susah juga. Makanya cari yang established (berpengalaman), tinggal ‘menculiki’ kader Golkar. Yang nggak dipakai (Golkar), ya diambilin (Berkarya).
Kami optimis Golkar nggak apa-apa. Kalau Mbak Titiek keluar, itu pilihan dia, kami hormati. Tapi buat kami di Golkar, itu tidak terlalu berpengaruh.
------------------------
Ikuti manuver putra-putri Soeharto dalam rangkaian ulasan mendalam Cendana is Back di Liputan Khusus kumparan.