Sumur Minyak Ilegal di Aceh Menelan Korban Jiwa, Tanggung Jawab Siapa?

26 April 2018 14:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ledakan sumur minyak ilegal ditangani. (Foto: Antara/Rahmad)
zoom-in-whitePerbesar
Ledakan sumur minyak ilegal ditangani. (Foto: Antara/Rahmad)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peristiwa kebakaran sumur minyak ilegal di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, memakan korban jiwa hingga 21 orang. Apinya sudah padam sejak tadi pagi, namun semburan minyaknya masih belum berhenti hingga kini.
ADVERTISEMENT
Belum diketahui penyebab kebakaran ini dan siapa yang harus bertanggung jawab. Pemprov Aceh mengakui sumur tersebut ilgeal, namun penambangan minyak itu menjadi sumber penghasilan warga setempat sehingga sengaja tidak ditertibkan.
Korban kebakaran sumur minyak ilegal di Aceh. (Foto: Antara/Rahmad)
zoom-in-whitePerbesar
Korban kebakaran sumur minyak ilegal di Aceh. (Foto: Antara/Rahmad)
Bahkan malam hari sebelum ledakan terjadi, aktivitas pertambangan masih berlangsung di sana.
“Itu memang ilegal dan polisi tahu, tetapi mau kami tindak untuk ditutup, itu juga merupakan ladang pencaharian masyarakat. Meski tidak ada izin, tetapi diawasi oleh polisi selama ini,” ujar Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Gedung DPRD Aceh, Rabu (25/4).
Berdasarkan informasi yang diperoleh kumparan, tambang minyak itu merupakan bekas peninggalan Belanda yang diprediksi sudah ada sejak puluhan tahun silam. Ledakan sumur yang terjadi pada Rabu (24/5), bukan kali pertama terjadi.
ADVERTISEMENT
“Sebelumnya sudah pernah terjadi, tetapi tidak sedahsyat ini, ledakan ini akan kita tindak lanjuti,” ucap Irwandi.
Sumur Minyak Bukan Milik Pertamina
Pihak PT Pertamina (Persero) menegaskan sumur minyak yang terbakar itu bukan milik Pertamina. Namun Pertamina, bekerja sama dengan Kementerian ESDM telah mengirimkan dua tim investigasi ke lokasi kebakaran itu.
Selain tim untuk menghentikan kebakaran, ada tim lain dari Pertamina yang ditugaskan meneliti penyebab pasti munculnya api.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher, menyayangkan aktivitas ilegal tersebut. Taher berharap pihak berwajib dapat segera menetapkan dan menindak tegas dalang di balik penambangan minyak liar itu.
Menurut Taher, sumber daya alam minyak dan gas adalah milik negara yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Bukan malah dinikmati oleh oknum-oknum tertentu saja.
ADVERTISEMENT
"Hal seperti ini masih menjadi salah satu masalah yang dihadapi industri hulu migas saat ini. Selain merugikan negara, praktik ini juga membahayakan masyarakat dan lingkungan karena tidak dilakukan dengan kaidah-kaidah di industri hulu migas," papar Taher dalam keterangan tertulis, Kamis (26/4).
“Masyarakat juga diharapkan dapat membantu menyebarkan pemahaman bahwa kegiatan ini bertentangan dengan hukum dan membahayakan,” imbuh dia.
Ledakan sumur minyak ilegal di Aceh sudah padam. (Foto: Antara/Rahmad)
zoom-in-whitePerbesar
Ledakan sumur minyak ilegal di Aceh sudah padam. (Foto: Antara/Rahmad)
Sementara itu berdasarkan hasil peninjauan dan observasi lapangan oleh tim ESDM Aceh ke lokasi, diketahui kedalaman pengeboran sumur tersebut sekitar 258 meter. Ini menunjukkan bahwa semburan yang muncul dari galian tambang (cebakan) itu adalah jenis trap gas, hasil dari galian dangkal yang potensinya secara ekonomis tidak terlalu signifikan.
Penutupan Galian Secara Permanen Terhalang Biaya dan Waktu
ADVERTISEMENT
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBA) Aceh, T Ahmad Dadek, menyebut sejauh ini pihaknya masih menunggu sampai cadangan trap gas pada galian tersebut berkurang dengan sendirinya hingga habis sambil terus melalukan pemantauan, termasuk menjaga jarak aman aktivitas masyarakat dari lokasi kejadian untuk mencegah polusi gas beracun.
Tak dapat dipastikan berapa lama semburan akan berhenti, namun dalam beberapa kasus serupa diprediksi bisa hingga beberapa pekan. “Dinas ESDM Aceh berkoordinasi dengan Pertamina terkait penanganan pemadaman semburan gas yang terjadi, terutama terhadap keamanan di lokasi kejadian," papar Ahmad pada Kamis (26/4).
"ESDM Aceh dan Pertamina akan mendiskusikan penanganan lebih lanjut apabila dalam dua hari ke depan tidak terjadi penurunan aktivitas semburan,” imbuhnya.
Kebakaran Sumur Ilegal Aceh. (Foto: Zuhri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kebakaran Sumur Ilegal Aceh. (Foto: Zuhri/kumparan)
Penutupan galian dengan lumpur di lubang semburan tidak dapat dilakukan, sebab hal itu berpotensi memunculkan semburan gas serupa di sekitar lokasi, yang dikhawatirkan akan menjadi lebih sporadis dalam wilayah yang lebih luas. Sementara penutupan permanen, tak juga dapat dilakukan karena faktor biaya dan waktu.
ADVERTISEMENT
“Penghentian permanen dapat dilakukan melalui pengeboran miring dengan menyuntikkan lumpur bor, ke dalam lubang semburan pada kedalaman tertentu yang aman. Namun ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang lebih besar karena harus memobilisasi rig pengeboran dan instrumen bor ke lokasi kejadian,” papar Dadek.
Pemprov Diminta Edukasi Warga Tentang Tambang Minyak
Salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh asal kabupaten Aceh Timur, Iskandar Usman Al Farlaky, mengakui aktivitas ekonomi di tambang minyak ilegal tersebut berjalan tanpa ada pengawasan khusus dari perusahaan resmi.
“Keberadaan lokasi tambang minyak illegal tersebut memang sudah lama. Namun yang terbakar itu adalah sumur baru yang dibor secara tradisional oleh masyarakat Ranto Peureulak," kata Iskandar saat dihubungi kumparan, Kamis (26/4).
ADVERTISEMENT
"Masyarakat di sana menyebutnya sebagai tambang rakyat yang dikelola secara tradisional. Ribuan masyarakat menggantungkan mata pencaharian di sektor tambang rakyat itu,” lanjut dia.
Semburan sumur minyak di Aceh Timur. (Foto: Dok. Badan Penanggulangan Bencana Aceh)
zoom-in-whitePerbesar
Semburan sumur minyak di Aceh Timur. (Foto: Dok. Badan Penanggulangan Bencana Aceh)
Iskandar berharap peristiwa kebakaran ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah Aceh, untuk mendorong pengawasan resmi seluruh aktifitas tambang di sana dan memberikan pembinaan kepada warga tentang dunia tambang minyak.
“Selama ini tidak ada edukasi, mereka bekerja secara ototidak karena faktor alam kebiasaan melihat teman-teman, kemudian masyarakat juga ikut melakukan pengeboran. Bukan karena dibekali dengan ilmu pengetahuan khsusus,” tutur Iskandar.