Tanya Jawab kumparan dengan Jokowi: Soal Prabowo hingga Hobi Tinju

24 April 2018 20:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi menjawab (cover) (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi menjawab (cover) (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gerimis tipis menyambut tim kumparan (kumparan.com) setiba di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/4). Kedatangan tim saat itu memang untuk mewawancarai Presiden Joko Widodo terkait berbagai isu politik hingga ekonomi terkini.
ADVERTISEMENT
Tiba sekitar pukul 14.00 WIB, tim kumparan yang terdiri dari Ikhwanul Habibi, Wendiyanto Saputro, Ananda Teresia, Yudhistira Amran Saleh, Jafrianto, dan Cornelius Bintang langsung diminta masuk ke ruang tunggu setelah melalui serangkaian pemeriksaan oleh tim paspampres.
Jokowi menerima tim kumparan di ruang kerjanya di Istana Bogor. Mengenakan batik berlengan panjang cokelat, Jokowi langsung menyapa dengan hangat.
"Saya kira sendirian kumparan, ramai ya. Cukup kursinya," ujar Jokowi.
Kami kemudian memperkenalkan diri kepada Jokowi. "Sudah tahu kok," kata Jokowi tertawa, saat Habibi baru menyebut kumparan media yang baru berdiri 1,5 tahun.
Sesi wawancara kemudian dimulai. Keseluruhan wawancara berlangsung santai. Beberapa kali Jokowi tertawa terbahak saat melayani pertanyaan kumparan. Berikut wawancara lengkapnya.
Presiden Jokowi (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Terkait proyek infrastruktur yang jadi keunggulan pemerintahan Pak Jokowi. Ada sekian proyek yang sudah dicapai tapi ada beberapa proyek yang harus dievaluasi sehingga harus dikeluarkan dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Tanggapan Pak Presiden?
ADVERTISEMENT
Ini jadi yang konstruksi dan baru operasional itu ada 38 proyek ya. Ini PSN ya dengan nilai Rp 1.479 triliun. Yang selesai nantinya 2018. Kemudian yang konstruksi dan belum selesai dan akan selesai 2019 itu kita perkirakan 119 proyek, nilainya Rp 899 triliun. Nah sisanya berarti setelah 2019. Bisa 2020, bisa 2021 jadi rampung karena sudah mulai.
Menko Ekonomi menyatakan dua persoalan yang membayangi yaitu soal pembiayaan dan pembebasan lahan?
Ndak, ndak, ndak... Jadi kalau kita ketergantungan pada APBN iya. Kan sudah saya sampaikan bahwa harus dibangun dengan scheme-scheme yang lain. Misalnya, sekuritisasi, ini beberapa sudah dimulai. Penerbitan bond, misalnya Komodo Bond. Ketiga ada limited concession skill, misalnya untuk airport-airport.
ADVERTISEMENT
Saya rasa airport-airport seluruh dunia ini sudah masuk ke limited concession skill sehingga bisa memperluas, mengekspansi bandaranya, terminalnya karena pakai scheme-scheme seperti itu. Jadi kita jangan rutinitas, jangan monoton, hanya tergantung APBN ya enggak rampung. Ha... Ha... Padahal banyak scheme-scheme yang bisa kita lakukan.
Bisa ber-partner, bisa sekuritisasi, bisa limited concession skill, bisa menerbitkan Komodo Bond. Saya kira untuk yang proyek yang gede-gede harus dilakukan dengan cara-cara itu. Tapi selain itu yang paling penting menurut saya ada kepercayaan dari internasional, ada kepercayaan dari lembaga-lembaga rating dunia yang semakin percaya terhadap pengelolaan moneter kita, pengelolaan fiskal kita, pengelolaan inflasi kita, pengelolaan pertumbuhan ekonomi kita, sehingga mereka memperbaiki rating.
Terakhir, Moody's sudah, yang tahun lalu S&P sudah. Ini akan terus kita perbaiki. Kemudian ease of doing bussiness 2014, seingat saya 120, ranking 120 sekarang 2017 sudah 72. Target 2019 harus masuk 40 besar. Pekerjaan sulit tapi saya selalu tekan dan injak untuk itu, sampai ke situ. Karena memang itu diperlukan.
ADVERTISEMENT
Sekarang ini yang penting, tidak perusahaan, tidak korporasi, tidak negara membangun trust. Trust dari publik, trust dari internasional, ini penting sekali dan juga kalau kita bicara masalah indeks pembangunan manusia ya kita ini sekarang sudah masuk high human development di angka 70,81. Ini juga menandakan bahwa kualitas hidup manusia Indonesia secara keseluruhan meningkat.
Bahwa ada kekurangan-kekurangan, bahwa banyak yang perlu diperbaiki, ya kita enggak menutup mata untuk itu. Kemudian angka ini juga, kita ini harus memberi angka ya. Mengenai angka kemiskinan juga menurun dari 11 dulu di 2014. Masuk tahun yang lalu ke 10, tengah tahun yang lalu 10,64. Saya kira inilah yang akan terus kita bangun. Tapi sekali lagi kepercayaan itu adalah hal yang paling penting. Trust public, trust internasional itu sangat penting sekali.
Jokowi Menjawab. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi Menjawab. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Kaitannya sama trust ini, secara internasional mungkin sangat positif ya Pak. Tapi seperti tadi Bapak sampaikan, rating Indonesia di Moody's, S&P, dan Fitch pertama kali menaikkan rating. Tapi soal trust pembiayaan terkait utang kenapa di dalam negeri persepsinya berbeda....
ADVERTISEMENT
Jangan dicampur aduk antara ekonomi dan politik. Campur aduk ekonomi dan politik jadinya seperti ini.
Terkesan politis?
Iya. Orang ekonomi enggak perlulah terlalu banyak-banyak bicara politik. Orang politik ya enggak perlulah banyak-banyak berbicara ekonomi. Boleh berbicara ekonomi tapi dengan angka-angka yang jelas. Gitu. Basis data yang jelas. Jadi jangan hanya mempengaruhi persepsi dengan ucapan-ucapan yang tidak basis datanya. Ha... Ha... Kalau saya ya tertawa saja. Ha... Ha...
Sekarang sudah masuk riuh Pilpres 2019, dulu maju sebagai Gubernur DKI, sekarang petahana. Optimismenya bagaimana?
Ya kalau menurut saya ya konsolidasi politik berada pada posisi yang baik. Saya kira kita bertemu dengan siapa pun, silaturahmi dengan tokoh-tokoh, berjalan dengan baik, adem ayem. Saya kira kita semuanya tahu saya sering bertemu dengan Bu Mega, sering bertemu dengan Pak Habibie, sering bertemu dengan Pak SBY.
ADVERTISEMENT
Sering bertemu dengan Ketua DPR, Ketua MPR, baik yang formal maupun yang enggak formal. Sering bertemu dengan Pak Prabowo,bertemu dengan Pak Surya Paloh, sering bertemu dengan Cak Imin, sering bertemu dengan Gus Romy, sering bertemu dengan Pak Wiranto. Kalau Pak Wiranto ketemu terus.
Ini sering ketemu dengan Pak Ketua DPD Oesman Sapta, saya kira ini kan persoalan-persoalan itu banyak diselesaikan lewat pertemuan-pertemuan formal maupun informal. Jadi, ya menurut saya semuanya baik-baik sajalah. Enggak ada beban yang perlu atau keluhan yang perlu saya sampaikan, enggak ada.
Tantangannya apa Pak dibandingkan 2014?
Ah sama saja, politik ya seperti itu, biasa. Artinya, asal komunikasi kita baik ya keluarannya juga baik. He... He... Sekarang yang jelas kita masuk ke masuk ke fokus ke pekerjaan-pekerjaan yang harus kita selesaikan. Saya masih konsentrasi di situ.
ADVERTISEMENT
Ada pihak yang berupaya mencampuradukkan kinerja pemerintahan dengan agenda politik tertentu. Diarahkan ke isu yang lain..?
Ya namanya politik seperti itu. Tapi rakyat sekarang kan sudah pintar-pintar. Rakyat semakin matang, semakin dewasa. Ngerti mana yang hanya asal bunyi, mana yang pakai data. Mana yang hanya menyampaikan isu, mana yang menyampaikan fitnah. Lama-lama masyarakat jadi tidak wow lagilah. He... He... Wow!
Dulu ada demo, wow, demo. Sekarang tiap hari demo ya orang enggak, ini akan mendewasakan kita. Kematangan politik kita semuanya, kedewasaan politik kita semuanya akan kita kan belajar dari proses-proses ini. Jadi enggak usah, enggak usah kita terlalu terkaget-kagetlah. Enggak usah. Menurut saya biasa saja.
Jokowi Menjawab (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi Menjawab (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Bapak seperti dikerubuti oleh beberapa ketum parpol dan beberapa pihak yang ingin jadi cawapres?
ADVERTISEMENT
Kembali lagi, saya kan sekarang masih konsentrasi, masih fokus pada pekerjaan. Saya kira itu masih jauh meskipun tinggal empat bulan lagi, buat saya masih jauh.
Kriterianya apa saja?
Kriteria, kriteria, yang paling penting ya cocok gitu saja. Ha... Ha... Cocok. Ya gimana? Emang harus cocok.
Banyak pilihan ya Pak, tinggal yang paling cocok ya Pak?
Ha... Ha... Sekali lagi masih konsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan pemikiran.
Tadi Bapak menyebut komunikasi dengan Pak Prabowo. Kalau yang diobrolin apa Pak?
Ya ngobrolin ya banyak, ya masalah ekonomi, masalah politik, ya masalah sosial, biasa. Bertemu ya ngomongnya seperti itu. Ada masukan-masukan, ada hal yang memang usul untuk perbaikan-perbaikan kita, ya kita terima. Kita ini kan sebetulnya kan, apa sih, saya dengerin-dengerin semuanya.
ADVERTISEMENT
Tapi ya kritik silakan. Wong tiap hari di depan Istana demo juga silakan. Kadang saya suruh masuk, kadang tidak. Tergantung materi yang disampaikan apa. Kira-kira kalau kita bisa memberikan solusi saya suruh masuk. Biasa kita seperti itu. Sama seperti kritik, ini untuk check and balances. Ini saya kira yang namanya kritik itu juga diperlukan sebagai sebuah manajemen negara, manajemen pemerintahan.
Tapi kritik sekali lagi, yang memberikan solusi, alternatif, yang memberikan jalan keluar, dan kita juga harus bisa membedakan, mana yang kritik, mana yang memaki, mana yang kritik, mana yang mencela, mana yang kritik, mana yang fitnah. Ya harus dibedakan. Kadang-kadang kita ini, mencela kok ngeritik. Ini bukan ngeritik, itu mencela. Ha... Ha...
ADVERTISEMENT
Politik kita ini harus kita penuhi terus menerus dengan sebuah politik yang beretika. Ada etika-etika politik di situ. Ada sopan santun politik di situ, ada nilai-nilai yang ingin kita bangun. Jangan sampai kita membangun sebuah budaya politik yang memaki, mencela, fitnah apalagi. Jangan. Negara ini, rakyat harus dididik dengan sebuah etika-etika politik yang baik, sopan santun politik yang baik, budaya politik yang baik.
Sepertinya akan melawan Pak Prabowo lagi ya di tahun 2019....
Ya enggak tahu, kan belum tahu. Ha... Ha... Yang jelas saya sangat menghargai, saya sangat menghormati apa yang telah diputuskan oleh Partai Gerindra untuk mencalonkan kembali Bapak Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2019-2024. Sangat baik.
Tapi mungkin akan ada perbedaan melawan Pak Prabowo di 2014 dan di 2019?
ADVERTISEMENT
Ya situasinya kan berbeda, tentu saja ya berbeda. Tapi orangnya kan sama. Jokowi ya tetap Jokowi, Prabowo ya tetap Prabowo. Kan sama orangnya.
Ya bedanya, bedanya. Bedanya hanya dulu saya belum presiden. Ya kan. Sekarang, incumbent, petahana. Bedanya itu. Yang paling penting kita ingin mengajak masyarakat untuk menyambut pesta demokrasi ini dengan kemeriahan, kegembiraan. Jangan dengan kekhawatiran-kekhawatiran, ketakutan-ketakutan, ndak. Jangan dibawa masyarakat ke arah itu.
Akhir-akhir ini Bapak sering mengumpulkan ulama di Istana, berkunjung ke pesantren, sebenarnya apa yang sedang ingin Bapak sampaikan?
Lho semuanya, ulama hampir tiap hari bertemu, seniman juga bertemu, dari industri kreatif juga bertemu, dengan tokoh-tokoh perempuan juga bertemu, dengan anak-anak juga bertemu. Semuanyalah kita bertemu. Kita ini kan presiden untuk semuanya.
ADVERTISEMENT
Pak ini ada yang berbeda dengan gaya Pak Jokowi, pakai jaket gaya milenial, naik motor?
Ya masa enggak boleh ya, ha...ha...ha. Setiap hari kita ini kan sudah pakai batik. Masa enggak boleh sih pakai jaket...
Lebih rileks ya Pak?
Ya enggak, ini aja, setiap hari sudah pakai batik, ya penginlah pakai sesuatu yang beda, kadang-kadang saja kan. Ya kan. Setiap hari katakan sudah berpikir serius, dari pagi sampai tengah malam. Pagi sampai pagi pikiran serius, ya kadang kan perlu jogging, perlu jalan sehat, perlu olahraga yang keluar keringat.
Tinju, cepat banget keluar keringat, kadang juga manah, butuh konsentrasi. Kadang-kadang ya pengin aduh, ini kok apa, sepeda motor, ah pengin, untuk merenggangkan pikiran. Gitu saja. Jadi segar. Touring meskipun hanya 30 kilo kan segar. Ha... Ha...
ADVERTISEMENT
Touring 30 KM capek, Pak?
Capek, capek banget
Lebih berat mana tinju atau touring 30 KM?
Berat tinju. Berat tinju. Oh tinju tuh berat. Latihan 30 sampai 40 menit saja keringatnya sudah basah semua. Ha... Ha... Tapi untuk cari keringat, untuk menyegarkan, bukan untuk bertanding.
Presiden Jokowi Latihan Tinju. (Foto: Youtube 'Presiden Joko Widodo')
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi Latihan Tinju. (Foto: Youtube 'Presiden Joko Widodo')
Enggak ada yang berani Pak kalau bertanding?
Ha... Ha... Ha... Ha....
Pak, ini ada netizen bertanya, ketiga anak Bapak tidak ada yang terjun ke politik. Sengaja disiapkan begitu atau?
Ndak. Anak-anak saya, saya berikan kebebasan penuh. Wong saya paksa untuk megang pabrik saya saja pada enggak mau semuanya. Saya enggak bisa maksa, padahal ini pabrik sudah berjalan 23 tahun, sudah berjalan, ekspor.
Jadinya bisnis kuliner?
ADVERTISEMENT
Diberi saja enggak mau apalagi maksa-maksa. Kamu jadi politikus, kan ya sulit. Anak-anak saya, yang paling penting mandiri. Tanggung jawab gitu saja sudah. Jadi mau jualan martabak, saya kaget ya silakan. Sudah kaget sebentar. Yang satu jualan martabak, kaget, yang satu lagi tahu-tahu jualan pisang goreng, malah kaget lagi. Ha... Ha... Ini kok hobinya kayak gini? Ini yang satu lagi mau jualan kopi. Ya silakan, saya enggak mau maksa-maksa. Maksa-maksakan enggak baik, menurut saya enggak baik.
Di beberapa momen, Bapak terlihat momong cucu. Sebenarnya ketika Bapak momong Jan Ethes itu adalah yang diceritakan, didongengin?
Ya enggaklah, kalau bertemu sama seperti kakek yang lain saya kira. Diajak main-main, diajak muter-muter, saya kira sama saja. Diberikan makanan. Ya sama saja.
ADVERTISEMENT
Sebentar lagi kita akan menghadapi Ramadhan dan Lebaran. Bisanya isu bahan pokok mencuat. Lebih besar dari itu, Bapak sendiri melihat pencapaian ketahanan pangan nasional, capaian target swasembada, seperti apa Pak?
Ya saya kira kalau kita lihat, contoh inflasi saja, pegangannya itu harus angka-angka, jangan tebak-tebakkan. Angka inflasi sejak 2015 kita stabil di angka, kurang lebih 3,5 naik dan turun, naik di angka 3,5. Angkanya itu. Artinya stabilitas harga itu terjaga. Bahwa kita perlu ketahanan pangan, ya. Tapi memerlukan waktu dan kita ingin kejar, ingin swasembada, ya, target yang sudah saya berikan kepada menteri-menteri.
Paling tidak dulu impor jagung, sekarang produksi jagung sudah melimpah dan tidak impor. Kemudian bisa ekspor beberapa komoditi pertanian, seperti bawang merah, misalnya, kemudian beras di dekat perbatasan, kemudian kita bisa ekspor. Tetapi juga kita ingin agar ada juga diversifikasi dari masyarakat untuk jangan ketergantungan kalau makan beras.
ADVERTISEMENT
Jagung juga bisa menjadi makanan pokok kita, sagu juga, saya kira kita ingin mengharapkan jangan terlalu ketergantungan pada beras. Tetapi juga kenaikan produksi beras saya kira juga meningkat sangat banyak. Karena ingat, setiap tahun penduduk kita tambah 3 jutaan lebih, terakhir total penduduk kita yang saya terima sudah 263 juta. Naik 12-an juta. Ini 12 juta itu makan dari mana? Ya dari kenaikan produksi beras. Artinya ada kenaikan tetapi dimakan oleh kenaikan penduduk kita.
Jumlah penduduk tumbuh lebih cepat ketimbang produksi pangan?
Iya. Kalau kita nanti bisa meloncat melebihi rasio pertumbuhan penduduk, nah itu bisa swasembada. Tapi yang paling penting supply dan demand itu dijaga sehingga tidak terjadi lonjakan inflasi. Kenaikan bahan pokok ini sangat berhubungan sekali dengan yang namanya kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah masih melakukan impor, kaitannya dengan impor garam, ada pihak yang menyesalkan ketika Bapak memindahkan kewenangan impor garam produk laut dari Bu Susi ke Kemenperin?
Bu Susi itu punya kewenangan di urusan-urusan yang berkaitan dengan garam yang diproduksi oleh para nelayan, para petani garam. Di dunia industri itu juga memerlukan garam ya tentu garamnya berbeda, garam industri. Berbeda. Jadi jangan sampai saling tarik menarik kepentingan karena ini memang berbeda-beda.
Kalau saya berpikirnya praktis. Yang ini industri ya sudah, yang penting angka-angkanya jelas. Kebutuhannya kan juga jelas. Angkanya sudah ketemu kan jelas. Yang penting kan angkanya ini. Yang kedua, saya sudah perintahkan aparat jangan sampai ini yang merembes bocor ke pasar dan ini berbeda kok. Berbeda.
ADVERTISEMENT
Hitungan kita kemarin kira-kira di 2021, kita sudah bisa memenuhi garam kita sendiri. Tapi kan masih perlu waktu. Di lapangan kan kita juga masih terkendala dengan urusan pembebasan lahan. Konsesinya sudah dipegang oleh orang-orang yang tidak segera melakukan realisasi untuk membangun industri garam kita. Saya selalu berpikir sederhana dan simpel, jadi. Ha... Ha... Itu saja.
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan siap jadi capres. Jadi selain Pak Prabowo ada Pak Gatot, tanggapan Bapak sebagai unggulan?
Ya bagus. Ya baguslah ini kan demokrasi dan juga pendaftarannya saja belum dibuka. Bagus. Semua yang memiliki keinginan dan memeriahkan pesta demokrasi kita.
Apakah Gatot akan jadi pesaing berat?
Kan saya bilang kan bagus untuk memeriahkan demokrasi, pesta demokrasi 2019.
Jokowi kendarai motor Chopper Royal Enfield 350. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi kendarai motor Chopper Royal Enfield 350. (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Belum masuk tahapan Pilpres 2019 tapi berbagai isu, hoaks sudah merebak?
ADVERTISEMENT
Tadi saya belum menyinggung yang berkaitan dengan ini, yang penting menurut saya apa, dalam pesta demokrasi ini, jangan sampai kita itu mengembangkan isu-isu SARA, hoaks, karena itu adalah masalah kita semuanya. Masalah bangsa yang harus kita lawan dan kita berantas bersama-sama.
Dan keberagaman Bangsa Indonesia baik dari sisi suku, agama, ras yang berbeda-beda jangan sampai terbelah gara-gara pilihan bupati, wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden. Saya kira pesta demokrasi di pilihan bupati, wali kota, gubernur, presiden ini harus kita warnai dengan adu gagasan, adu prestasi, adu ide-ide, adu program-program, harusnya kita mengarah pada hal-hal seperti itu. Bukan mengembangkan isu-isu, melontarkan fitnah-fitnah, saling mencela, saling memaki, saya kira kita harus meninggalkan cara-cara seperti itu.
ADVERTISEMENT
Pak, ini ada kuis Jawaban Kilat khas kumparan...
Gulai kepala ikan atau Kerang bambu Pak?
Gulai kepala ikan
Temulawak atau teh manis Pak?
Temulawak
Dilan atau film Warkop DKI Reborn?
Film Indonesia yang bagus
Metallica atau Lamb of God?
Metallica
Kodok atau domba Pak?
Dengerin suara kodok
Martabak atau pisang nugget?
Kopi. Yang ini kan yang baru. Baru akan
Pengusaha atau politisi Pak?
Negarawan
Ngopi atau nonton bioskop Pak?
Ngopi sambil nonton bioskop enak, ha... ha...
Pantai atau gunung?
Ehm... Pantai atau gunung? Yang indah saya kira sama saja
Solo atau Bogor?
Ehm... Sama enaknya
Jalan atau lari?
Lari
Tinju atau naik motor Chopper?
Tinju atau naik motor? Keringatnya banyak tinju. Ha... Ha...
ADVERTISEMENT
Pak Gatot atau Pak Prabowo Pak?
Pak Gatot atau Pak Prabowo? Ha... Ha... Pak Gatot atau Pak Prabowo? Pak Moeldoko. Ha... Ha.... Nanti kalau enggak dihentikan suruh milih-milik terus.
Yang paling susah pilih martabak atau pisang ya Pak?
Wah bisa ramai nanti. Ha... Ha... Suruh milik martabak atau pisang goreng. Aduh sulit nanti. Bisa marah dua minggu nanti.
Tim kumparan mewawancarai Jokowi. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tim kumparan mewawancarai Jokowi. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)