news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tentang Kutipan Kartini soal Banyak Orang Berbuat Dosa atas Nama Agama

26 April 2019 14:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
R.A Kartini. Foto: Dok. Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
R.A Kartini. Foto: Dok. Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Media sosial diramaikan dengan orang-orang yang men-share kutipan-kutipan yang disebut diucapkan oleh RA Kartini. Kutipan itu berkaitan dengan dosa dan agama.
ADVERTISEMENT
Banyak hal yang melatarbelakangi kutipan tersebut ramai dibagikan di media sosial. Dari mulai soal keriuhan Pilpres 2019 hingga teror Sri Lanka yang menewaskan ratusan orang. Kutipan itu juga muncul berdekatan dengan Hari Kartini 21 April.
Namun, dari sisi historis, benarkah Kartini pernah berbicara demikian? Dalam konteks apa dia bicara hal itu?
Pertama. Kutipan yang menyebar di media sosial tak lengkap. Selain itu, ada kata-kata yang berbeda dengan kutipan asli Kartini.
Berikut kutipan asli Kartini dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar, sahabat Kartini asal Belanda, pada tanggal 6 November 1899:
“Akan agama Islam melarang umatnya mempercakapkanya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku agama Islam, hanya karena nenek moyangku bergama Islam. Manakah boleh aku cinta akan agamaku, kalau aku tiada kenal, tiada boleh aku mengenalnya”.
ADVERTISEMENT
“Benarkah agama itu restu bagi manusia? Tanyaku kerap kali kepada diriku sendiri, dengan bimbang hati. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa. Tetapi beberapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu.”
Kartini memang kerap berkirim surat dengan Stella. Dia mengungkapkan apa pun yang ia rasakan kepada Stella lewat secarik kertas dan tinta pena.
Kutipan di surat itu menunjukkan bahwa Kartini adalah sosok yang haus belajar. Soal ajaran Islam pun tak luput menjadi bahan pembelajarannya.
Surat Kartini. Foto: Wikimedia Commons
Dikutip dari ‘RA Kartini dan Pendidikan Pesantren’ (Irfa Nur Nadhifah, 2013), surat ini menjadi salah satu bagian dari pemikirannya terkait penciptaan manusia dan mendasari ide-ide kesetaraan gender. Ia mengkritik tentang kawin paksa, poligami, dan feodalisme yang merugikan kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Namun, sikap kritis Kartini ini bukan berarti menunjukkan bahwa ia menentang Tuhan dan Islam. Hal itu kemudian tercermin dari suratnya yang ditulis 3 tahun kemudian.
Kartini beragama Islam dan menganut keyakinan monoteisme, seperti tertulis dalam suratnya, tanggal 21 Juli 1902.
Tiada Tuhan selain Allah! Kata kami umat Islam, dan bersama-sama kami semua beriman, kaum monoteis: Allah itu Tuhan, Pencipta alam semesta.
Bahkan dalam surat ke Ny. Abedanon, pada tanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis, “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.”