Terbukti Langgar Etik, Ketua KPU Sumut dan Nias Barat Dicopot DKPP

17 Juli 2019 17:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kendaraan melintas di dekat papan sosialisasi pemilu 2019. Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Kendaraan melintas di dekat papan sosialisasi pemilu 2019. Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua KPU Provinsi Sumatera Utara dan Ketua KPU Kabupaten Nias Barat terbukti melanggar kode etik di Pemilu 2019. Akibatnya, ketua dan sebagian anggotanya dicopot dari jabatannya.
ADVERTISEMENT
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada teradu I Yulhasni, selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara, sejak putusan dibacakan,” tulis berkas putusan dalam laman resmi DKPP, Jakarta, Rabu (17/7).
DKPP juga mencopot jabatan divisi teknis kepada Benget Manahan Silitonga selaku anggota KPU. Sementara 5 anggota KPU Provinsi Sumut lainnya hanya dijatuhi sanksi peringatan keras.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu II Mulia Banurea, Teradu IV Herdiensi, Teradu V Ira Wirtati, Teradu VI Syafrial Syah, dan Teradu VII Batara Manurung masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara sejak putusan dibacakan,” tulisnya.
Tak hanya KPU Sumut, jabatan ketua KPU Kabupaten Nias Barat yang diduduki oleh Famataro Zai juga ikut dicopot. Begitu juga dengan pencopotan jabatan divisi Nigatinia Galo.
Ilustrasi Sidang DKPP. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
Sementara 3 anggota KPU Kabupaten Nias Selatan hanya dijatuhi sanski peringatan keras. Adapun ketiga anggota tersebut yaitu Efori Zaluchu, Markus Makna Richard Hia, Maranata Gulo. Salah satu angota KPU RI Ei Novida Ginting juga ikut mendapat peringatan keras dari DKPP.
ADVERTISEMENT
Duduk perkara dari putusan ini berawal dari laporan Caleg Golkar Rambe Kamarul Zaman ke DKPP. Rambe menilai telah terjadi pelanggaran oleh KPU daerah karena diduga berpihak ke salah satu caleg, yakni Lamhot Sinaga.
“Para teradu diduga telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu karena memiliki keberpihakan terhadap calon Anggota DPR RI atas nama Lamhot Sinaga,” tulis penjelasan dalam duduk perkara.
Keberpihakan ini diduga terjadi karena Lamhot menyampaikan laporan atas dugaan penggelembungan suara melalui WhatsApp tanpa disertai dokumen dan alat bukti. Meski laporan dilakukan tanpa bukti dan resmi, KPU kemudian tetap membuka kotak suara di Kabupaten Nias Barat.
Perkara ini juga dibawa ke meja Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang tengah digelar, KPU membantah adanya penggelembungan suara. KPU menyebut yang menggelembungkan suara justru Rambe.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan hasil kroscek di tingkat kecamatan terbukti terdapat penggelembungan untuk pemohon (Rambe). Jadi yang melakukan penggelembungan justru pemohon," kata Kuasa Hukum KPU, Ali Nurdin, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (17/7).