Terima Suap Rp 45,13 M, Bupati Labuhanbatu Divonis 7 Tahun Penjara

4 April 2019 14:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati nonaktif Kabupaten Labuhan Batu, Pangonal Harahap saat mendengarkan sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bupati nonaktif Kabupaten Labuhan Batu, Pangonal Harahap saat mendengarkan sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan menjatuhkan vonis kepada Bupati Labuhanbatu nonaktif, Pangonal Harahap, selama 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis itu lebih rendah 1 tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,"ujar Ketua Majelis Hakim Erwan Efendi saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (4/4).
Hakim menilai Pangonal terbukti menerima suap total Rp 45,13 miliar dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra alias Asiong, untuk mendapatkan proyek di Kabupaten Labuhanbatu.
Saat OTT pada 17 Juli 2018, Pangonal awalnya diyakini menerima suap Rp 576 juta dari commitment fee Rp 3 miliar.
Akan tetapi dari hasil pengembangan, KPK menemukan Pangonal telah menerima suap sebesar Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000 atau Rp 2.28 miliar (kurs Rp 10.478). Suap itu diterima Pangonal dari Asiong dari tahun 2016, 2017, dan 2018.
Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap di Gedung KPK. Foto: Nadia K Putri/kumparan
Selain menjatuhkan hukuman penjara, majelis hakim juga memvonis Pangonal untuk membayar uang pengganti Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000. Uang pengganti itu harus dibayar sebulan setelah kasusnya berkekuatan hukum tetap (inkrah).
ADVERTISEMENT
"Jika tidak dibayar dalam satu bulan karena harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan 1 tahun penjara," ujar hakim Erwan.
Tak sampai disitu, majelis hakim juga memberi hukuman tambahan untuk Pangonal yaitu pencabutan hak politik selama 3 tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Majelis hakim menilai Pangonal terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menyikapi vonis tersebut, Pangonal dan kuasa hukum menerimanya dan tidak mengajukan banding. Sementara itu jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
ADVERTISEMENT