news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

TGB: Saya Ingin Hilangkan Anggapan Jokowi Tak Ramah Umat

16 Juli 2018 8:21 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi. (Foto: Instagram @tuangurubajang)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi. (Foto: Instagram @tuangurubajang)
ADVERTISEMENT
Pembawaannya merdesa, gaya bicaranya rapi tertata, dengan peci hitam lekat di kepala. Dialah Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi yang lebih dikenal dengan sapaan Tuan Guru Bajang (TGB). Ia Gubernur Nusa Tenggara Barat dua periode, sekaligus ulama terpandang di tanah kelahirannya.
ADVERTISEMENT
Lulus dengan mengantongi gelar doktor dari Universitas Al-Azhar Kairo, TGB bersahabat dekat dengan Ustaz Abdul Somad yang juga alumnus Al-Azhar. Dua sekawan berperawakan serupa (baca: kurus) yang kerap berdakwah bersama itu selama ini dianggap masuk lingkaran 212.
Ustaz Somad kerap mendorong TGB maju ke Pemilihan Presiden 2019, dan nama TGB pun (semula) masuk dalam daftar rekomendasi calon presiden atau calon wakil presiden yang disusun Persaudaraan Alumni 212.
Namun nama TGB kini dicoret dari daftar rekomendasi capres PA 212 karena ia awal Juli ini menyatakan mendukung Jokowi dua periode. Alasan utama TGB: satu periode tak cukup untuk mengoptimalkan pembangunan karena fondasi baru terbentuk.
Lingkaran 212 dibuat berang oleh manuver TGB menyeberang. Demikian pula Demokrat sebagai partai yang menaungi TGB--dan hingga kini belum juga menentukan arah politik di Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
TGB sang pemimpin Nahdlatul Wathan, organisasi Islam berpengaruh di NTB, dianggap mengambil inisiatif kelewat berani dengan mendahului sikap partainya.
Ironisnya, TGB dulu justru Ketua Tim Pemenangan Prabowo di NTB pada Pilpres 2014. Ia berhasil membawa kemenangan besar bagi Prabowo dengan mengantongi suara mayoritas 72,45 persen di provinsi itu.
Menghadapi kritik bertubi atas pilihannya mendukung Jokowi kini, TGB bergeming. Ia menegaskan, keputusannya telah bulat dan tak dibuat tiba-tiba
Berikut perbincangan kumparan dengan TGB Zainul Majdi usai ia menikmati semangkuk bakso di bilangan Senayan, Jakarta, Kamis (12/7).
Kenapa baru sekarang menyatakan dukungan ke Jokowi?
Kalau secara pribadi kepada beliau (Jokowi), sudah disampaikan beberapa waktu lalu. Sudah agak lama. Tetapi beberapa hari terakhir ini memang saya sampaikan statement terbuka kepada publik untuk menegaskan posisi saya sebagai pendukung Presiden Joko Widodo. Sebab semakin ke sini, saya merasa harus menyampaikan secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Kenapa merasa harus ‘go public’ dengan dukungan itu?
Di antaranya untuk menghilangkan anggapan bahwa Presiden Jokowi adalah presiden yang tidak ramah kepada umat. Saya ingin sampaikan pesan bahwa stigma itu tidak beralasan.
Benar bahwa Bapak Presiden bukanlah manusia sempurna. Tetapi upaya-upaya beliau selama ini, termasuk pemberdayaan ekonomi umat, sangat intensif dilakukan. Beliau, misalnya, membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah. Beliau menginisiasi bank mikro di pesantren-pesantren. Itu bagian yang sangat saya apresiasi.
Mudah-mudahan dukungan ini, bersama dukungan-dukungan dari banyak elemen masyarakat lain, bisa memperbesar basis dukungan untuk Bapak Presiden dalam kontestasi demokrasi yang akan datang.
Juga karena Jokowi rutin berkunjung ke NTB dan membantu pembangunan di NTB seperti Mandalika?
Salah satunya. Beliau sangat mendukung. Dengan intervensi langsung beliau, lahan 100 hektare lebih yang selama ini sulit untuk diklirkan, bisa tuntas oleh dia.
Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi (TGB). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi (TGB). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Bagaimana soal kabar Anda curhat kepada Menko Luhut?
ADVERTISEMENT
Ada satu acara yang mempertemukan saya dengan beliau. Saya kemudian menyampaikan kepada perkembangan pembangunan di NTB. Kebetulan beliau kan juga incharge dalam menyelesaikan permasalahan Mandalika, khususnya 100 hektare lebih tanah yang terhambat clean and clear-nya selama 30 tahun.
Jadi saya menyampaikan tentang beberapa hal yang terjadi di Mandalika, serta perkembangan-perkembangan yang ada. Kemudian beliau menanyakan tentang berita-berita (soal saya). Ya saya sampaikan, bukan curhat.
Rasanya yang saya sampaikan normatif, soal ajakan untuk menghadirkan pilpres yang lebih sehat, tidak didominasi sentimen primordial. Lebih kepada tarung gagasan, jangan pakai ayat perang untuk pilpres karena kita tidak sedang berperang, tapi anak-anak bangsa satu sama lain. Harus saling mengisi, saling melengkapi.
(Saya katakan), “Saya rasa nggak ada yang salah dari yang saya sampaikan, Bang.” Saya menyebut “Bang” karena dia lebih tua, panggilan akrab.
ADVERTISEMENT
(Saya bilang), mestinya tidak usah direspons negatif pernyataan saya terhadap dua hal itu, bahwa pertama, kontestasi politik bukan perang bersenjata, tapi kontestasi antaranak bangsa; kedua, dukungan saya terhadap Presiden jokowi untuk melanjutkan kepemimpinan di periode kedua.
TGB dan Zulkieflimansyah bertemu Said Aqil. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
TGB dan Zulkieflimansyah bertemu Said Aqil. (Foto: Dok. Istimewa)
Sepekan penuh Anda sibuk sekali. Bertemu Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie, dan lain-lain. Mulai safari politik?
Kalau dicermati, pada pertemuan itu saya selalu bersama gubernur NTB terpilih (Zulkieflimansyah). Sebenarnya yang saya sampaikan adalah pertama, ucapan terima kasih atas kepemimpinan beliau-beliau di organisasi masing-masing yang membantu pembangunan NTB selama ini; kedua, seiring pergantian gubernur NTB, (kami menunjukkan) “Ini loh gubernur terpilih yang akan memimpin NTB mulai September setelah saya selesai. Mohon dukungan yang sudah diberikan selama ini bisa dilanjutkan.”
ADVERTISEMENT
Saya juga minta doa kepada tokoh-tokoh itu agar bisa terus berkontribusi untuk bangsa. (Yang terakhir) ini adalah permintaan kepada Said Aqil karena beliau termasuk guru saya. Jadi saya minta doa kepada seorang guru.
Jokowi dan TGB berkeliling KEK Mandalika di Lombok, NTB. (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi dan TGB berkeliling KEK Mandalika di Lombok, NTB. (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
Apalagi yang hendak Anda klirkan dari sosok Jokowi?
Lugasnya soal anggapan anti-umat atau tidak pro-umat. Menurut saya, semua anggapan harus datang dalam satu batu uji, yaitu fakta.
Kenyataannya program-program pemberdayaan ekonomi keumatan sedang dilaksanakan. Kemudian soal silaturahmi, belum pernah ada presiden yang mengunjungi pesantren sebanyak Presiden Joko Widodo. Baik sebelum maupun sesudah menjadi presiden.
Itu, menurut saya, menunjukkan bahwa beliau suka bersilaturahim dengan umat. Dan itu kesempatan yang baik juga untuk melakukan tabayun kalau ada hal-hal yang kurang pas.
ADVERTISEMENT
Jadi Anda akan membantu memenangkan Jokowi di Pilpres 2019?
Kalau diminta, tentu saya siap.
PDKT Jokowi di NTB (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
PDKT Jokowi di NTB (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Apa target Anda kini setelah dua periode menjabat sebagai Gubernur NTB?
Tetap ingin berkontribusi bagi bangsa, baik melalui ranah kultural maupun struktural, di dalam maupun di luar pemerintahan.
Saya lahir dari pondok pesantren, saya punya komunitas pendidikan yang sangat luas. Saya punya banyak sahabat yang bergiat di lapangan pendidikan dan lain-lain. Jadi tentu saya bisa berkontribusi di mana pun.
Dukungan Anda disebut bisa mengerek perolehan suara Jokowi, terutama di kalangan pemilih Muslim.
Satu pengamatan yang boleh-boleh saja. Tetapi yang ingin saya sampaikan bukan sekadar masalah menarik atau tidak menariknya pemilih muslim. Yang paling penting di dalam statement saya adalah mari kita berkontestasi untuk Pilpres tidak dalam kerangka seakan-akan kita berperang antara yang hak (benar) dengan yang batil (salah), tetapi kontestasi yang sehat dan berkualitas. Kontestasi dalam kedamaian.
ADVERTISEMENT
Putra-putra bangsa terbaik menawarkan visi misi. Semua kita arahkan untuk adu gagasan, tidak usah menjadikan ini semacam battle field, hidup atau mati, pertentangan mukmin dan kafir. Karena most pobably semua calon yang akan maju kan muslim. Dan kita ini dalam satu bangsa, satu rumah. Masa iya mau saling menihilkan.
Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi, berjabat tangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono. (Foto: ntbprov.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi, berjabat tangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono. (Foto: ntbprov.go.id)
Keputusan Anda jadi polemik di internal Demokrat.
Sebetulnya tidak perlu dipolemikkan, karena ini sikap pribadi saya berdasarkan rasionalitas dan sistem nilai yang saya yakini, berdasarkan pencermatan saya terhadap pelaksanaan pemerintahan beliau selama empat tahun. Jadi tidak perlu dipolemikkan.
Kalau, misalnya, dukungan itu dianggap sesuatu yang--sebagaimana statement beberapa elite partai--“melanggar etika”, ya silakan saja ditindaklanjuti sesuai mekanisme partai. Tapi menurut saya, itu langkah wajar dan tidak perlu dipermasalahkan.
ADVERTISEMENT
Anda sempat diskusi dengan kader Demokrat lain sebelum membuat keputusan?
Tidak. Saya merasa tidak harus berkomunikasi dengan siapa pun karena ini sikap pribadi. Repot juga kalau setiap sikap pribadi kita kemudian dikomunikasikan kepada orang lain. Ini dukungan pribadi dari TGB dan tidak perlu terlalu dipermasalahkan.
Saya juga sudah cukup lama meminta waktu bertemu dengan Bapak Ketua Umum, akhir bulan Mei. Tapi mungkin karena beliau banyak kesibukan lain, sehingga sampai sekarang belum diberi waktu atau belum ada kesempatan bertemu.
Banyak nada sumbang atas keputusan Anda menyeberang.
Itu risiko. Jangankan statement yang seperti ini, dalam konteks ketika saya memimpin NTB pun, ketika saya merumuskan satu kebijakan, mengeksekusinya, pasti ada pro-kontra. Tetapi selama kita memutuskan sesuatu berdasarkan keyakinan kita, setelah menimbang manfaat dan mudaratnya, ya kita harus siap. Terima apa pun risikonya.
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi, menunggang kuda. (Foto: Instagram @tuangurubajang)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi, menunggang kuda. (Foto: Instagram @tuangurubajang)
Menurut Anda, pemimpin seperti apa yang sekarang dibutuhkan Indonesia?
ADVERTISEMENT
Saya pikir pemimpin yang cinta kepada rakyatnya, yang komitmen mewujudkan tujuan-tujuan nasional, dan melaksanakan empat hal yang terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945--melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut mewujudkan ketertiban dunia.
Itu ada di sosok Jokowi?
Saya melihat di antara semua sosok yang ada sekarang, beliaulah yang terbaik.
Jokowi bersama keluarga TGB (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi bersama keluarga TGB (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Seperti apa kriteria cawapres ideal untuk Jokowi dalam pandangan Anda?
Banyak analisa dan pandangan agar (capres-cawares) komplementer satu dengan yang lain. Bisa saling melengkapi. Kemudian ada pertimbangan kewilayahan, ada latar belakang, dan banyak sekali.
Kepemimpinan nasional itu kan satu. Presiden dan wakil presiden itu dwitunggal, jadi harus ada kecocokan, chemistry, keberterimaaan satu sama lain dan kenyamanan dalam bekerja sama.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya itu kewenangan Bapak Presiden, tentu juga dengan tokoh-tokoh lain yang beliau anggap perlu untuk diajak bicara tentang siapa yang akan mendampingi beliau.
Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang, bersama Presiden Jokowi. (Foto: Instagram @humasntb)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang, bersama Presiden Jokowi. (Foto: Instagram @humasntb)
Anda masuk bursa cawapres. Apakah siap jadi cawapres?
Wallahualam. Belum ada kontak apa pun. Tapi saya secara pribadi melihat bahwa banyak sekali tokoh-tokoh nasional yang mumpuni, yang jauh lebih hebat dari saya.
Bagaimana jika ditunjuk jadi menteri kabinet?
Saya orang yang senang hati mengabdi di ranah kultural atau struktural, di mana pun. Selama baik dan membawa manfaat, di dalam maupun di luar pemerintahan, saya nikmati sebagai bagian ibadah.
Guru Bajang Menyeberang (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Guru Bajang Menyeberang (Foto: Basith Subastian/kumparan)
------------------------