The Living Wall, Dinding Harapan Hidup di Selatan Jakarta

15 Oktober 2017 8:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
"Jika Ini Hari Terakhir Saya..." (Foto: Instagram: @rachelhouseindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
"Jika Ini Hari Terakhir Saya..." (Foto: Instagram: @rachelhouseindonesia)
ADVERTISEMENT
“Kalau ini hari terakhir saya, saya mau liburan ke pantai.”
ADVERTISEMENT
Kalimat itu dengan cantik diguratkan pada sebuah papan besar berwarna hitam, menggunakan kapur merah muda. Gambar hati tak lupa digoreskan di akhir kalimat.
Pada bagian atas papan itu tertulis sebuah kalimat sederhana, “kalau ini hari terakhir saya”. Selanjutnya, rentetan kalimat “saya mau….” ditulis di bawahnya, menunggu diisi oleh siapapun yang hendak berbagi harapan.
Papan besar ini dipasang tak sekadar sebagai pajangan, namun berisi harapan dan mimpi yang didaraskan dalam diam dan sakit oleh anak-anak pengidap penyakit keras. Kanker, salah satunya.
Karena ia berisi harapan dan mimpi, papan tersebut diberi nama The Living Wall.
The Living Walls di Citos. (Foto: Instagram: @rachelhouseindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
The Living Walls di Citos. (Foto: Instagram: @rachelhouseindonesia)
Yayasan Rumah Rachel, sebuah yayasan yang melayani asuhan paliatif (meringankan/mengurangi penderitaan) dan penanganan nyeri serta gejala nyeri bagi anak-anak penderita kanker dan HIV/AIDS sejak 2016, menginisiasi instalasi The Living Wall di Cilandak Town Square, 13-15 Oktober, sebagai simbol bahwa tiap hari amatlah berharga.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, instalasi ini juga menyiratkan kesulitan yang dihadapi banyak anak pengidap penyakit berat, yang mungkin saja tak memiliki hari esok.
“Visi Yayasan Rumah Rachel adalah tidak ada lagi anak yang meninggal dalam kesakitan,” kata Lynna Chandra, Pendiri Yayasan Rumah Rachel melalui sebuah video perkenalan di laman website Rachel House.
Tak hanya instalasi The Living Wall, sebuah papan berisi kisah tentang salah satu anak pengidap penyakit pun dipajang di sana. Dialah Adam. Pada umurnya yang 7 tahun, ia mengidap penyakit HIV/AIDS. Kondisi tempat tinggalnya yang memprihatinkan pun menambah derita yang harus ia tanggung.
Instalasi kisah Adam dan The Living Wall pun kokoh bersanding.
The Living Walls di Citos. (Foto: Instagram: @rachelhouseindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
The Living Walls di Citos. (Foto: Instagram: @rachelhouseindonesia)
Peresmian instalasi The Living Wall makin semarak dengan kegiatan seminar tentang asuhan paliatif Indonesia. Metode asuhan paliatif sendiri merupakan cara perawatan holistik yang bertujuan membantu pasien memperpanjang hidup serta menambah nilai dalam sisa kehidupan pasien.
ADVERTISEMENT
Metode ini digunakan oleh Yayasan Rumah Rachel, mengingat setidaknya hampir 700.000 anak Indonesia hidup dengan penyakit serius dan terus merasa kesakitan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sementara, hanya kurang dari satu persen dari jumlah anak tersebut yang mampu mengakses layanan asuhan paliatif.
Maka demi anak-anak yang berhak berbahagia itu, The Living Wall berdiri di selatan Jakarta. Bersamanya, ada mimpi dan harapan anak-anak yang terus hidup dalam berdoa, selagi napas masih bisa dihirup dalam-dalam.