Tim Jokowi Akui Kasus HAM Masa Lalu Jadi Utang yang Belum Selesai

19 Februari 2019 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi membedah visi misi Capres 01 di Kantor Komnas HAM, Selasa (19/2). Foto: Raga Imam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi membedah visi misi Capres 01 di Kantor Komnas HAM, Selasa (19/2). Foto: Raga Imam/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua TKN Jokowi - Ma’ruf Amin, Arsul Sani, menegaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu harus diselesaikan. Ia menyebut kasus pelanggaran HAM berat merupakan utang pemerintahan Jokowi yang harus dibayar jika terpilih kembali menjadi presiden.
ADVERTISEMENT
“Memang berat mewakili TKN 01. Seperti yang saya katakan, karena Pak Jokowi ini sebagai capres yang petahana, ini memang harus diakui masih menjadi utang. Tapi itu jadi utang yang harus dibayar,” kata Arsul dalam diskusi di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/2).
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan ke-573 di depan Istana Merdeka, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menurutnya, jika Jokowi terpilih kembali pemerintahannya menawarkan solusi pelanggaran HAM berat untuk diselesaikan dengan cara non-yudisial atau tidak melewati persidangan.
“Misalnya penyelesaian alternatif non-yudisial itu tidak melalui proses persidangan pidana dengan menghadapkan katakanlah orang-orang tertentu menjadi tersangka dan kemudian terdakwa,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga meminta penggiat HAM untuk tidak hanya konsen jalur yudisial terkait masalah penanganan masalah HAM berat. Menurutnya, dengan pendekatan yudisial atau pengadilan timbul masalah baru berupa penolakan dari sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
“Kita ingin mendorong teman-teman yang ada di Komnas HAM, di elemen-elemen masyarakat sipil yang concern dengan HAM ini, juga untuk tidak berkutat hanya dengan pendekatan yudisial tok. Karena faktualnya begitu yang kita kedepankan pendekatan yudisial kan ada resistensi,” imbuhnya.
Arsul menjelaskan jika pendekatan yudisial dilakukan dengan adanya penolakan dari sisi politik, tentu hal itu bisa saja menganggu jalannya pemerintahan.
“Dan resistensi itu dari kekuatan politik juga yang membuat saya kira pemerintah tidak akan mudah untuk menempuhnya. Karena di satu sisi begitu itu kita tempuh, terjadi resistensi politik yang kemudian bisa juga menggangu jalannya pemerintahan,” ujarnya.
Arsul mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat bukan tidak ingin diselesaikan saat ini. Menurut dia, ada guncangan yang besar jika kasus pelanggaran HAM berat diselesaikan saat ini. Meski begitu, Arsul tak menjelaskan secara detail guncangan yang dimaksud dalam hal ini.
ADVERTISEMENT
“Ini yang saya sampaikan. Pak Jokowi itu mengatakan 'ini memang hal-hal yang harus diselesaikan, Mas'. Itu antara lain karena melihat itu. Tapi kan harus kita selesaikan. Tapi kalau diselesaikan sekarang kan guncangannya terlalu besar,” tutupnya.