Timses Jokowi: Kasus HAM Masa Lalu Bisa Lewat Jalur Non Yudisial

19 Februari 2019 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi membedah visi misi Capres 01 di Kantor Komnas HAM, Selasa (19/2). Foto: Raga Imam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi membedah visi misi Capres 01 di Kantor Komnas HAM, Selasa (19/2). Foto: Raga Imam/kumparan
ADVERTISEMENT
Komnas HAM menggelar diskusi bedah visi misi capres 01 Jokowi - Ma'ruf Amin terkait komitmen pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma’ruf, Arsul Sani mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sering diwarnai oleh kepentingan politik yang bermuatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, dalam menangani kasus pelanggaran HAM, presiden tidak bisa bergerak sendiri tanpa adanya dukungan dari pihak terkait.
“Dalam diskusi-diskusi internal kami, karena kita semua memahami bahwa penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu itu, sebagaimana juga penyelesaian kasus-kasus HAM yang di mana warna politik kemudian juga muatan ekonomisnya besar itu pasti akan menarik berbagai reaksi-reaksi,” kata Arsul di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/2).
“Presiden itu ketika mau melangkah soal ini minta pendapat kan. Pasti akan minta pendapat juga dari koalisi pemerintahannya, terutama yang ada di DPR karena penyelesaian soal ini kan tidak bisa maju hanya dengan inisiatif presiden saja,” sambungnya.
Arsul juga mengatakan, sejauh ini terkait pelanggaran HAM masa lalu ada kebimbangan terkait apakah penyelesain kasus-kasus tersebut harus diselesaikan di pengadilan atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Yang terkait dengan pelanggaran HAM masa lalu yang pada umumnya mayoritas galau ini menyampaikan agar di luar soal penyelesaian melalui jalur yudisial ini harus dikembangkan alternatif penyelesaian, yaitu yang apapun istilahnya yaitu jalur non yudisial,” jelasnya.
Untuk ke depannya, lanjut Arsul, perlu adanya pembenahan sistem untuk mengatasi kasus pelanggaran berat masa lalu yang belum bisa diselesaikan.
“Intinya ke depan pembenahannya tetap dalam pembenahan dalam kerangka sistem pemerintahan. Dalam kerangka sistem itu berarti kita, pertama, membenahi regulasinya aspek apa,” tutupnya.