news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tipe-tipe Buzzer Politik: Penyerang dan Bermain Bertahan

6 September 2018 10:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Memasuki tahun politik dengung suara buzzer mulai terdengar. Ragam suara yang diseru pun beragam. Saling serang antar buzzer politik tak terelakkan. Semua dilakukan demi satu tujuan, kemenangan pihak yang diusung.
ADVERTISEMENT
Bicara soal buzzer politik, kumparan mewawancarai beberapa dari mereka. Dengan gamblang mereka menyebut beberapa jenis buzzer politik.
Rahaja, seorang mantan buzzer politik menuturkan ada dua kategori buzzer bila ditinjau dari aktivitasnya, penyerang dan penahan.
“Kalau secara buzzer sebenarnya kembali kor dari si buzzer-nya ya. Buzzer kan kelompok yah, kelompoknya ini dikategorikan sebagai penyerang atau penahan,” sebut Rahaja, Selasa (14/8).
Kebetulan semasa menjadi buzzer politik Rahaja cenderung menjadi buzzer yang bertahan. Dia mencontohkan, bila ada isu panas menyerang pihak yang diusung, Rahaja akan menurunkan tensi tersebut dengan membuat isu baru yang sifatnya bisa menyerang balik.
Kendati terkesan bertahan dengan melancarkan serangan baru, Rahaja berprinsip tidak melakukan black campaign. Dia hanya melakukan negative campaign yang didasarkan pada fakta dan riset dari berita-berita dari media.
ADVERTISEMENT
“Selama gue jadi buzzer gue punya prinsip, gue enggak akan fitnah,” tegas Rahaja.
Selain dari segi aktivitas, buzzer politik juga bisa dirupakan dalam dua wajah, berbayar dan tidak berbayar alias sukarela.
Dalam kategori berbayar, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Zaenal A. Budiyono, menyebutnya sebagai buzzer politik by order.
“Yang by order tentu dia di-order oleh kepentingan politik, kalau dalam bisnis tentu kepentingan bisnis, produk tertentu untuk menaikan penjualan. Kalau dalam politik untuk memenangkan Pilkada, untuk memenangkan Pileg, untuk memenangkan Pilpres,” terang Zaenal kepada kumparan, Rabu (5/8).
Sebagai contoh, Rahaja per bulannya dibayar Rp 6 juta dari aktivitasnya menjadi buzzer politik. Pihak-pihak yang memesan jasanya pun dari kalangan yang beragam.
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Di satu sisi, bayaran Rahaja tergolong lebih tinggi daripada buzzer politik lain yang umumnya UMR DKI Jakarta, karena Rahaja memegang satu jabatan dalam kelompok yang diikuti.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ada pula buzzer yang dengan sukarela “membela” calon tanpa minta diupah sepeser pun. Mereka datang atas dasar loyalitas terhadap calon pemimpin tertentu.
“Dia didorong oleh ideologi tertentu, misalnya memang dia antikorupsi seperti itu, maka ke mana-mana akan menyerukan itu,” jelas Zaenal.
Kemudian, buzzer politik juga bisa dibedakan dari segi tingkatan atau kedudukannya. Ada buzzer politik dalam tingkatan bawah (grassroot) dan juga atas.
Ilustrasi Buzzer (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buzzer (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Buzzer politik dalam tingkat grassroot ini adalah siapa saja yang berangkat dari modal keyakinan. Dia yakin akan pilihannya karena menganggap calon lain tidak sesuai atau bermasalah.
Buzzer politik dalam level grassroot menurut Rahaja cenderung lebih emosional bila terjadi gesekan antardua kubu.
“Kebanyakan yang baper banget sampai dendam itu biasanya grassroot yang enggak ngerti ini itu sekadar permainan,” jelas Rahaja.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan buzzer politik level grassroot, ada juga mereka yang berada di level elite. Mereka adalah sebagian orang yang rela menjadi buzzer karena tujuan tertentu.
“Kalau lu menang, gue dapat jatah,” ucap Rahaja mencontohkan.
---------------------------------------------
Simak pengakuan para mantan buzzer selengkapnya dalam konten spesial Lika-liku Buzzer.