Todung Mulya Lubis: Banyak Pengacara Hitam yang Cuma Cari Uang

14 Desember 2017 18:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketika pengacara bicara korupsi. (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketika pengacara bicara korupsi. (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata “pengacara”? Kemewahan, kehidupan glamor, dengan klien-klien kelas kakap yang “menjamin” kesejahteraan mereka hingga 7 turunan? Well, itu tak salah-salah amat, meski tak semua pengacara.
ADVERTISEMENT
Todung Mulya Lubis, advokat Indonesia pendiri Lubis Santosa & Maramis Law Firm jebolan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) ini, berbagi kisah untuk membawa kita melihat lebih dekat dunia pengacara di Indonesia, dan bercerita tentang alasannya tak mau menangani kasus korupsi.
Kenapa menolak menangani kasus korupsi?
Penghayatan saya atas hukum itu saya peroleh di Lembaga Bantuan Hukum. Pengalaman saya di LBH ikut membentuk filosofi hukum saya bahwa saya harus menegakkan keadilan. Dan keadilan itu sesuatu yang sakral yang harus diputuskan secara objektif oleh kuasa hukum, terutama oleh hakim-hakim di pengadilan.
Keadilan bukan objek yang diperjualbelikan karena itu berdasarkan fakta-fakta objektif yang dipertimbangkan, baik dalam negosiasi maupun proses persidangan dalam pengadilan.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau ada suap menyuap sogok menyogok itu mencerminkan keadilan sudah menjadi objek jual beli. Nah, itu kenapa banyak hakim-hakim ditangkap. Karena mereka menjadikan surat pengadilan objek jual beli.
Kenapa ada jaksa yang ditangkap? Karena ada jaksa yang menjadikan surat pengadilan objek jual beli. Kenapa ada advokat yang ditangkap? Karena kelakuan yang sama .
Itu yang menurut saya terjadi. Saya nggak berani (menilai) berapa persen hakim, jaksa, dan advokat yang terlibat dalam praktik itu. Tapi saya bisa katakan, banyak sekali.
Saya sebagai advokat yang sudah praktik 40 tahun lebih, selalu dapat cerita dari teman-teman advokat bahwa dia dimintai uang sama hakim, sama polisi, juga jaksa. Semua itu bukan hal aneh di telinga saya. Kalau ketemu polisi, jaksa, hakim, ada juga yang bicara terbuka seperti itu.
ADVERTISEMENT
Saya terus terang kecewa dengan profesi hukum di Indonesia karena profesi hukum ini termasuk profesi yang banyak sekali korupsinya.
Saya pribadi dikenal sebagai advokat yang antikorupsi karena saya tidak menangani kasus korupsi. Saya menolak karena komitmen saya. Kalau saya mau, sudah banyak itu yang datang kepada saya. Tapi saya nggak mau walaupun legal fee kasus korupsi itu tinggi sekali. Berapapun minta, pasti dikasih
Saya tidak mengatakan mereka (koruptor) tidak punya hak untuk dibela, tapi saya tidak mau menangani kasus-kasus korupsi. Itu prinsip saya.
Saya dekat dengan KPK. Saya membantu KPK sejak awal sampai sekarang. Itupun ada yang menyebut dirinya hakim dan menelepon saya, minta saya bertemu dengan dia. Untuk apa bertemu kalau nggak minta uang? Saya sebagai kuasa hukum kan nggak boleh ketemu hakim selama persidangan, kecuali saya membawa kuasa hukum pihak lawan.
ADVERTISEMENT
Tapi praktiknya di Indonesia ini banyak advokat yang ketemu hakim secara sepihak. Inilah profesi yang menurut saya harus mengalami pembersihan dalam. Nggak boleh seperti ini dipertahankan terus.
Tapi kan saya nggak bisa bilang apa-apa. Saya memimpin organisasi dan saya tahu tidak mudah mengelola manusia. Walaupun saya kasih khotbah antikorupsi berkali-kali, tetap saja ada korupsi pada profesi ini.
Mereka (yang terlibat korupsi) tidak menyadari bahwa profesi advokat itu adalah profesi yang mulia.
Ilustrasi korupsi. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korupsi. (Foto: Shutterstock)
Negara ini kan harus bersih. Persoalan utama kita sebagai bangsa adalah korupsi. Kalau korupsi terus terjadi, yang paling dikorbankan adalah rakyat banyak. Mereka tidak bisa fight. Mereka itu korbannya.
Misalnya, pembangunan rumah sakit tertunda. Kemudian setelah tertunda, kualitas bangunannya jelek karena uangnya dikorupsi.
ADVERTISEMENT
Yang paling gampang, lihat kasus KTP elektronik. Berapa banyak rakyat Indonesia yang tidak bisa punya KTP elektronik karena dikorupsi?
Ada juga jembatan dan stadion olahraga yang sudah dibangun menggunakan APBN, APBD, tapi ambruk. Kenapa ambruk? Pasti kan kualitas bangunannya jelek. Kenapa jelek? Karena anggarannya dipangkas (dikorupsi).
Nah, berapa persen anggaran yang dipangkas? Misal, untuk mendapatkan suatu proyek katakanlah di satu kabupaten, penentuan anggarannya kan di Jakarta. Dirundingkan di Bappenas, di Departemen Keuangan, kemudian baru di DPR.
Di sana, sudah ada deal berapa persen yang dipotong, nanti di daerah ada deal lagi, dipotong lagi. Ujung-ujungnya mereka cuma dapat 70 persen atau 60 persen. Jadi pastilah kualitas bangunan itu berkurang 30 persen. Rakyat dirugikan, tidak mendapat haknya.
ADVERTISEMENT
Jadi kenapa saya tidak mau menangani kasus korupsi? Karena saya tahu (koruptor) itu betul-betul penjahat yang merampok uang rakyat dan itu tidak bisa dimaafkan. Makanya saya sih setuju hukuman berat kepada koruptor.
Jadi kasus seperti apa yang biasa anda tangani?
Saya banyak menangani kasus perusahaan. Kalau di luar korupsi, saya tangani. Nah, saya sekarang menjadi kuasa hukum beberapa perusahaan konstruksi yang membangun jalan tol, yang membangun jalan kereta api, kereta api bawah tanah.
Kemudian perusahaan-perusahaan minyak. Kasus korporasi, apakah itu perjanjian atau akuisisi, ya itulah yang kami tangani. Memang pasarnya tidak besar seperti pasar-pasar kasus korupsi. Tapi saya ingin hidup tenang, ingin tidak diganggu dengan perasaan bersalah.
ADVERTISEMENT
Tekanan terberat apa yang anda rasakan sebagai pengacara?
Melihat praktik pengadilan yang kotor. Selebihnya sih oke-oke aja. Menurut saya sih, proses hukum di Indonesia sebetulnya sudah cukup maju. Tapi karena sistem peradilan di Indonesia dalam arti luas masih banyak dikontaminasi oleh korupsi, itu membuat saya frustrasi.
Frustrasi karena baik pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau pengadilan, banyak sekali korupsinya.
Ketika pengacara bicara korupsi. (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketika pengacara bicara korupsi. (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Apa yang dimaksud pengacara hitam dan putih?
Dalam pengertian umum, pengacara hitam itu pengacara yang ikut terlibat dalam praktik-praktik korupsi. Setahu saya banyak ya (pengacara hitam). Yang pasti jumlah yang putih sedikit sekali.
Saya nggak mengatakan semua (pengacara hitam). Tapi memang ada banyak pengacara yang ideologinya cuma cari uang. Satu-satunya misi dalam hidupnya hanya cari uang.
ADVERTISEMENT
Padahal misi seorang pengacara adalah menegakkan hukum dan keadilan, bukan bekerja karena uang. Jadi bukan bekerja untuk yang bayar thok.
Apakah memenangi perkara korupsi menaikkan gengsi di kalangan pengacara?
Kalau memenangi perkara itu pasti memberikan nilai lebih. Tetapi harus menang dengan cara-cara bermartabat, cara-cara yang sesuai hukum yang berlaku. Bukan menang asal menang, menghalalkan segala cara.
Apakah ada kriteria khusus untuk pengacara yang bekerja di firma hukum anda?
Kami punya hampir 40 orang (pengacara). Persyaratan utamanya integritas. Nggak boleh ada yang main-main sama jaksa, polisi, dan pengadilan.
Praktik itu mengkhianati bukan saja klien, tapi negara hukum. Mengkhianati keadilan. Kita nggak boleh kompromi soal itu.