Toko Buku Cak Tarno di Mata Keluarga UI

20 Maret 2019 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cak Tarno di kedai buku miliknya. Foto: Facebook/Cak Tarno
zoom-in-whitePerbesar
Cak Tarno di kedai buku miliknya. Foto: Facebook/Cak Tarno
ADVERTISEMENT
Toko buku Cak Tarno di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bukan sekadar tempat berbarisnya buku-buku. Tempat ini adalah salah satu tempat bernaung sivitas akademika FIB UI.
ADVERTISEMENT
Kabar bakal tutupnya toko buku yang jadi favorit mahasiswa UI sejak puluhan tahun lalu ini sontak mengagetkan pecintanya. Apalagi alasannya karena sang pemilik, Sutarno, tak mampu membayar uang sewa tempat.
Oleh karena toko buku Cak Tarno terancam ditutup, mahasiswa dan pengajar di UI mengungkapkan kegelisahannya. Menurut mereka Toko Buku Cak Tarno jangan sampai tutup.
Berikut komentar dari dosen, mahasiswa, dan alumni UI yang tak ingin Cak Tarno tutup:
1. Dosen Filsafat UI Donny Gahral
Dosen Filsafat UI Donny Gahral Adian dalam diskusi 'Menolak Pembusukan Filsafat', Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/2). Foto: Rizki Baiquni/kumparan
Saya kira penting bagi fakultas ya perhatikanlah lagi, memang ada kebutuhan untuk menarik pendapatan dari sewa ruang atau dari apa, tapi saya kira perlu diperhatikan, jangan disamakan antara penjual buku dengan misalnya cafe atau restoran yang memang dia lebih komersial dan memang ada misi kebudayaannya.
ADVERTISEMENT
Kalau ada kenaikan, ya, saya kira ngikutin inflasi saja, jangan sampai kemudian dua kali lipat inflasi. Misalnya inflasi 4 persen ya naikkan 4 persen, inflasi 5 persen ya naikkan 5 persen, jangan kemudian menaikkan setara berlipat ganda semacam itu, ini kan memberatkan.
2. Marcia Audita, alumnus Ilmu Sejarah
Suasana diskusi di kedai buku milik Cak Tarno. Foto: Facebook/Cak Tarno
Pertama kali mengenal Cak Tarno sekitar tahun 2013, saat saya duduk di semester tiga prodi Ilmu Sejarah, FIB UI. Salah satu buku yang saya beli dari beliau adalah "Kekerasan Budaya Pasca 65" karya Wijaya Herlambang.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Cak Tarno memberi saya banyak masukan soal banyak hal, khususnya seputar legitimasi Orba lewat sastra dan film. Suatu kehormatan pula pernah mewawancarainya langsung untuk memenuhi tugas perkuliahan kala itu.
Mereka ramai-ramai berdiskusi dengan Cak Tarno soal sejarah, sastra, filsafat, dan negara. Lewat kecerdasannya yang terlahir autodidak, Cak Tarno mampu bersanding dengan akademisi.
#SaveCakTarno
3. Rizki Baiquni Pratama, alumnus Filsafat UI
Kedai buku Cak Tarno. Foto: Facebook/Cak Tarno
Saya kira universitas perlu menunjukkan keberpihakannya kepada usaha kecil menengah.
ADVERTISEMENT
Nah, jadi menurut saya seharusnya universitas, dalam hal ini Fakultas Ilmu Budaya, yang menunjukkan keberpihakannya lah kepada usaha kecil menengah yang menggalakkan literasi apalagi kan namanya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
Pertama kali masuk kuliah, sempat dapet info bahwa ada toko buku yang asyik di dekat kampus UI. Enggak cuma harganya yang relatif terjangkau, tapi penjualnya bisa berdiskusi semua topik. Apa aja. Bahkan siapa pun bisa diskusi berjam-jam dengannya.
ADVERTISEMENT
Walau sebenernya gue enggak sering-sering banget ke toko Cak Tarno, tapi jadi satu kebanggaan aja buat gue anak UI saat itu, toko Cak Tarno enggak cuma unik dan asik, tapi juga terkenal.
ADVERTISEMENT
Gue baru dari univ Hasanudin di Makassar dan para mahasiswa di sana bahkan bikin Toko Buku "Dialektika" karena mau seperti Cak Tarno di FIB UI yang lebih dari sekedar menjual buku. Eh Cak Tarnonya harus kalah oleh birokrasi dan profit-oriented UI. Gw malu banget sebagai alumnus UI
Saya mengenal Cak Tarno. Selama saya mengenalnya, Cak memang orang yang gemar berdiskusi, dan membaca. Dia juga orang baik.
Ketika saya masih menjadi mahasiswa, baik S1 maupun S2, saya belajar banyak dari dia. Saya sering kali meminta pandangan dan gagasannya. Bahkan, tak jarang saya pun juga mendebatnya atas dasar perbedaan pandangan.
Cak Tarno di kedai buku miliknya. Foto: Facebook/Cak Tarno
ADVERTISEMENT
Jika diibaratkan sebuah dunia, buku adalah jendela dunia. Sementara toko buku adalah suatu bangunan rumah yg menaungi jendela-jendela dunia tersebut. Membuka toko buku berarti membuka suatu konstruksi bangunan yg sekaligus membuka dunia yang selama ini tertutup dalam lembar-lembar halaman buku. Sebaliknya, menutup toko buku berarti membungkam dunia dan menutup rapat perkembangan ilmu.
Hal tersebut yang menjadi kabar belakangan ini. Sebuah toko buku yang selama beberapa tahun membuka ruang-ruang diskusi dan menjelaskan sesuatu yang selama ini kabur sehingga menjadi ilmu pengetahuan akan ditutup.
ADVERTISEMENT