Tradisi Duel Maut Pelajar di Bogor yang Tak Kunjung Surut

2 September 2019 12:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gladiator SMA Foto: Faisal Nu'man/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gladiator SMA Foto: Faisal Nu'man/kumparan
ADVERTISEMENT
Duel antarpelajar di Bogor yang berujung maut menjadi tradisi buruk yang belum juga surut. Baru-baru ini tradisi tersebut kembali menelan korban jiwa.
ADVERTISEMENT
Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky menjelaskan, duel antara pelajar terjadi di wilayah Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Kamis (22/8/2019). Duel berawal dari adanya perseteruan J dan AM.
AM lalu mendorong pelaku J untuk menantang korban duel menggunakan celurit.
“Para tersangka menantang duel kepada korban melalui WhatsApp. Lalu ditentukan lokasi duelnya tersebut di daerah Gunung Putri,” ujar Dicky di Polres Bogor, Cibinong, Bogor, Senin (2/9).
Saat di lokasi duel, korban didampingi dua orang temannya, sedangkan pelaku J ditemani empat orang rekannya.
"Dalam perkelahian tersebut korban akhirnya meninggal karena kena bacokan celurit,” ujar Dicky.
Dicky menambahkan, pelaku dan korban merupakan siswa dari SMK yang mempunyai sejarah permusuhan. “Ini sekolah memang disinyalir sering tawuran. Jadi sudah kayak turun menurun, senior-junior, hanya karena gengsi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Karena kedua tersangka masih tergolong di bawah umur, pelaku dijerat dengan Pasal 338 atau Pasal 351 KUHP atau Pasal 88 ayat 1 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dalam catatan kumparan, sedikitnya ada lima kasus serupa yang pernah terjadi di Kota maupun Kabupaten Bogor, yang terungkap dalam dua tahun terakhir. Duel pelajar karena tradisi yang berujung maut.
Yang paling ramai dibicarakan kasus kematian Hilarius Christian Event Raharjo, seorang pelajar SMA di Kota Bogor. Hilarius tewas di tangan teman-temannya dalam sebuah duel yang telah menjadi tradisi.
Cover Titik Terang Kematian Hilarius Foto: Faisal Nu'man/kumparan
Hilarius merupakan siswa kelas X SMA Budi Mulya di Bogor. Ia meninggal dunia pada 29 Januari 2016 silam, setelah dipaksa melakukan perkelahian satu lawan satu dengan murid SMA Mardi Yuana, yang disebut sebagai tradisi 'bom-boman'.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini merupakan perkelahian ala "gladiator”. Masing-masing pihak bertanding dan berkelahi hingga salah satu di antaranya -- minimal diikuti tiga orang -- menyerah. Biasanya tradisi ini dilakukan menjelang sebuah acara atau pertandingan olah raga besar antar-SMA.
Hilarius adalah korban dari tradisi buruk. Ia dikenal sebagai remaja yang tak bisa berkelahi, apalagi berduel satu lawan satu.'
Awalnya, sang bunda, Maria Agnes, tidak ingin mengusut kematian buah hatinya. Namun, karena perasaan tak enak selalu menggelayutinya, Maria akhirnya berubah pikiran.
Setelah hampir 2 tahun berlalu, pada tanggal 19 September 2018, Maria akhirnya mengizinkan polisi untuk membongkar kembali makam anaknya yang berada di TPU Cipaku, Kota Bogor. Pembongkaran melibatkan tim dokter polisi dari Polda Jawa Barat dipimpin langsung oleh dokter forensik Kompol Ihsan, dibantu tiga staf dan Rumah Sakit Polres Bogor Kota.
ADVERTISEMENT
Dari autopsi yang dilakukan, polisi akhirnya menemukan titik terang meninggalnya Hilarius. Kapolresta Bogor saat itu Kombes Ulung Sampurna Jaya mengatakan, Hilarius meninggal akibat luka di ulu hati.
"Dari hasil autopsi ditemukan kerusakan di organ dalam yaitu luka robek di ulu hati sepanjang 4 cm," kata Ulung, 20 September 2018.
Tak hanya melakukan autopsi, polisi juga memeriksa 17 orang saksi, yang dianggap tahu dan ikut terlibat dalam tradisi 'bom-boman' ini. Beberapa di antaranya sudah menjadi alumni kedua SMA tersebut, namun ada juga yang masih bersekolah.
Tak berselang lama polisi kemudian menangkap BV, HK, TB, dan MS, terduga pembunuh Hilarius. Mereka ditangkap di Bogor, Bandung, dan Yogyakarta.
Keempatnya memiliki peran yang berbeda. BV yang melakukan duel, HK yang menyuruh melakukan, MS yang membiarkan dan menempatkan dan ikut serta, dan TB yang menyuruh melakukan dan menempatkan.
ADVERTISEMENT
Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan penganiayaan hingga menyebabkan kematian dengan ancaman pidana lima tahun penjara.