Ungkap Anggota DPR Penerima Fee e-KTP, Keponakan Setnov Ngaku Diteror

21 November 2018 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Irvanto Hendra Pambudi di KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irvanto Hendra Pambudi di KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera, yang juga keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, mengungkapkan adanya ancaman dari orang yang tidak dikenal usai dia memaparkan sejumlah anggota DPR yang diduga menerima fee proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa kali persidangan, Irvanto memang mengaku telah memberikan uang terkait proyek e-KTP kepada sejumlah anggota DPR dan membelikan tas Hermes untuk mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini.
Irvanto menyebut telah memberikan uang fee kepada Melchias Markus Mekeng dan Markus Nari sebesar SGD 1 juta, ke Chairuman Harahap 1,5 juta dolar AS, Ade Komarudin 700 ribu AS, Agun Gunanjar 1,5 juta AS. Lalu, ke Jafar Hafsah 100 ribu dolar AS, dan Azis Syamsudin sebesar 100 ribu dolar AS.
"Setelah nama-nama anggota DPR yang telah menerima uang dari proyek e-KTP tersebut, pada suatu malam rumah saya telah dilempari botol oleh orang yang tidak dikenal, dan ancaman-ancaman secara verbal," kata Irvanto saat membacakan nota pembelaannya (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/11).
Irvanto dan Made Oka Masagung menjalani sidang pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/11).
 (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Irvanto dan Made Oka Masagung menjalani sidang pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/11). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Menurutnya, teror itu telah membuat keluarganya khawatir, sehingga ia mengajukan perlindungan keamanan kepada KPK pada April 2018. Ia pun menuturkan pengakuan dia atas pemberian uang kepada sejumlah pihak terkait proyek e-KTP adalah benar adanya.
ADVERTISEMENT
"Artinya tidak mungkin keterangan yang mengada-ada karena yang saya pertaruhkan adalah keselamatan keluarga saya," kata Irvanto.
Anggota DPR dan Diah Anggraini yang disebut Irvanto menerima fee proyek e-KTP telah membantah pernyataan tersebut. Irvanto dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Dia dinilai terbukti menjadi perantara uang hasil dugaan korupsi dari proyek e-KTP untuk mantan Ketua DPR Setya Novanto sebesar USD 7,3 juta.
Irvanto sudah mengakui dan menyesali perbuatanya. Ia mengungkapkan, perbuatan yang dia lakukan karena telah diberi janji oleh pengusaha yang ikut dalam proyek e-KTP, Andi Narogong. Irvanto menyebut akan dijanjikan uang Rp 1 miliar dan pekerjaan oleh Andi.
ADVERTISEMENT
"Saya mengaku dan menyesal, saya khilaf karena terlena janji-janji yang diberikan Andi Narogong," ucapnya.
Ia meminta agar majalis hakim yang menangani perkaranya dapat memutus pidana yang rendah dari tuntutan, karena ia merasa hanya menjadi perantara pemberian uang, bukan penerima keuntungan fee proyek e-KTP.
"Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf kepada keluarga, masyarakat dan pemerintah. Saya harap kiranya agar diberikan hukuman yang seringan-ringannya, karena saya yakin hukum itu mengenal kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan," ujar Irvanto.
Hal senada juga disampaikan mantan bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung, yang dituntut bersama-sama dengan Irvanto. Made berharap dapat diberikan putusan yang adil. "Saya harap mendapatkan keadilan dapat putusan nanti," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara ini, jaksa menyebutkan Made Oka Masagung adalah pihak yang mengenalkan Charles Sutanto Ekapradja selaku Country Manager Hewlett Packard (HP) Enterprise Service Indonesia kepada Setnov. Made Oka sempat bicara kepada Charles bahwa Setnov mempunyai pengaruh dalam proyek tersebut.
Pada satu pertemuan, Setnov sempat menanyakan harga satu keping e-KTP kepada Charles. Menurut Charles, harga satu chip senilai USD 2,5 hingga USD 3. Setnov pun sempat menanyakan kemungkinan penggunaan chip dari China guna menekan harga.
Secara terpisah, Irvanto yang juga keponakan Setnov beberapa kali melakukan pertemuan dengan orang-orang dari Tim Fatmawati guna mengondisikan perusahaan yang terafiliasi Andi Narogong menang proyek e-KTP. Perusahaan yang akan memenangkan lelang proyek tersebut sudah disepakati adalah konsorsium PNRI.
Setya Novanto dan Andi Narogong. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A dan Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto dan Andi Narogong. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A dan Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam salah satu pertemuan, dibahas pengondisian spesifikasi alat dalam proyek e - KTP untuk dimenangkan pihak-pihak tertentu. Selain itu, dibahas juga soal penggelembungan harga atau mark-up dalam proyek tersebut yang selisihnya akan digunakan sebagai fee untuk Setnov dan pihak Komisi II DPR. Para rekanan proyek sepakat akan memberikan fee kepada Setnov dan sejumlah anggota DPR sebesar 5 persen dari nilai proyek.
ADVERTISEMENT
Terkait fee untuk Setnov, Irvanto menemui Riswan alias Iwan Baralah yang merupakan Marketing Manager Inti Valuta Mas Sukses Money Changer. Kepada Iwan, Irvanto mengaku punya uang di Mauritius dan ingin menariknya secara tunai di Jakarta, namun tanpa melakukan transfer.
Iwan kemudian berkoordinasi dengan July Hira terkait permintaan Irvanto itu. Iwan meminta July menyiapkan orang atau perusahaan yang dapat menjadi tempat pengiriman uang yang belakangan diketahui dari Johannes Marliem, rekanan proyek e-KTP.
Dalam rentang waktu Januari hingga Februari 2012, Irvanto menerima kiriman uang dari Johannes Marliem sebesar USD 3,5 juta melalui Iwan. Caranya, Iwan sudah menyiapkan rekening orang dan perusahaan di Singapura dan hal tersebut diinformasikan kepada Irvanto.
Irvanto lantas meminta Johannes Marliem mengirimkan uang kepada rekening-rekening tersebut. Setelah uang dikirimkan ke rekening-rekening tersebut, Irvanto di Jakarta menerima uang tunai sejumlah yang sama dari Iwan, yakni USD 3,5 juta
ADVERTISEMENT
Tak hanya melalui Irvanto, fee untuk Setnov juga dikirimkan melalui Made Oka. Made Oka selaku pemilik OEM Investment Pte.Ltd menerima fee untuk Setnov sebesar USD 1,8 juta dari Johannes Marliem.
Ia kembali menerima uang sebesar USD 2 juta dari Anang Sugiana yang ditujukan untuk Setnov. Uang itu disamarkan dengan perjanjian penjualan saham sebanyak 100 ribu lembar milik Delta Energy PTE.LTD di Neuraltus Pharmaceutical Incorporation, suatu perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum negara bagian Delaware, Amerika Serikat.
"Meskipun di persidangan terdakwa II (Made Oka) mengatakan uang itu merupakan uang hutang dari Anang. Namun kesaksian itu dibantahkan dengan kesaksian Andi Narogong dan Anang," kata jaksa.
Made Oka lantas menemui Hery Hermawan selaku Direktur PT Pundi Harmez Valasindo dan mengaku bahwa ia mempunyai sejumlah uang di Singapura. Ia juga menyampaikan kepada Hery ingin akan menarik secara tunai uang tersebut di Jakarta tanpa melakukan transfer dari Singapura.
ADVERTISEMENT
Hery yang berkoordinasi dengan July Hira kemudian memberikan uang tunai secara bertahap kepada Made Oka. Sementara uang Made Oka di Singapura diberikan kepada Hery dan July. Total uang yang diterima Irvanto dan Made Oka untuk Setnov adalah sebesar USD 7,3 juta
Made Oka juga disebut pernah mengirimkan uang USD 315 ribu dari Johannes Marliem kepada Irvanto. Uang yang dikirim melalui rekening Muda Ikhsan Harahap kemudian diterima Irvanto di rumahnya.
Atas perbuatannya, Irvanto dan Made Oka dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.