LIPSUS, Bencana Asap Nasional, Kondisi Kebakaran Hutan di Riau

Upaya Padamkan Karhutla: Menginjak Tanah Panas, Mencari Sumber Air

19 September 2019 17:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi kebakaran hutan dan lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa (17/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kebakaran hutan dan lahan di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan, Riau, Selasa (17/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Beragam cara untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau telah ditempuh. Mulai dari pemadaman dengan regu kecil hingga operasi hujan buatan yang melibatkan TNI Angkatan Udara pun sudah dicoba. Namun asap belum kunjung sirna.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan asap tak kunjung hilang. kumparan bersama anggota Polsek Tambang, Polres Kampar, Polda Riau, mengunjungi salah satu lokasi titik api karhutla di belakang perumahan Grapari. Asap memang masih terlihat mengepul. Dan tanah gambut di pijakan kami terasa panas.
“Hati-hati melangkahkan kaki, ini tanah gambut, masih panas,” kata Kapolsek Tambang, Iptu Jurfredi, di lokasi, Kamis (19/9).
Kapolsek Tambang, Iptu Jurfredi memadamkan lahan gambut yang masih berasap di kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Pekanbaru, Riau. Foto: Andreas Ricky/kumparan
Jurfredi siang itu memimpin sebuah regu kecil yang terdiri dari 6 orang gabungan dari Polsek Tambang dan Polres Kampar. Mereka berupaya melakukan pendinginan di lahan gambut seluas 4 hektar tersebut. Mirisnya, lahan hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah warga.
“Jadi kenapa masih ada asap, karena api masih ada di bawah. Yang terbakar tak hanya yang di atas, namun juga di bawah, mari saya buktikan,” katanya.
Proses pendinginan Karhutla di kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Pekanbaru, Riau. Foto: Andreas Ricky/kumparan
Jurfredi lantas menyiramkan air menghujam tanah. Benar saja, asap mengepul dari celah-celah tempat air disemburkan.
ADVERTISEMENT
“Itu tandanya gambut, dia susah padam, kalau yang bagian bawah tidak padam. Api juga ada di bawah,” katanya.
Jurfredi dkk harus bergelut dengan hawa panas yang keluar dari dalam tanah, yang bisa mencederai jika salah seorang jatuh atau kehilangan keseimbangan.
Selain itu, Jurfredi terkendala pasokan air, meski ia telah memiliki mesin penyedot air yang memadai. Sumber air terdekat terletak 200 meter dari titik api. Jurfredi tak punya selang sepanjang itu.
“Alhasil pakai mobil tangki, masuk isi air, keluar lagi, lalu baru masuk ke sekitar titik api ini. Begitu prosesnya kira-kira 30 menit,” ucapnya.
Petugas Manggala Agni Daops Pekanbaru berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di perkebunan sawit milik warga di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, Riau, Rabu (4/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Jurfredi sebetulnya memiliki solusi yang cenderung lebih baik, yakni membuat sumur bor di sekitar titik api. Sumur sedalam 4 sampai 6 meter pasti bisa menemui air tanah.
ADVERTISEMENT
“Prosesnya paling hitungan jam kalau warga biasa itu. Nanti jika sudah, cepat kita, tergantung kekuatan mesin saja, karena air pasti ada terus,” katanya lagi.
Jurfredi sebenarnya tinggal menunggu izin dari Badan Restorasi Gambut agar idenya bisa dilakukan.
Langkah ini pernah dilakukan olehnya saat menjabat Kanitreskrim Polsek Tambang. Kala itu, sumur bor menjadi solusi yang efektif. Mereka bahkan memiliki 200 sumur bor saat kebakaran hutan di tahun 2017.
Proses pendinginan Karhutla di kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Pekanbaru, Riau. Foto: Andreas Ricky/kumparan
“Ada 200, tapi sekarang di tempat sumur itu sudah jadi perumahan. Maka tak ada lagi lahan, lalu lahan (kebakaran) juga berpindah, mesti buat lagi kita,” katanya.
Sementara itu, ada sekitar 18 orang personel polisi gabungan yang bertugas memadamkan api. Mereka bertugas bergilir. Dalam satu hari 6 orang bertugas. Setiap jam, 2 hingga 3 orang patroli ke dalam hutan, melawan panas, mencari titik api, dan mendinginkanya.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak tahu ini lahan 4 hektar bisa padam kapan. Yang jelas, setiap hari harus ada pendinginan,” ujar Jurfredi sembari memandang hamparan lahan tempatnya berjibaku.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten