Usai Kasus Adelina, RI-Malaysia Segera Bahas MoU Ketenagakerjaan Baru

2 Maret 2018 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mentri Hanif Dhakiri dengan Dubes Malaysia (Foto: Dok. Kemenaker)
zoom-in-whitePerbesar
Mentri Hanif Dhakiri dengan Dubes Malaysia (Foto: Dok. Kemenaker)
ADVERTISEMENT
Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato' Seri Zahrain Mohamed Hashim, angkat bicara mengenai terbunuh TKW Adelina. Menurutnya, cara agar insiden ini tak terulang, RI-Malaysia harus duduk bersama membicarakan isu-isu ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Keterangan tersebut disampaikan Zahrain usai bertemu Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri. Dalam kesempatan tersebut dirinya menyampaikan undangan resmi kepada Hanif untuk terbang ke Malaysia membahas pembaharuan kesepakatan tenaga kerja kedua negara.
"Jadi karenanya, cara untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara regulasi. Pemerintah kedua negara harus duduk satu meja," kata Zahrain di kantor Kemenaker, Jumat (2/3).
Zahrain berharap, lawatan Hanif ke Malaysia pertengahan Maret mendatang dapat menghasilkan nota kesepahaman (MoU) baru soal ketenagakerjaan kedua negara.
"MoU itu targetnya pada SOP yang diterima dua negara. Jadi dalam pertemuan ini saya harap nanti pandangan rakyat lebih bersama dengan kita," ujarnya.
Pada pertengahan Febuari lalu saat kasus terbunuhnya Adelina mencuat, Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi, berharap pembahasan kesepakatan perjanjian baru ini akan tercipta win-win solution bagi kedua negara. Sehingga, tidak ada pihak yang merasa dirugikan
Mentri Hanif Dhakiri dengan Dubes Malaysia (Foto: Dok. Kemenaker)
zoom-in-whitePerbesar
Mentri Hanif Dhakiri dengan Dubes Malaysia (Foto: Dok. Kemenaker)
Dalam kesempatan berbeda, Ahmad menyatakan, pembaharuan kesepakatan dilakukan untuk mencegah moratorium pengiriman TKI ke negaranya. Dia mengatakan, kebijakan itu akan merugikan RI-Malaysia.
ADVERTISEMENT
"Kami menyampaikan keprihatinan jika laporan media Indonesia soal rencana menghentikan pengiriman pembantu rumah ke negara ini karena kasus yang sangat jarang benar-benar akan dilakukan," kata Hamidi.