news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

UU MD3 Berlaku, Pengkritik DPR Bisa Dipidana

14 Maret 2018 7:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung DPR/MPR RI (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung DPR/MPR RI (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Revisi UU MD3 menuai kritik dan kontroversi di semua kalangan publik. Karena, setelah berlakunya revisi UU MD3 kekebasan semua pihak untuk menyatakan kritik terhadap anggota DPR akan berhadapan dengan hukum dan diancam pidana penjara.
ADVERTISEMENT
Salah satu poin dari revisi UU MD3 yang menjadi perdebatan publik yakni pasal 122 huruf k di revisi UU MD3, yang secara implisit menyatakan pengkritik DPR bisa dipidana.
Keresahan masyarakat ini ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo yang enggan menandatangani revisi UU MD3. Ia menyebut draf revisi UU MD3 yang sudah disahkan DPR sudah ada di mejanya tapi belum juga dibubuhkan tandatangannya.
Presiden Joko Widodo. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
Presiden Jokowi menjelaskan alasannya tidak menandatangani UU MD3 yang telah disahkan DPR melalui rapat paripurna. Menurutnya, perlu ada kajian terhadap poin-poin hasil revisi UU MD3 terutama pasal-pasal yang membuat polemik di masyarakat.
"Saya memahami keresahan yang ada di masyarakat. Banyak yang mengatakan ini hukum dan etika dicampur. Itu pendapat yang saya baca, dengar di masyarakat saya rasa kita tidak ingin penurunan demokrasi kita. Tapi sampai saat ini emang sudah sampai dan belum saya tanda tangan," ujar Jokowi beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Namun, mau apa dikata, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Revisi UU MD3 tetap saja akan mulai berlaku pada Rabu (14/3). Sebab, Kemenkum HAM mengkonfirmasi sudah mencatat revisi UU tersebut dalam lembaran negara dan diberikan nomor.
Agus Hermanto, salah satu pimpinan DPR RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Agus Hermanto, salah satu pimpinan DPR RI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menegaskan bahwa UU tersebut sudah sah. Karena revisi UU MD3 disahkan di paripurna DPR pada 12 Februari lalu.
"Bahwa UU tersebut sudah sah untuk dilaksanakan karena memang dalam kurun waktu satu bulan apabila presiden tidak menandatangani, berarti UU itu secara otomatis bisa berlaku," kata Agus di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/3).
"Sehingga UU MD3 sudah bisa diberlakukan. Seandainya ingin melaksanakan perubahan sesuai dengan UU MD3 yang baru tentunya itu sudah bisa dilaksanakan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi sempat mempertimbangkan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengoreksi pasal-pasal kontroversial di revisi UU MD3. Namun, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Jokowi telah memutuskan tak akan menerbitkan Perppu tersebut.
"Negara ini adalah negara demokratis, terbuka dan mempersilakan siapa saja. Tadi saya sudah menjelaskan ya sekuelnya kan seperti itu, kalau melihat dari apa yang saya jelaskan ya, seperti yang saya katakan ini kan bukan suatu hal kegentingan yang sangat memaksa (untuk bikin Perppu)," ucap Pramono, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/3).
Dia mengatakan, Jokowi tetap menerima aspirasi publik terkait polemik UU MD3 tersebut. Namun, hasil revisi tersebut bukan lagi ranah milik pemerintah dan DPR, tetapi masyarakat. Sehingga, ia mempersilakan masyarakat untuk mengajukan judicial review ke MK jika merasa keberatan.
ADVERTISEMENT
"Kalau sudah diundangkan bukan lagi menjadi domainnya pemerintah maupun DPR kalau masih ada yang keberatan kan orang bisa melakukan gugatan judicial review di MK," lanjutnya.
Yang jelas, Pramono menegaskan, UU MD3 bukan sebuah kegentingan yang memaksa Jokowi untuk mengeluarkan Perppu.
"Ya pokoknya kalau besok nomornya keluar, kan keluar. Ya masa Presiden kok mendukung atau tidak mendukung (judicial review). Ya itu adalah hak yang dimiliki oleh semua warga," ucap Pramono.