Vihara Satya Dharma Benoa, dari Nelayan untuk Nelayan

5 Februari 2019 18:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Vihara Satya Dharma, Benoa, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Vihara Satya Dharma, Benoa, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Sekitar dua puluh tahun yang lalu, sejumlah warga etnis Tionghoa dari Sumatera dan Jawa merantau ke Pulau Bali. Sebagian besar dari mereka memutuskan untuk mencari peruntungan dengan melaut, meski tahu resiko yang dihadapi tidak mudah.
ADVERTISEMENT
Meski laut menjadi sumber penghidupan, bukan tidak mungkin ia menjadi ganas dan menelan nyawa. Pasrah pada kuasa, adalah satu-satunya jalan yang diyakini para nelayan.
Keyakinan itulah yang kemudian menggelorakan semangat etnis Tionghoa perantau itu untuk membangun Vihara Satya Dharma di Jalan Raya Pelabuhan Benoa, Pulau Bali. Mereka bahu membahu membangun vihara megah di atas tanah seluas 8.200 meter kubik.
Setelah vihara jadi, sebelum melaut mereka selalu menyempatkan diri untuk datang. Mereka berdoa, meminta keselamatan baik untuk awak, kapal, dan laut yang akan disusuri.
Ketua Pelaksana Harian Vihara Satya Dharma. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
"Jadi setiap kali kita mau berangkat kerja kita pamit dulu sembahyang semi pulang sembahyang semi. Jadi yang diutamakan adalah doa untuk keselamatan, " kata Ketua Pelaksana Harian Vihara Satya Dharma kepada wartawan, Selasa (5/2).
ADVERTISEMENT
Jalan Raya Pelabuhan Benoa dipilih sebagai lokasi karena merupakan pintu masuk ke Denpasar, Bali, melalui jalur laut. Selain itu, di pelabuhan itu jugalah kapal-kapal nelayan bersandar.
Dengan lokasi yang berdekatan diharapkan nelayan dapat meluangkan waktu dengan baik. Jarak antara pelabuhan dan vihara ini hanya sekitar 1,4 km.
"Dulu sempat menyewa di Jalan Palapa (Kota Denpasar) tetapi jaraknya agak jauh maka kita minta izin ke Pelindo untuk dibangun vihara di dekat sini, " lanjut dia.
Suasana di Vihara Satya Dharma, Benoa, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Tahun 2012 lalu, bangunan khas Tiongkok ini pun didirikan. Patung Dewa Nezha sebagai panglima laut pun dijadikan dewa utama. Dewa Ma Cho sebagai dewa penguasa laut juga menjadi bagian tak terpisahkan.
ADVERTISEMENT
"Agar semua nelayan terlidungi dengan baik dan aman, " kata dia memaknai dewa itu.
Seiring berjalannya waktu, para nelayan dari seluruh dunia juga melantunkan doa di vihara ini. Saat beristirahat atau tengah memindahkan ikan mereka ke kapal lain. Belakangan, para peziarah tidak hanya pelaut. Siapa saja yang ingin berkat datang ke vihara itu.
Suasana di Vihara Satya Dharma, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Akhirnya, tahun 2017 lalu, patung dewi Kwan Im pun dibangun setinggi 18 meter. Harapannya, para pengunjung juga bisa memanjatkan doa kepada dewi yang melambangkan kesempurnaan hidup.
"Sekarang Vihara ini jadi satu tujuan objek wisata rohani, kami bersyukur untuk itu, " kata dia.