Vonis Bebas bagi Pemerkosa Anak Joni dan Jeni Dinilai Janggal

23 April 2019 18:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekerasan seksual Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan seksual Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Joni (14) dan Jeni (7) --bukan nama sebenarnya-- adalah kakak-beradik yang mendapat kejahatan seksual oleh ayah temannya. Ketika mereka hendak bermain ke rumah Alia (bukan nama sebenarnya), Joni dan Jeni diperkosa berulang kali oleh Hendra (41), ayah Alia. Kejadian ini sudah berlangsung bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong Kelas 1 A malah membebaskan Hendra. Putusan dibacakan pada 23 Maret 2019.
Putusan yang diketuai hakim Muhammad Ali Askandar itu mendapat kecaman banyak pihak, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK. APIK menilai ada kejanggalan pengadilan dalam memutus perkara tersebut.
"Majelis hakim memutus bebas Hendra dengan pertimbangan bahwa tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian perkara," kata Koordinator Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Uli Arta Pangaribuan, dalam keterangannya, Selasa (23/4).
Uli mengaku mengetahui kejanggalan ini berdasarkan laporan keluarga dan jaksa penuntut umum. Menurutnya, selama persidangan, hakim yang memeriksa Hendra hanya satu orang, namun dalam sidang putusan disebutkan ada tiga orang.
ADVERTISEMENT
Menurut Uli, pada proses pemeriksaan, hakim memerintahkan Joni dan Jeni tidak diperbolehkan didampingi orang tua. Keluarga juga tidak diberitahu tentang perkembangan persidangan.
"Di persidangan, Joni dan Jeni dipertemukan dengan pelaku di ruang sidang tanpa didampingi oleh orangtua dan pendamping. Pelaku pada saat pemeriksaan di persidangan sudah mengakui pernah melakukan," kata Uli dalam keterangannya,
"Dari hasil visum Joni dan Jeni, terbukti pelaku telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak," ujar Uli.
Ilustrasi pelecehan seksual Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Terlebih, lanjut Uli, kasus kekerasan seksual yang dialami oleh kakak-beradik itu sudah berlangsung cukup lama dan terjadi berulang kali semenjak Joni berumur 12 tahun dan Jeni berumur 4 tahun.
Hendra sebelumnya dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp 30 juta. Dia dianggap melanggar Pasal 81 ayat 2 dan Pasal 82 UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, LBH Apik Jakarta dan MaPPI FHUI, menuntut:
1. Meminta Kepada Mahkamah Agung menjatuhkan putusan kasasi kepada pelaku yang sedang diajukan oleh jaksa penuntut umum sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 tahun 2015 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2. Meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim yang memeriksa perkara J&J karena membebaskan pelaku perkosaan Anak.
3. Meminta aparat penegak hukum mempertimbangkan dan mengembangkan alat bukti yang lain yaitu keterangan saksi korban, disamping alat bukti lain sesuai dengan mandat KUHAP dan UU Perlindungan Anak
4. Meminta Mahkamah Agung agar terus melakukan sosialisasi PERMA dan meminta seluruh hakim menjalankan PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan Dengan Hukum
ADVERTISEMENT
5. Meminta LPSK untuk memberikan pemulihan kepada korban dan keluarganya dari trauma seta kerugian materil akibat kasus ini.
6. Meminta kepada LPSK memberikan Perlindungan pada korban dan keluarganya karena pelaku bertempat tinggal dekat dengan rumah korban.
7. Mendorong kepada DPR agar segera membahas dan mengesahkan RUU P- KS ( Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) agar tidak ada kasus serupa terjadi kepada para pencari keadilan dalam kasus-kasus kekerasan seksual.
8. Negara harus memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan kepada korban dan keluarga korban. Negara tidak boleh abai dalam kasus ini.