Wahid Foundation Lawan Intoleransi dan Radikalisme lewat Desa Damai

8 Februari 2019 13:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana acara Nusantara oleh Wahid Foundation. Foto: Efira Tamara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana acara Nusantara oleh Wahid Foundation. Foto: Efira Tamara/kumparan
ADVERTISEMENT
Wahid Foundation menginisiasi program desa damai yang dibentuk untuk mengadang intoleransi dan radikalisme mulai dari lingkungan desa. Program desa damai ini juga digerakkan oleh perempuan. "Jadi seperti kita sama-sama tahu bahwa gejala intoleransi mulai menjalar bahkan sampai ke desa-desa dengan adanya sosial media, dengan adanya sarana aplikasi, komunikasi. Komunikasi yang sedemikian canggih ini jadi salah satu sarana penyebaran informasi yang sangat dahsyat," ujar Co Founder Wahid Foundation Yenny Wahid dalam acara 'Nusantara,' di The Sultan Hotel, Jakarta, Jumat (8/2). Yenny menjelaskan, dari riset yang dilakukan Wahid Foundation, dalam beberapa tahun terakhir jumlah kasus intoleransi terus meningkat. Namun, Yenny menjelaskan hal ini bukan berarti Indonesia enggan tak suka dengan adanya perbedaan. "Paparan intoleransi ini dampak dari bahasa keagamaan dan perasaan bahkan kebencian terhadap mereka yang berbeda keyakinan, agama, etnis status ekonomi, atau pandangan, bahkan pilihan politiknya," jelasnya.
Yenny Wahid di Diskusi Publik Wahid Foundation. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Namun, Yenny optimistis, desa-desa di Indonesia bisa menjadi solusi atas munculnya intoleransi yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Menurut dia, dari desalah tumbuh keberagaman dan saling rangkul antarwarga. "Tetapi justru di desa kita menemukan adanya jawaban atas persoalan-persoalan intoleransi tersebut. Di desa, banyak kita temukan kearifan lokal. Di desa, banyak kita temukan kekuatan-kekuatan untuk menangkal menyebarnya intoleransi ke seluruh penjuru tanah air," jelasnya. Sejauh ini, ada 9 desa yang telah mendeklarasikan sebagai desa damai. Yenny menginginkan agar semangat 9 desa ini bisa terus menyebar ke desa-desa lainnya.  Adapun 9 desa dan kelurahan yang telah berkomitmen menjadi desa dan kelurahan damai yaitu Desa Tajurhalang dan Kelurahan Pengasinan di Jawa Barat, Desa Gemblengan dan Nglinggi di Jawa Tengah, Desa Guluk-Guluk, Prancak, Payudan Dundang, Candirenggo, dan Sidomulyo di Jawa Timur. Dalam kesempatan itu, Wahid Foundation juga merilis 9 indikator yang menunjukkan ciri-ciri desa atau kelurahan damai. Indikator tersebut yaitu komitmen mewujudkan perdamaian, pendidikan, kedua penguatan nilai perdamaian dan kesetaraan gender, ketiga, praktik nilai-nilai persaudaraan dan toleransi dalam kehidupan warga.  Keempat, adanya penguatan nilai dan norma kearifan lokal, sistem deteksi dini pencegahan intoleransi, sistem penanganan cepat, penanggulangannya, pemulihan kekerasan, peran aktif perempuan di semua sektor masyarakat. Kemudian adanya pranata bersama yang mendapat mandat untuk memantau pelaksanaan desa dan kelurahan damai. Lalu, adanya ruang sosial bersama antarwarga masyarakat. Dalam acara ini, hadir pula Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, serta Ketua Komisioner Komnas Perempuan Azriana. 
ADVERTISEMENT