Walhi Kritisi Teknologi Peyeumisasi Pengeloaan Sampah Kota Bandung

21 Maret 2019 17:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat mengkritik teknologi ‘peyeumisasi’ atau pemeraman yang diuji coba Pemkot Bandung untuk mengatasi problem sampah.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Walhi Jabar, Dadan Ramdan, teknologi ‘peyeumisasi’ berlawanan dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2018 tentang penanganan sampah.
Dalam regulasi tersebut, kata Dadan, penanganan sampah mesti terpilah: organik dan an-organik. Masyarakat wajib memperoleh pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.
“Teknologi ‘peyeumisasi’ tidak selaras dengan kebijakan pengelolaan sampah yang dibuat oleh Pemda Kota Bandung,” ucap Dadan di Sekretariat Walhi Jabar di Bandung, Kamis (21/3/2019).
Dengan teknologi ‘peyeumisasi’, sampah tak perlu dipilah. Sampah cuma perlu ditumpuk dalam kotak bambu. Nantinya, tumpukan sampah diguyur bioaktivator untuk menghilangkan kandungan cair dan mempercepat proses penguraian.
Selang tiga hari, sampah sudah tak berbau. Dan pada hari kelima sampai hari kesepuluh, sampah sudah bisa dicacah menjadi pelet. Kemudian, pelet dapat dikonversikan menjadi energi listrik.
ADVERTISEMENT
Jika melihat proses tersebut, kata Dadan, penanganan sampah terkesan mudah dan cepat. Namun, lanjut Dadan, proses tersebut bakal menimbulkan problem baru.
Walhi Jawa Barat. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
Dadan mengatakan, untuk mengubah sampah menjadi pelet diperlukan energi panas dengan suhu 500-1.000 derajat. Hal itu tentu memerlukan energi berlimpah.
“Selain dibutuhkan banyak energi, mengolah sampah tercampur sangat berbahaya. Karena material dalam jenis sampah organik bisa tercampur dengan sampah logam dan sampah yang mengandung kimia berbahaya,” katanya.
Oleh karena itu, Dadan mendesak Pemkot Bandung untuk tak menggunakan teknologi ‘peyeumisasi’ dalam penanganan sampah dan kembali merujuk regulasi.
Selain itu, Dadan meminta Pemkot Bandung untuk kembali mengolah sampah organik secara biologis. Apalagi, dana yang dibutuhkan untuk menjalankan teknologi ‘peyeumisasi’ tergolong besar.
ADVERTISEMENT
“Untuk mendirikan satu tempat pengolahan saja dibutuhkan dana sebesar Rp 200 juta. Dan itu cuma bisa mengolah sekitar 1-3 ton sampah per hari. Sedangkan, sampah di Kota Bandung mencapai 1.500 ton per hari,” katanya.