Wig dan Bulu Mata Palsu, Tumpuan Hidup Ekonomi Korea Utara

8 Mei 2019 12:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bulu mata palsu. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bulu mata palsu. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Korea Utara mengalami krisis berkepanjangan setelah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menjatuhkan sanksi ekonomi untuk menekan misi nuklir dan rudal balistik. Akibatnya, negara yang dipimpin Kim Jong Un itu terhambat dalam kegiatan ekspor andalan mereka, seperti batu bara, elektronik, hingga produk makanan.
ADVERTISEMENT
Sanksi ini tentunya berdampak pada kehidupan rakyatnya. Pengangguran kian banyak, pabrik-pabrik milik negara ditutup, anak-anak sekolah di Pyongyang juga bolos sekolah untuk menjual arang dari rumah ke rumah.
Polisi wanita mengatur lalu lintas di Pyongyang. Foto: REUTERS/Damir Sagolj/
"Kami menjadi tidak bisa melakukan pekerjaan yang kami jalani," kata seorang operator pabrik elektronik Korea Utara dilansir New York Post yang mengutip koran Asahi, Rabu (8/5).
Satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan menjual rambut (wig) dan bulu mata palsu. Barang-barang yang memasukkan rambut sintetis diklasifikasikan sebagai produk kerajinan dan tidak dilarang dari sanksi PBB.
Ilustrasi wig. Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan
Mengambil keuntungan dari celah ini, pabrik milik negara di Korea Utara meningkatkan produksi dan membangun kemitraan dengan China di kota-kota perbatasan seperti Dandong. Asahi menyebutkan peningkatan ekspor Korut melesat hingga 100 persen karena wig dan bulu mata palsu mereka kian dicari.
ADVERTISEMENT
"Saat ini, kami tidak memiliki cara lain," kata seorang pengusaha Korea Utara kepada calon mitra China.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, tiba di Pyongyang, Korea Utara. Foto: KCNA via REUTERS
Beberapa perusahaan Korea Utara menawarkan sampel produk rambut dengan penjelasan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Tak menutup kemungkinan pula ada beberapa tengkulak China yang mengekspor bulu mata palsu dan wig Korut ke Jepang dengan dilabeli "Made in China". Namun, hal ini sama sekali tak merugikan Korut karena China adalah negara penyumbang ekspor terbesar.
Warga Korut di stasiun kereta bawah tanah. Foto: REUTERS/Damir Sagolj
Kendati demikian, China tetap mematuhi sanksi PBB untuk tidak mengimpor produk jenis lain. Sebelumnya, ekspor Korut ke China untuk produk tambang dan makanan anjlok 88 persen pada tahun 2018, lebih jatuh dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, pada Februari 2019, Korea Utara mengekspor barang-barang olahan rambut sekitar £ 13,69 juta atau setara Rp 256 miliar ke China.
ADVERTISEMENT