Wiranto Tolak PKPU soal Koruptor Nyaleg: Nanti Ada Kesemrawutan Hukum

7 Juni 2018 15:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wiranto berbincang dengan Arief Budiman (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
zoom-in-whitePerbesar
Wiranto berbincang dengan Arief Budiman (Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
ADVERTISEMENT
Meski ditolak berbagai pihak, KPU berkukuh untuk tetap melarang mantan napi korupsi jadi caleg di Pemilu 2019. Menkopolhukam Wiranto mengaku akan menyelesaikan polemik tersebut. Ia akan menggandeng sejumlah lembaga terkait untuk mencari solusi polemik ini.
ADVERTISEMENT
“Tiba-tiba ada PKPU, enggak boleh. Nanti kan ada kesemrawutan hukum. Nah tugas saya, tugas Kumham untuk menata hukum itu. Sehingga pasti. Sehingga jelas. Ini pun saya rapatkan lagi nanti (bersama KPU, Bawaslu dan Menkumham),” ucap Wiranto, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).
Wiranto menyebut, semangat dan tujuan dari aturan tersebut sebenarnya baik. Ia juga menilai, tak selayaknya seorang mantan napi korupsi mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.
“Tapi caranya juga enggak boleh salah. Sementara ini caranya kan lewat PKPU, padahal ada satu semangat UU bahwa tingkat peraturan perundangan di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan UU yang di atasnya,” kata Wiranto.
Kotak Suara Baru KPU (Foto: Antara/Reno Esnir)
zoom-in-whitePerbesar
Kotak Suara Baru KPU (Foto: Antara/Reno Esnir)
Aturan tentang mantan narapidana yang boleh mendaftarkan diri menjadi caleg tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) disebutkan:
ADVERTISEMENT
Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga disebutkan, seorang napi bisa kembali dipilih masyarakat selama hukuman pidananya tidak lebih dari 5 tahun.
Wiranto tak ingin berkomentar lebih jauh saat ditanya soal apakah sebaiknya UU Pemilu sebaiknya direvisi, atau PKPU yang tak boleh disahkan. Ia menyebut, akan membicarakan hal itu bersama institusi terkait untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Justru itu makanya jangan sampai ada kesemrawutan hukum. Yang bisa menimbulkan kegaduhan masyarakat. Tugas kita kan membuat masyrakat tentram. Sebelum cuti Lebaran mudah-mudahan semua yang membuat gaduh, yang membuat enggak tentram, ya kita tentramkan dulu,” tutupnya.
ADVERTISEMENT