WNI Kombatan Suriah yang Rencanakan Aksi Teror Bisa Dipidana 15 Tahun

25 Mei 2018 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Serangan jet Suriah di Ghouta (Foto: AFP/Abdulmonam Eassa)
zoom-in-whitePerbesar
Serangan jet Suriah di Ghouta (Foto: AFP/Abdulmonam Eassa)
ADVERTISEMENT
RUU Antiterorisme telah resmi disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna DPR yang digelar pada Jumat, (25/5). Berbagai aturan dan sanksi baru terhadap terduga teroris di UU Antiterorisme pun semakin komprehensif.
ADVERTISEMENT
Salah satunya, aturan terkait seseorang yang pernah terafiliasi dan mengikuti pelatihan militer di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan UU yang baru disahkan, mereka yang mengikuti pelatihan militer dengan tujuan melakukan aksi terorisme dapat dikenakan pidana. Hal itu tertuang dalam pasal 12B UU Antiterorisme yang baru disahkan.
Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafi’i menjelaskan, jika kemudian orang yang pernah berangkat ke negara konflik seperti Suriah perlu di-assesment terlebih dahulu.
Assessment ini untuk membuktikan apakah yang bersangkutan pernah mengikuti pelatihan militer atau bahkan menjadi kombatan, dan setelah kembali ke Indonesia ingin melakukan aksi terorisme. Karena, jika terbukti, maka dia bisa dikenakan pidana dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan paling lama 15 tahun.
Ketua pansus RUU Antiterorisms Muhammad Syafi'i (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua pansus RUU Antiterorisms Muhammad Syafi'i (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
“Yang melakukan assesment ini adalah BNPT. Kalau kemudian dia memang belum terpapar mungkin bisa diikutsertakan di dalam program kontra radikalisasi. Tapi kalau memang dia terpapar, dia bisa diikutkan dalam program deradikalisasi," katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau memang dia terbukti telah melakukan kejahatan dan akan melakukan kejahatan, ini baru dikenakan hukuman,” lanjut dia.
Senda dengan Syafi'i, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, UU Antiterorisme yang baru disahkan bisa menjerat seseorang yang baru kembali dari negara konflik ke Indonesia. Dengan ketentuan, yang bersangkutan pernah mengikuti pelatihan militer dan akan melakukan aksi teror di dalam negeri.
“Nanti kan mereka kembali bisa dijerat dengan UU ini,” ujar Yasonna.
Hanya saja, Yasonna tak bisa menjelaskan secara rinci terkait teknis dari proses pemidaan WNI mantan kombatan tersebut. Yang jelas, kata dia, ketentuan tersebut akan ditangani oleh Polri.
Yasonna Laoly di upacara Bakti Pemasyarakatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yasonna Laoly di upacara Bakti Pemasyarakatan. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
“Kalau dia balik kan berarti dia event-nya di situ. Jadi nanti kita lihat. Teknik penyidikannya, biarlah Polri yang mengaturnya. Nanti kita lihat saja teknisnya, kita serahkan ke polisi,” pungkas politikus PDIP itu.
ADVERTISEMENT
Yasonna juga memastikan, pemerintah dan penegak hukum akan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.
“Kita harap, kita tetap menjunjung HAM. Dalam pandangan pemerintah juga, Pak Presiden yang saya wakili, juga sebut secara tegas bahwa penegakan hukum juga harus menjunjung tinggi HAM,” tutupnya.