news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Yasonna soal Eks Napi Nyaleg: Pencabutan Hak Ada di UU, Bukan PKPU

26 April 2018 12:44 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkumham Yasonna Laoly. (Foto: Nadia Riso/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menkumham Yasonna Laoly. (Foto: Nadia Riso/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPU masih mengkaji soal wacana larangan nyaleg bagi mantan narapidana. Meski belum final, rencana itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik.
ADVERTISEMENT
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berpendapat bahwa usulan yang akan dimasukkan ke dalam Peraturan KPU (PKPU) itu adalah hal yang baik. Tetapi, ia mengingatkan persoalan yang menyangkut pencabutan hak seseorang bukan diatur dalam PKPU, tetapi undang-undang.
"Maksudnya itu sangat baik. Tapi menurut saya itu adalah materi UU. Mencabut hak dan menghilangkan orang itu materi UU, bukan materi ketentuan teknis. Itu persoalannya, itu saja," kata Yasonna di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (26/4).
"Dan MK sudah memberikan keputusan tentang soal itu. Jadi baiknya itu di materi UU," lanjutnya.
Ketua KPU RI Arief Budiman (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU RI Arief Budiman (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Yasonna juga mengingatkan bahwa KPU tidak bisa mengeluarkan peraturan yang sifatnya menghilangkan hak seseorang. Akan tetapi, ia mempersilakan KPU apabila wacana larangan tersebut nantinya tetap dimasukkan ke dalam PKPU.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau KPU ngotot silakan saja. No problem. Saya memahami maksud itu sangat baik dan kita juga menganjurkan, janganlah. Masih banyak calon yang berkualitas dan berintegritas. Hanya kan waktu KPU membuat keputusan itu dengan pertimbangan konstitusionalitas," pungkasnya.
Aturan soal mantan napi yang boleh nyaleg tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) disebutkan:
Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.