Yellen Akan Pensiun dari The Fed, Apa Dampaknya ke Pasar Modal RI?

2 November 2017 8:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampak dekat gedung The Fed. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak dekat gedung The Fed. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Februari 2018 mendatang, Janet Yellen orang nomor satu di bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), akan mengakhiri masa jabatannya. Kabar ini menjadi sorotan dunia.
ADVERTISEMENT
Keputusan yang diambil Presiden Amerika Serikat (AS) tentunya akan berpengaruh terhadap pasar keuangan dunia termasuk Indonesia.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Nafan Aji menjelaskan jelang berakhirnya masa jabatan Yellen akan terjadi fenomena capital outflow di pasar modal Indonesia.
"Sebelum memasuki masa pensiun pada Februari 2018, Janet Yellen diyakini akan menaikkan tingkat suku bunga acuan pada akhir Desember tahun ini sebesar 25 basis poin. Jika hal tersebut terjadi, maka IHSG berpotensi mengalami capital outfow," kata Nafan kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (2/11).
Janet Yellen (Foto: REUTERS/Joshua Roberts)
zoom-in-whitePerbesar
Janet Yellen (Foto: REUTERS/Joshua Roberts)
Sedangkan calon pengganti Yellen sudah muncul dua nama. Yaitu Jhon Taylor dan Jerome Powell. Keduanya juga akan memberikan efek bagi pasar global dan dalam negeri.
"John Taylor dikenal lebih pro dalam menaikkan tingkat suku acuannya, sehingga menimbulkan efek hawkish terhadap dolar AS. Sementara Jerome Powell dikenal lebih pro dalam mempertahankan tingkat suku bunga tetap, sehingga menimbulkan efek dovish terhadap dolar AS," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kata Nafan, bila Trump memilih Powell menjadi Gubernur The Fed, maka para pelaku pasar global pasti lebih mengapresiasi. Penyebabnya karena Powell dianggap sebagai global market friendly.
"Saat ini, Trump lebih menghendaki Jerome Powell sebagai Gubernur The Fed, namun dari lembaga legislatif di AS, apalagi dari Partai Republik lebih menghendaki John Taylor menjadi Gubernur, sebab mereka lebih mengutamakan supremasi nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lainnya," imbuhnya.