news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Yusril: Jangan Lihat Revisi UU KPK Secara Emosional

11 September 2019 17:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Yusril Iza Mahendra. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Draf revisi UU KPK memuat salah satu poin yakni kewenangan SP3 atau surat penghentian penyidikan. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan kewenangan poin SP3 sangat dimungkinkan untuk direvisi.
ADVERTISEMENT
"Mengenai SP3, memang yang bisa dievaluasi setelah 16 tahun, apakah perlu tetap seperti itu atau SP3 itu harus ada juga di KPK. Sebenarnya juga kaitannya dengan kepastian hukum. Kita tahu bahwa pasal 18 UUD 1945 itu memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap orang, setiap warga negara," kata Yusril di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/9).
Yusril mengatakan, revisi UU KPK tersebut bisa menjadi salah satu tujuan untuk memberikan kepastian hukum. Khususnya bagi seorang yang terlibat kasus dan diproses KPK, sementara tak ditemukan bukti yang cukup namun masih berstatus tersangka.
"Tapi bisa saja, orang sudah dinyatakan tersangka, tapi kemudian bukti-buktinya tidak cukup, dan ini diperlukan kepastian hukum bagi yang bersangkutan," kata Yusril.
ADVERTISEMENT
"Itu supaya jangan sampai orang itu sampai mati, bahkan dikuburkan dalam status sebagai tersangka. Jadi saya pikir, kita lihat persoalan secara rasional, demi kebaikan kita bersama, bukan melihat secara emosional," kata Yusril.
Sebagai catatan, kewenangan penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) diatur dalam draf revisi Pasal 40. Nantinya, KPK dapat melakukan penghentian penyidikan dan penuntutan yang prosesnya belum selesai dalam jangka waktu selama 1 tahun.
Kewenangan itu dinilai akan membuat penanganan kasus menjadi rawan untuk diintervensi. Hal itu juga dinilai akan memengaruhi menurunnya standar KPK dalam penanganan kasus.
Sebab, penanganan kasus besar dan lintas negara dipandang akan sangat sulit diselesaikan dalam waktu setahun.