kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92

Belajar dari Kecelakaan Maut Tol Cipularang

2 September 2019 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 Purwakarta, Jawa Barat, Senin (2/9/2019). Foto: ANTARA/Ibnu Chazar
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 Purwakarta, Jawa Barat, Senin (2/9/2019). Foto: ANTARA/Ibnu Chazar
ADVERTISEMENT
Kecelakaan maut yang terjadi di Tol Purbaleunyi pada Senin (2/9) siang menambah panjang daftar kelam kecelakaan di jalan bebas hambatan Indonesia. Dilaporkan ada 21 kendaraan ringsek akibat kecelakaan yang terjadi pada tol KM 91 arah Jakarta tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum kejadian ini, ruas jalan tol KM 90-an yang sering disebut Tol Cipularang itu kerap menjadi lokasi kecelakaan. Bukannya tanpa sebab, median jalan berupa turunan panjang dan sedikit meliuk membuat tak sedikit pengemudi mengabaikan aspek keselamatan.
Meski belum diputuskan penyebab kecelakaan nahas tersebut, Pakar Safety Driving sekaligus Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu menyebut, faktor human error seperti berkendara terlalu cepat bisa jadi biang keladinya, sehingga saat mobil di depannya melakukan perlambatan, tabrakan tidak terhindarkan.
Petugas mengevakuasi salah satu kendaraan yang terlibat pada kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 Purwakarta, Jawa Barat, Senin (2/9/2019). Foto: ANTARA/Ibnu Chazar
“Dulu saya pernah melakukan riset kecil-kecilan di sana, dan hasilnya mengerikan. Setelah ditembakkan speed gun, tidak hanya mobil keluarga, truk maupun bus ternyata melaju pada kecepatan tinggi di atas 100 km/jam, ini yang harus disikapi, soal perilaku berkendara di jalan tol,” kata Jusri saat dihubungi, Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
“Bahkan untuk alasan ekonomis, pengemudi truk menetralkan giginya dan geloyor saja di turunan, cara perlambatannya hanya mengandalkan rem, tidak mengikutsertakan pengereman mesin,” tambah Jusri.
Perkataan Jusri ada benarnya. Performa pengereman lama kelamaan akan berkurang karena panas berlebih akibat gesekan yang ditimbulkan pada cakram dan kampas rem. Apabila tidak diabaikan, membuat rem jadi blong.

Jaga jarak aman kendaraan

Tak kalah penting kata Jusri, jangan abaikan jarak aman kendaraan di depan. Soal ini, pihak pengelola tol umumnya sudah memasang peringatan di berbagai ruas jalan, tujuannya agar pengemudi tetap waspada.
Setidaknya, dengan adanya jarak aman dengan kendaraan lain, pengemudi masih bisa memiliki waktu cukup, buat mengantisipasi adanya bahaya tabrakan beruntun sehingga mampu melakukan pengereman ataupun antisipasi.
Jalan tol Cipularang-Padaleunyi Foto: Cornelius Bintang/kumparan
Soal perhitungan jarak paling aman yaitu menggunakan metode 3 detik atau 3 ketukan. Caranya, dengan mengandalkan objek statis di sekitar, bisa jadi marka, rambu, atau tiang lampu jadi patokan.
ADVERTISEMENT
Setelah mendapati kendaraan yang jalan di depan melewati objek statis tadi, segera mulai berhitung hingga 3 detik. Ketika kendaraan kita melewati objek tadi di bawah 3 detik, artinya jarak bisa dikatakan tidak aman, segera kurangi kecepatan supaya jarak terkendali.

Hindari lelah saat mengemudi

Belum sampai di situ, kata Jusri saat melewati jalan tol, kondisi pengemudi juga harus prima. Saat lelah dan bahkan mengantuk, laju mobil tidak lagi stabil. Tentunya kondisi ini juga dapat menyebabkan kecelakaan beruntun di jalan tol.
“Dalam Undang-Undang (LLAJ Nomor 22 Tahun 2009) memang disebutkan untuk beristirahat setelah mengemudi selama 4 jam, tapi sebaiknya 2 jam sekali istirahat untuk menyegarkan kembali pikiran dan mental,” tuntas Jusri.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten