Kebijakan Vietnam yang Berpotensi Ganggu Ekspor Otomotif Indonesia

13 Oktober 2019 17:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
All new Honda Brio setir kiri yang akan diekspor ke Filipina dan Vietnam, selebrasi yang dihadiri Menteri Perindustrian Republik Indonesia Airlangga Hartarto Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanOTO
zoom-in-whitePerbesar
All new Honda Brio setir kiri yang akan diekspor ke Filipina dan Vietnam, selebrasi yang dihadiri Menteri Perindustrian Republik Indonesia Airlangga Hartarto Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanOTO
ADVERTISEMENT
Vietnam kembali membuat industri otomotif dalam negeri galau. Ini jadi yang kedua kalinya, setelah sebelumnya pada awal Januari 2018 lalu, mereka memberlakukan persyaratan non-tarif untuk produk otomotif yang masuk ke negaranya, melalui Peraturan Pemerintah Vietnam No 116/2017IND-C.
ADVERTISEMENT
Lantaran hal tersebut, mobil-mobil yang dikirim dari Indonesia harus tertahan dan tak bisa masuk ke Vietnam. Pemerintah putar otak, dan harus melakukan proses lobi panjang.
Sampai pada akhirnya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyebut, peluangnya kembali terbuka pada Maret 2019.
Ekspor Mitsubishi Xpander ke Filipina Foto: dok. MMKSI
Namun kali ini persoalannya terkait dengan kebijakan dalam negeri Vietnam, soal pajak konsumsi spesial (special consumption tax/SCT). Lagi-lagi, ini juga dikhawatirkan berpotensi mengganggu ekspor otomotif Indonesia ke sana.
"SCT yang rencana mau diimplementasikan 1 Oktober 2019 ternyata belum dilaksanakan. Jadi belum tahu kapan dan apakah jadi dilaksanakan. Sehingga sampai saat ini masih menggunakan regulasi SCT yang berlaku di 1 Januari 2018," ucap Duta Besar RI untuk Vietnam Ibnu Hadi, kepada kumparan beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Berbincang soal efeknya negatif buat industri otomotif Indonesia, Ibnu tak menampiknya. Pasalnya, SCT berlaku buat produk otomotif dalam negeri Vietnam, dengan tingkat pajak yang lebih ringan.
Toyota rayakan capaian 1 juta unit ekspor Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanOTO
Sehingga harga harga jualnya menjadi semakin lebih murah, dan lebih bisa bersaing dengan harga jual mobil CBU dari luar negeri di pasar domestik mereka, termasuk dari Indonesia.
"Produk indonesia bukan merugi tapi pasti akan terpengaruh negatif dalam hal penjualan di pasar Vietnam. Regulasi ini agak mirip dengan kebijakan LCGC di Indonesia, yang berikan pengenaan pajak lebih rendah dibanding produksi mobil non-LCGC," tuturnya.
Meski berdampak, khususnya pada kuantitas ekspor mobil CBU dari Indonesia ke Vietnam yang menurun, jumlah penjualan suku cadang dan CKD bisa meningkat.
ADVERTISEMENT
"Contoh, mobil Innova memang assembling di Vietnam tapi 75 persen bahannya dari RI. Kemungkinan akan terjadi seperti ini. Untuk Xpander ya RI bisa alami penurunan ekspor CBU, tetapi ekspor CKD dan suku cadang Xpander akan meningkat," katanya.
Menyoal performa ekspor ke Vietnam sepanjang Januari-Agustus 2019, Indonesia berhasil mengirimkan sampai 28.169 unit atau senilai 394 juta dolar AS atau Rp 5,6 triliun.
Catatan nilai ekspornya mengalami kenaikan sampai 533 persen, di mana untuk peningkatan volume unitnya mencapai 710 persen, dibanding dengan periode sama tahun lalu.
Simak terus kabarnya di kumparanOTO.