Saran Gaikindo ke Pemerintah Soal Regulasi Mobil Listrik

31 Mei 2018 14:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi Mobil Listrik (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi Mobil Listrik (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Kendaraan berbasis listrik akan menjadi masa depan industri otomotif. Pemerintah pun tak mau kehilangan momentum dan tengah menggodok regulasi agar bisa memanfaatkan momentum tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum kita bicara lebih jauh, kendaraan berbasis listrik sendiri tergolong dalam beberapa jenis; hybrid, plug-in hybrid, dan listrik murni. Nah, soal membedakan ketiga jenis kendaraan listrik itu kamu bisa baca melalui artikel ini.
Program percepatan kendaraan berbasis listrik pun tengah digodok. Harapannya, target penurunan CO2 sebesar 29 persen pada 2030 sebagaimana hasil Konferensi Perubahan Iklim Paris 2015 (COP21) bisa digapai.
Kata kunci untuk mengejar target tersebut tentu saja mulai melempar mobil rendah emisi karbon ke pasar dengan harapan mampu menggantikan mobil-mobil emisi tinggi yang masih beredar.
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Airlangga Hartanto, ketika memberikan sambutan di pembukaan IIMS 2018 mengungkap bahwa produksi empat tahun 2017 mencapai 1,2 juta unit dengan capaian ekspor 231 ribu unit. Ekspor dalam bentuk komponen naik 13 kali di 2017 dengan 71 juta komponen.
ADVERTISEMENT
Ditargetkan, angka produksi mencapai 1,5 juta unit 2020 dan mendorong adanya kebijakan fiskal agar ekspor meningkat.
Selain itu, dia pun berharap 25 persen kendaraan yang beredar di Indonesia pada tahun 2025 sudah berbasis listrik.
Penjualan kendaraan berbasis listrik sebenarnya sudah dilakukan sejumlah pabrikan Jepang. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto, menilai tak adanya dukungan regulasi terkait bea masuk dan tarif PPnBM yang ringan membuat model tersebut kurang kompetitif.
“Ada yang sudah masukin hybrid secara CBU kayak Toyota Prius, tapi enggak bisa berkembang. Harganya malah karena tarif masuk dan PPnBM dari sananya sudah mahal, ada mesin konvensional serta motor listrik ditambah pajak dan lain lain jadi mahal juga, iya memang polusinya rendah, tapi lihat harga segitu mahalnya orang kan mikir,” katanya saat dihubungi kumparanOTO.
ADVERTISEMENT
Formulasi
Pemerintah, lanjut Jongkie, harus mampu membenahi tarif perpajakan lebih dulu. Gaikindo pun sudah memberikan rekomendasi berdasarkan kajian dari LPM UI, yang di dalamnya soal Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang mencakup hybrid, plug-in hybrid dan listrik penuh.
“Sekarang tinggal pemerintah melihat dan mempelajari kajian tersebut untuk segera diputuskan. Saat ini pemerintah masih membahas bersama perindustrian dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, nantinya kan pemerintah yang memutuskan,” papar Jongkie.
Pertimbangan infrastruktur
com-Pengisian Daya Mobil Listrik (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Pengisian Daya Mobil Listrik (Foto: Thinkstock)
Selain regulasi, hal lain yang perlu dipersiapkan pemerintah tentu saja adalah kesiapan jaringan infrastruktur. Jongkie menilai hal itu mutlak diperlukan bila ingin memasarkan mobil berjenis full listrik.
Jangan sampai ketika mobilnya sudah dijual dan diimpor, infrastruktur pengisian baterai belum dipersiapkan. Idealnya, menurut Jongkie, fasilitas ini tersedia di tiap perkantoran, hotel, dan mewajibkan SBPU dengan luas 1.000 m2 ke atas menyediakan charging station.
ADVERTISEMENT
“Mekanisme pembayarannya juga diperhatikan. Ibaratnya, orang masuk bukan beli bensin tapi beli listrik, kaya gitu percepatannya, tidak dibebankan ke pemerintah, swasta yang investasi. Mesti ada percepatan di sini, swasta dilibatkan saja, tidak cuma pemerintah jadinya, dari situ bisa cepat,” tutupnya.