11 Arkeolog Perempuan yang Jadi Pelopor di Dunia Arkeologi

27 Maret 2018 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alicia Vikander sebagai Lara Croft di Tomb Raider. (Foto: Graham Bortholomew)
zoom-in-whitePerbesar
Alicia Vikander sebagai Lara Croft di Tomb Raider. (Foto: Graham Bortholomew)
ADVERTISEMENT
Lara Croft, tokoh utama dalam serial game dan film, Tomb Raider, memiliki profesi utama sebagai seorang arkeolog. Dalam perjalanan Lara mencari artefak-artefak kuno inilah, ia sering kali harus melalui berbagai petualangan seru yang menjadi bagian cerita dari game dan film Tomb Raider.
ADVERTISEMENT
Meski Lara Croft sendiri hanyalah tokoh fiksi, di dunia nyata ada cukup banyak perempuan yang menjadi arkeolog wanita sungguhan. Bukan hanya menjadi arkeolog, 11 perempuan di antaranya juga menjadi pelopor dalam berbagai bidang di dunia arkeologi, seperti dikutip dari Live Science.
1. Margaret Murray (1863-1963)
Margaret Murray (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Margaret Murray (Foto: Wikipedia)
Margaret Murray adalah arkeolog dan cendikiawan asal Inggris. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh arkeologi dari abad ke-19 yang berperan dalam perkembangan Egyptology (ilmu arkeologi Mesir Kuno). Di tahun 1899, ia mengajar arkeologi di University College London dan menjadi dosen arkeologi perempuan pertama di Inggris.
Menurut jurnal Archeology International yang dipublikasikan tahun 2013, Murray sempat memimpin berbagai ekskavasi yang dilakukan di Malta, Menorka, dan Palestina,
ADVERTISEMENT
Tak cuma itu, Murray juga menjadi mentor bagi para arkeolog perempuan lainnnya dan bekerja sama dengan mereka. Selain itu, ia juga merupakan salah satu aktivis suffragate, gerakan untuk mendukung hak pilih perempuan di Inggris, sebagaimana yang ia tuliskan di buku autobiografinya, My First One Hundred Years.
2. Gertrude Bell (1868-1926)
Gertrude Bell arkeolog Inggris. (Foto: Wikimedia commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Gertrude Bell arkeolog Inggris. (Foto: Wikimedia commons.)
Gertrude Bell lahir di Inggris bagian utara dan merupakan perempuan kedua yang lulus dari Oxford University di Inggris. Ia kemudian melakukan perjalanan mengelilingi berbagai situs arkeologis di Timur Tengah dan melakukan penjelajahan di berbagai wilayah terpencil.
Bersama dengan rekannya, T.E. Lawrence, yang juga lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia, ia dikenal sebagai salah satu orang Eropa yang ahli dalam kebudayaan Arab sepanjang awal abad 20. Bell memimpin berbagai penggalian di Suriah dan Irak.
ADVERTISEMENT
3. Gertrude Caton-Thompson (1888-1985)
Gertrude Caton Thompson (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Gertrude Caton Thompson (Foto: Wikipedia)
Gertrude Caton-Thompson lahir dari keluarga yang kaya raya sehingga ia dan keluarganya bisa mengunjungi berbagai situs arkeologis di Roma dan Mesir. Caton-Thompson mulai melakukan penelusuran arkeologis di umur 33 tahun dan menjadi ahli di bidang ekskavasi Paleolitikum dan Neolitikum di Mesir, Yaman, dan Zimbabwe.
Di tahun 1929, ia melakukan ekskavasi yang semuanya dilakukan oleh perempuan. Metode yang ia lakukan meliputi pemeriksaan tanah dan mencatat posisi objek terhadap satu sama lain. Cara tersebut merevolusi bagaimana situs arkeologis disurvei dan dipelajari.
4. Dorothy Garrod (1892-1968)
Dorothy Garrod (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Dorothy Garrod (Foto: Wikipedia)
Dorothy Garrod adalah arkeolog era Paleolitikum yang telah menggali berbagai temuan penting yang mengungkapkan kehidupan manusia zaman purba. Ia menemukan bukti pertama mengenai kehidupan di Zaman Batu Pertengahan, dan bukti domestikasi anjing pertama kali. Menurut Digital Encyclopedia of Archaeologists milik Michigan State University, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan metode foto udara untuk situs arkeologi.
ADVERTISEMENT
Garrod telah melakukan ekskavasi di 23 situs di tujuh negara seperti Palestina, Lebanon, Irak, Bulgaria, Perancis, dan Gibraltar.
5. Kathleen Kenyon (1906-1978)
Kathleen Kenyon (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Kathleen Kenyon (Foto: Wikipedia)
Kathleen Kenyon pada tahun 1952 hingga 1958 melakukan ekskavasi di kota kuno Jericho di Palestina. Sebelumnya, pada tahun 1929, ia bekerja sama dengan Gertrude Caton-Thompson dalam ekskavasi yang dilakukan di Zimbabwe.
Menurut Digital Encyclopedia of Archeologist, Kenyon dianugerahi gelar Dame of the British Empire tahun 1973 untuk pencapaian di bidang arkeologi dan akademis.
6. Honor Frost (1917-2010)
Honor Frost (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Honor Frost (Foto: Wikipedia)
Honor Frost merupakan arkeolog pertama yang mendalami bidang arkeologi bawah air berkat kemampuan menyelamnya. Ia juga menjadi pelopor ekskavasi dan rekonstruksi bangkai kapal yang tenggelam. Frost memulai kariernya dengan bekerja di bawah Kathleen Kenyon di Jericho tahun 1957, kemudian bekerja untuk Beirut's Institut Français d'Archéologie di Lebanon.
ADVERTISEMENT
Di tahun 1960, Frost mulai menggabungkan hobi menyelamnya dengan arkeologi. Ia juga sempat melakukan ekskavasi bangkai kapal di Mediterania dan kemudian menemukan istana milik Aleksander dan Ptomely yang hilang di Port of Alexandria, menurut Honor Frost Foundation.
7. Gudrun Corvinus (1932-2006)
Dorothy Garrod  (Foto: Newnham College via wikimedia commons)
zoom-in-whitePerbesar
Dorothy Garrod (Foto: Newnham College via wikimedia commons)
Seorang ahli paleontologi, geologi, dan arkeolog, Gudrun Corvinus telah melakukan penelitian dan ekskavasi di Asia dan Afrika. Di tahun 1970, Corvinus menjadi bagian dari tim arkeolog di Etiopia yang menemukan Lucy.
Lucy adalah tengkorak Australopithecus afarensis, manusia kuno yang hidup 3,2 juta tahun yang lalu yang diduga sebagai leluhur manusia.
Corvinus kemudian juga menemukan situs Paleolitikum di Etiopia yang merupakan salah satu bukti arkeologis tertua di dunia. Ia juga telah menemukan berbagai situs Paleolitikum di India, Nepal, dan Tibet.
ADVERTISEMENT
8. Theresa Singleton
Theresa Singleton. (Foto: Maxwell Syracuse University)
zoom-in-whitePerbesar
Theresa Singleton. (Foto: Maxwell Syracuse University)
Theresa Singleton lahir di South Carolina dan mempelajari arkeologi di Oxford University, Inggris dan di Florida State University, AS. Ia kemudian menjadi pelopor arkeologi sejarah Amerika Utara.
Singleton menemukan berbagai penemuan yang menandakan Diaspora Afrika, sejarah Afrika-Amerika, dan budaya mereka di bawah perbudakan, serta kehidupan masyarakat Afrika-Amerika yang merupakan keturunan mantan budak.
Di tahun 2014 ia menjadi warga Afrika-Amerika pertama yang menerima Society of Historical Archaeology's J.C. Harrington Award untuk kontribusinya di bidang arkeologi.
9. Shahina Farid
Shahina Farid lahir di London karena orang tuanya bermigrasi dari Pakistan ke Inggris. Ia mulai menjadi sukarelawan di situs penggalian lokal saat remaja dan kemudian mempelajari arkeologi di University of Liverpool.
ADVERTISEMENT
Farid telah berkontribusi pada proyek arkeologi di Turki, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, serta London. Selain itu, ia juga telah mempublikasikan 40 artikel ilmiah mengenai pekerjaannya.
Selama dua dekade, ia menjadi field director di Çatalhöyük project —ekskavasi pemukiman era Neolitikum dan Kalkolitikum di Anatolia bagian selatan yang dibangun pada 7.500 SM hingga 5.700 SM.
10. Alexandra Jones
Alexandra Jones (kiri). (Foto: Howard University)
zoom-in-whitePerbesar
Alexandra Jones (kiri). (Foto: Howard University)
Alexandra Jones adalah duta arkeologi modern. Ia menggunakan pengalamannya sebagai pengajar di bidang arkeologi sejarah untuk melakukan program penjangkauan di bidang arkeologi melalui berbagai media seperti di acara arkeologi milik PBS "Time Team America" dan organisasi yang ia dirikan tahun 2006, Archaeology in the Community..
Jones mempelajari biologi di Howard University di Washington, D.C. sebab awalnya ia ingin menjadi dokter. Tapi kemudian ia mempelajari sejarah dan antropologi, hingga kemudian menerima gelar di bidang arkeologi dari University of Berkeley in California.
ADVERTISEMENT
11. Whitney Battle-Baptiste
Whitney Battle-Baptiste. (Foto: Daily Collegian via Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Whitney Battle-Baptiste. (Foto: Daily Collegian via Flickr)
Whitney Battle-Baptiste adalah arkeolog sejarah Amerika keturunan Afrika dan Cherokee yang kerap menggabungkan aspek arkeologi, akademisi, dan aktivisme. Penelitiannya mengenai persimpangan ras, jenis kelamin, kelas dan seksualitas ia buat melalui lensa arkeologi.
Battle-Baptiste adalah pelopor penting dalam merekonstruksi dan menafsirkan kehidupan orang Afrika-Amerika melalui eksplorasi rumah keluarga Afrika-Amerika dan ruang domestik orang Afrika yang diperbudak.
Dalam bukunya "Black Feminist Archaeology" (Left Coast Press, 2011), Battle-Baptiste mengusulkan adanya perbaikan pada praktek arkeologi sejarah modern melalui prinsip-prinsip feminisme Hitam, dan menantang agar arkeologi menjadi lebih peka terhadap isu-isu gender dan ras.