3 Hal yang Menghambat Penelitian di Indonesia Menurut Kepala LIPI

20 Desember 2018 11:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala LIPI Dr. Laksana Tri Handoko. (Foto: Sayid Mulki Razqa/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala LIPI Dr. Laksana Tri Handoko. (Foto: Sayid Mulki Razqa/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tidak mudah menjadi peneliti di Indonesia, apalagi mereka yang melakukan penelitian secara konsisten di bidangnya. Pasalnya, melakukan riset bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun lamanya. Selain itu, ada saja kendala yang dapat menjegal peneliti saat ingin konsisten melakukan penelitiannya, salah satunya adalah masalah dana.
ADVERTISEMENT
Padahal Bambang Subiyanto, mantan wakil kepala LIPI, telah menegaskan bahwa konsistensi merupakan kunci agar ilmuwan Indonesia suatu hari dapat menerima Hadiah Nobel.
"Konsistensi inilah, dari SDM sendiri, dari peneliti sendiri, konsisten dari LIPI untuk memberi anggaran, konsisten tidak mencoret kegiatan itu,” kata Bambang saat ditemui di acara ‘Refleksi 2018 dan Anugerah Media dan Mitra Kerjasama LIPI’ di Auditorium LIPI, Jakarta, Rabu (19/12).
Bambang Subiyanto (ketiga dari kiri) (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Subiyanto (ketiga dari kiri) (Foto: Zahrina Noorputeri/kumparan)
Dalam acara yang sama, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko juga mengatakan memang masih ada sejumlah kendala lainnya yang menghambat penelitian di Indonesia selain masalah dana.
“Masalah terbesar penelitian di Indonesia itu critical mass-nya terlalu rendah,” kata Handoko kepada kumparanSAINS. Untuk menjelaskan apa itu critical mass, Handoko mengibaratkannya dengan seseorang yang ingin membuka restoran.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau buka restoran, harus punya empat orang pegawai, kan ada yang masak, ada yang lain. Kalau hanya dua orang bisa enggak? Enggak bisa. Nah peneliti juga sama. Critical mass itu harus ada baik dari sisi jumlah SDM-nya, dan yang lebih penting lagi kualitasnya,” papar Handoko yang bermaksud menjelaskan bahwa unsur pertama dari critical mass itu adalah sumber daya manusia (SDM).
Selain menekankan pentingnya jumlah SDM, Handoko juga mengatakan bahwa keberadaan peralatan pun penting untuk mendukung penelitian. Menurutnya, meski memiliki SDM yang baik namun tanpa adanya unsur peralatan yang juga baik dan memadai, maka sulit bagi peneliti untuk konsisten melakukan penelitian.
Ilustrasi Penelitian (Foto: luvqs)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penelitian (Foto: luvqs)
Selain SDM dan peralatan, unsur anggaran juga disebut oleh Handoko penting untuk mendukung penelitian. Jadi, kurang cukupnya ketiga unsur itulah yang membuat critical mass itu tidak dipenuhi.
ADVERTISEMENT
“Jadi critical mass itu tidak tercapai. Sehingga kalau orang, grup riset mau melakukan sesuatu, jarang yang bisa tuntas,” kata Handoko. “Entah dia kurang orangnya, entah dia kurang anggarannya, entah kurang semuanya.”
Handoko menuturkan, LIPI telah berusaha memecah salah satu lingkaran setan masalah penelitian di Indonesia dengan cara menyediakan alat-alat yang bisa digunakan untuk membantu penelitian yang dilakukan peneliti dari mana pun di Indonesia.
“Paling enggak untuk peralatan kita berusaha pecahkan dengan open infrastructure itu. Sehingga semua bisa pakai.”
Saat ini LIPI memiliki sarana dan prasarana riset terbuka yang berupa 180 laboratorium di 19 lokasi di 13 provinsi. Masyarakat, termasuk peneliti di luar LIPI, bisa melihat dan menggunakan sarana prasarana yang disediakan oleh LIPI itu dengan mengakses situs layanan(dot)lipi(dot)go(dot)id.
ADVERTISEMENT