8 Riset dan Penemuan yang Bisa Bikin Kamu Bahagia

31 Desember 2017 13:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bahagia itu diciptakan (Foto: Dok. Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Bahagia itu diciptakan (Foto: Dok. Pixabay)
ADVERTISEMENT
Tidak ada formula khusus yang bisa membuat kita bahagia. Namun, sejumlah ilmuwan terus meneliti mengenai aspek apa saja dalam hidup yang bisa membuat seseorang menjadi bahagia.
ADVERTISEMENT
Berikut delapan hal menarik yang bisa kita pelajari dari beberapa penelitian sepanjang 2017, tentang faktor yang dapat mempengarungi kebahagian dan menurunkan kemungkinan stres serta depresi.
1. Berbagi Bisa Membuat Anak Bahagia
Sebuah penelitian di China mengatakan, kegiatan berbagi pada anak kecil bisa membawa kebahagiaan, dengan catatan hal itu dilakukan secara sukarela.
Studi itu meninjau kelompok anak-anak berumur 3 sampai 5 tahun yang diberi kesempatan untuk berbagi objek (dalam kasus ini stiker) dengan cara diminta atau sukarela.
Hasil riset menunjukkan, berdasarkan ekspresi wajah, anak yang memberi secara sukarela terlihat lebih bahagia dibandingkan dengan anak yang menyimpan stiker untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, anak yang memberi karena diminta menunjukan ekspresi yang tidak bahagia.
Orang tua mengajarkan anak gaya hidup sehat (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Orang tua mengajarkan anak gaya hidup sehat (Foto: Thinkstock)
Penelitian ini menyarankan bahwa anak kecil bisa mengalami suasana hati yang positif saat mereka berbagi secara sukarela. Ilmuwan melihat ada kemungkinan budaya berbagi ini bisa berlanjut di masa depan si anak.
ADVERTISEMENT
Riset tentang berbagi pada anak kecil ini diterbitkan di jurnal penelitian Frontiers in Psychology pada Mei lalu.
2. Meditasi Bisa Menurunkan Stres
Melakukan meditasi bisa membantu tubuhmu mengatasi stres dengan lebih baik, menurut riset yang dilakukan sekelompok peneliti dari Georgetown University Medical Center, AS.
Meditasi (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Meditasi (Foto: Getty Images)
Dalam penelitian itu, pengidap gangguan kecemasan yang belajar meditasi mindfulness menunjukkan penurunan kadar hormon stres. Sebaliknya, mereka yang tidak belajar meditasi mindfulness, namun mengikuti kursus pengendalian stres, justru tidak menunjukkan kondisi yang sama.
Meditasi mindfulness membantu orang belajar fokus memusatkan perhatian dan menerima kondisi sulit yang dirasakan. Riset, yang dipublikasi di jurnal Psychiarty Research pada Januari lalu, menunjukkan meditasi mindfulness bisa menjadi strategi yang membantu untuk mengurangi reaktivitas tekanan bioligis pada pengidap kecemasan.
ADVERTISEMENT
3. Olahraga Bantu Tingkatkan Suasana Hati
Sebuah studi dari Australia menemukan fakta menarik. Olahraga yang dilakukan sebentar, minimal satu jam per minggu, bisa membantu mengatasi gejala depresi.
Riset tersebut menganalisis data survei dari Health Study of Nord-Trøndelag County, dengan subjek penelitian hampir 34 ribu orang dewasa warga Norwegia. Mereka ditanya tentang tingkat olahraga mereka serta gejala depresi mereka.
Ilustrasi olahraga lari (Foto: pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi olahraga lari (Foto: pixabay)
Penelitian yang dilakukan selama 11 tahun ini menemukan, 44 persen orang yang tidak pernah olahraga sama sekali pada awal penelitian ada kemungkinan mengalami depresi. Kondisi tersebut berbeda pada orang yang melakukan olahraga selama satu sampai dua jam per pekan.
Ilmuwan memperkirakan, jika semua peserta penelitian melakukan olahraga minimal satu jam per minggu, 12 persen kasus depresi dapat dicegah.
ADVERTISEMENT
Dalam jurnal American Journal of Psychiatry yang terbit pada Oktober lalu, periset menyimpulkan bahwa perubahan sederhana dalam meningkatkan intensitas olahraga dapat memberikan manfaat pada kesehatan mental.
4. Hawaii, Negara Bagian AS yang Paling Bahagia
Dalam jajak pendapat tahunan, Hawaii selalu duduk di peringkat teratas sebagai negara bagian AS yang paling bahagia. Itu berarti penduduk 'Aloha' tahu bagaimana caranya bahagia.
Penduduk Hawaii mencatat angka tertinggi dalam survei Gallup-Healthways untuk tahun 2016, dengan skor 65,2 dari 100. Hasil survei tahun 2016 itu diumumkan pada Februari 2017. Ini adalah keenam kalinya Hawaii berada di puncak survei Gallup-Healthways sejak 2008.
Honolulu, Ibukota Hawaii (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Honolulu, Ibukota Hawaii (Foto: Thinkstock)
Peringkat didasarkan pada wawancara lebih dari 177 ribu penduduk dewasa AS di 50 negara bagian. Ilmuwan menghitung skor kesejahteraan untuk setiap negara bagian berdasarkan jawaban peserta terhadap pertanyaan tentang berbagai aspek kesejahteraan, termasuk tujuan hidup, hubungan sosial, kehidupan finansial, keterlibatan masyarakat, dan kesehatan fisik mereka.Itu berarti Hawaii bisa menjadi destinasi liburan bagi kamu yang ingin mencari kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
5. Kurangi Main Aplikasi Kencan Online
Banyak yang mengira aplikasi kencan online Tinder bisa meningkatkan kebahagaian kehidupan asmara. Padalah menurut riset yang dilakukan sekelompok peneliti dari University of Rhode Island, penggunaan aplikasi ini bisa mengganggu kesehatan mental.
Penelitian, yang dipimpin oleh asisten profesor Jessica Strubel, menganalisis lebih dari 800 mahasiswa pengguna aplikasi Tinder. Hasil riset mengatakan peserta penelitian sering mengalami perasaan negatif, seperti merasa tertekan atau mengalami suasana hati yang buruk.
Buat presentasi di Tinder, ah... (Foto: Dok. Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Buat presentasi di Tinder, ah... (Foto: Dok. Thinkstock)
Ini bukan berarti kamu harus meninggalkan Tinder. Untuk mengurangi dampak negatif dari aplikasi kencan online, periset menyarakan orang untuk tidak menjadikan Tinder sebagai alat validasi. Dalam kata lain, jangan pernah menjustifikasi dirimu berdasarkan jumlah pasangan yang didapat.
Pengguna harus ingat bahwa foto terbaik selalu dipilih menjadi tampilan utama. Terkadang foto tersebut berbeda dengan kondisi sehari-hari.
ADVERTISEMENT
6. Duduk dengan Tegap Bagus untuk Bangun Suasana Hati
Sebuah penelitian dari Selandia Baru menemukan duduk tegap, walau dalam waktu singkat, bisa memperbaiki suasana hati. Riset ini diterbitkan dalam Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry edisi Maret 2017.
Penelitian ini melibatkan 61 orang yang terindikasi memiliki gejala depresi ringan hingga sedang. Setengah dari peserta menerima instruksi untuk mengadopsi postur tubuh yang baik yaitu duduk dengan tegap.
Setengah dari peserta menerima instruksi bagaimana mengadopsi postur tubuh yang baik dalam duduk tegap. Sementara peserta sisanya tidak diberi instruksi apapun.
Ilustrasi duduk (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi duduk (Foto: Thinkstock)
Hasil riset menunjukkan orang dalam kelompok duduk tegap merasa lebih antusias, bersemangat, kuat, dan fit bila dibandingkan peserta dalam kelompok yang duduk biasa.
ADVERTISEMENT
Menurut ilmuwan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki efek jangka panjang dari perubahan postur pada suasana hati, dan apakah mengadopsi postur tegap benar-benar dapat membantu mengatasi depresi.
7. Sulit Tidur Berpengaruh Terhadap Risiko Depresi
Sulit tidur atau insomnia jadi penyebab gejala gangguan kesehatan mental, menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan University of Oxford pada September lalu. Dalam riset dikatakan memperbaiki pola tidur dapat membantu mengurangi depresi dan kecemasan.
Penelitian yang dipimpin psikolog Daniel Freeman ini melibatkan lebih dari 3.700 mahasiswa di Inggris yang menderita insomnia. Peserta diminta menjawab pertanyaan soal kondisi tidur mereka dan kondisi kesehatan mental lainnya di awal penelitian.
Jam tidur yang berantakan. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Jam tidur yang berantakan. (Foto: Thinkstock)
Mereka kemudian diikutsertakan perawatan insomnia disebut terapi perilaku kognitif. Setelah 10 pekan menjalani perawatan, mereka kembali diminta menjawab pertanyaan yang sama seperti di awal penelitian.
ADVERTISEMENT
Hasil riset mengatakan peserta yang menerima terapi insomnia mengalami penurunan tingkat depresi dan kecemasan, serta peningkatan kesejahteraan psikologis. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan saat mereka belum menerima terapi.
8. Mulai Batasi Penggunaan Facebook
Peneliti percaya, terlalu banyak menghabiskan waktu di Facebook bisa membahayakan kesehatan mental dan fisik. Dan ini dibuktikan dalam sebuah riset baru yang dilakukan Holly Shakya, asisten profesor di University of California, dan Dr. Nicholas A. Christakis, direktur Human Nature Lab di Yale University.
Studi yang menganalisis data Facebook dari 5.200 orang menemukan bahwa terlalu banyak beraktivitas di Facebook bisa mengurangi kesejahteraan seseorang.
Platform media sosial Facebook. (Foto: Thomas White/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Platform media sosial Facebook. (Foto: Thomas White/Reuters)
Sebagai contoh, pengguna yang sering 'like' atau posting status di Facebook, dilaporkan cenderung mengalami kesehatan mental lebih buruk daripada pengguna Facebook lain, yang jarang melakukan kedua aktivitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Ada kemungkinan orang dengan kondisi mental yang tidak baik mencari hiburan di Facebook. Hasil riset didapat setelah peneliti melihat laporan kesehatan mental pengguna di awal studi, serta jumlah relasi di dunia nyata.
Hasil penelitian menyimpulkan, dalam beberapa kasus, penggunaan Facebook berkontribusi menurunkan kesejahteraan. Kendati demikian, masih ada beberapa individu yang menggunakan media sosial dengan bijak dan tetap fokus pada kehidupan nyata.