Alasan Hari Ini, 15 Maret 2018, Jakarta Terasa Sangat Panas

15 Maret 2018 17:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Taman di kawasan Monas (Foto: Instagram @monumen.nasional)
zoom-in-whitePerbesar
Taman di kawasan Monas (Foto: Instagram @monumen.nasional)
ADVERTISEMENT
Jika kamu berada di Jakarta dan sedang di luar rumah, kamu mungkin merasakan betapa cuaca hari ini, 15 Maret 2018, lebih panas daripada biasanya. Bahkan sangat panas.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan aplikasi pemantau cuaca AccuWeather yang dipakai tim kumparan (kumparan.com), suhu udara di Jakarta siang ini mencapai 35 derajat Celcius atau 95 derajat Fahrenheit.
Suhu udara Jakarta hari ini, 15 Maret 2018 (Foto: Aditya Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suhu udara Jakarta hari ini, 15 Maret 2018 (Foto: Aditya Panji/kumparan)
Angka tersebut terhitung sangat tinggi, mengingat pada tiga hari sebelumnya (14, 13, dan 12 Maret 2018) suhu udara di Jakarta hanyalah 88 derajat Fahrenheit atau 31,1 derajat Celcius, 85 derajat Fahrenheit atau 29,4 derajat Celcius, dan 87 derajat Fahrenheit atau 30,6 derajat Celcius.
Uniknya, masih berdasarkan situs yang sama, suhu udara di Jakarta pada tiga hari ke depan (16, 17, dan 18 Maret 2018) justru diperkirakan lebih rendah daripada hari ini, yakni sebesar 91 derajat Fahrenheit atau 32,8 derajat Celcius, 89 derajat Fahrenheit atau 31,7 derajat Celcius dan 90 derajat Fahrenheit atau 32,2 derajat Celcius.
Suhu udara di jakarta (Foto: AccuWeather)
zoom-in-whitePerbesar
Suhu udara di jakarta (Foto: AccuWeather)
Panasnya suhu Jakarta saat ini membuat sejumlah warganet mengekspresikan kekesalan mereka di media sosial.
ADVERTISEMENT
Mengapa suhu Jakarta hari ini bisa sepanas ini?
Menurut Rhorom Priyatikanto, peneliti Pusat Sains dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Pussainsa LAPAN), kondisi ini disebabkan oleh pola awan yang ada di langit Jakarta.
“Kemarin sedang banyak awan, kemudian sudah diturunkan semua dalam bentuk hujan. Nah bisa dikatakan, (hari ini) awannya sudah habis nih, belum ada supply lagi,” papar Rhorom saat dihubungi kumparan, Kamis (15/3).
Namun begitu, ia menambahkan dalam beberapa hari ke depan suhu udara di Jakarta bisa menjadi lebih rendah lagi karena sudah banyak awan. “Bisa jadi seminggu lagi kondisinya balik lagi, banyak hujan,” katanya.
Berdasarkan pemantauan tim kumparan, hari ini memang ada sedikit sekali awan yang menggelayut di langit jika dilihat dari halaman kantor kumparan di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Menurut Rhorom, ketika hanya ada sedikit jumlah awan yang menahan panas Matahari, makan panas tersebut bisa terasa lebih besar mencapai permukaan Bumi sehingga terasa lebih tajam dan menyengat.
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra. "Hari ini uap airnya kering banget sehingga radiasi (Matahari) langsung ke kulit," kata Arie, Kamis (15/3).
Awan di langit halaman kantor kumparan (Foto: Utomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Awan di langit halaman kantor kumparan (Foto: Utomo/kumparan)
Pengaruh equinox hanya sedikit
Jika ada orang yang beranggapan bahwa panasnya suhu udara di Jakarta hari ini disebabkan karena Indonesia akan menjumpai equinox pada 21 Maret mendatang, Rhorom membantahnya.
Equinox sendiri adalah fenomena astronomi ketika matahari melintasi garis khatulistiwa. Fenomena ini terjadi pada dua tahun sekali yakni 21 Maret dan 23 September.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya LAPAN sudah mengabarkan bahwa pada 20 maret mendatang tepatnya pukul 23.15 WIB, Matahari akan tepat berada di atas ekuator. Matahari akan mencapai titik puncak atau kulminasinya pada 21 Maret mendatang pukul 11.50 WIB.
Rhorom mengakui fenomena equinox memang menyebabkan pertambahan suhu udara di wilayah Indonesia. Perubahan itu sudah dimulai sejak Januari 2018 ini. Akan tetapi, menurutnya, perubahannya tidaklah signifikan.
“Equinox atau bukan equinox itu bedanya tipis sekali. Peningkatannya hanya 0,06 derajat Celcius,” kata Rhorom.
Jadi, tingginya suhu udara di Jakarta hari ini, lebih disebabkan pada sedikitnya keberadaan awan di atasnya.