Analisis DNA: Mumi dari Abad ke-16 Ini Meninggal Akibat Hepatitis B

5 Januari 2018 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mumi dari Abad ke-16 (Foto: HO-Gino Fornaciari/University of Pisa)
zoom-in-whitePerbesar
Mumi dari Abad ke-16 (Foto: HO-Gino Fornaciari/University of Pisa)
ADVERTISEMENT
Sebuah tim riset menemukan petunjuk baru mengenai sebuah virus yang merenggut nyawa hampir sejuta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Tim ini melakukan penelitian pada sesuatu yang tidak biasa, yakni mumi seorang gadis cilik berusia dua tahun yang meninggal pada 450 tahun lalu di era Renaisans Italia.
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan ini berhasil melakukan pengurutan genom jaringan kuno virus hepatitis B setelah mereka mengekstraksi DNA dari tubuh mumi yang dikebumikan di Basilica of Saint Domenico Maggiore di Naples, Italia, itu.
Ketika melihat mumi anak kecil ini, para peneliti awalnya menduga bocah itu meninggal akibat sakit cacar.
“Lepuhan kulit terlihat jelas menutupi seluruh wajah... saat Anda melihatnya, pikiran pertama Anda adalah cacar," kata Hendrik Poinar, ahli genetika evolusioner di McMaster University yang memimpin penelitian ini bersama ahli biologi evolusioner Edward Holmes dari University of Sydney, dikutip dari CBC News.
Akan tetapi, setelah mengekstraksi DNA virus dari sampel kulit dan tulang bocah itu dan menganalisis tanda genetisnya, para peneliti tidak menemukan adanya bukti cacar.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada. Kami tidak menemukan apa pun,” kata Poinar.
Salah satu dari para peneliti ini kemudian beralih ke pengaturan pengayaan patogen, metode untuk menguji sampel DNA untuk melihat apakah ada kecocokan genetik yang terdeteksi di antara penanda untuk ratusan virus, bakteri dan agen penyebab penyakit lainnya.
Yang muncul dari hasil tes kali ini adalah hepatitis B. Para peneliti kemudian menduga anak kecil itu telah terkena penyakit langka anak-anak yang dapat menimbulkan hepatitis B, yakni sindrom Gianotti-Crosti.
Sindrom ini biasanya menyerang anak-anak, menimbulkan ruam-ruam yang pecah pada kulit mereka dan dapat mengakibatkan kematian.
Yang mengejutkan para ilmuwan dari penemuan mereka ini adalah, jika jaringan hepatitis B dari abad ke-16 itu dibandingkan dengan virus hepatitis B yang ada saat ini, ternyata virus ini hanya mengalami perubahan secara genetis yang sangat sedikit.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah virus yang masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas secara luas di seluruh dunia, terutama di negara-negara terbelakang dan orang-orang yang berstatus sosial ekonomi yang lebih rendah," kata Poinar.
Poinar mencatat, virus hepatitis B ini setidaknya sudah mulai menginfeksi manusia sekitar 60 ribu tahun yang lalu.
Penemuan mumi anak kecil dari zaman Renaisans di Italia dan analisis DNA terhadapnya diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan yang berarti.
"Semakin kita mengerti tentang perilaku pandemik dan wabah masa lalu, semakin besar pemahaman kita tentang bagaimana patogen modern dapat bekerja dan menyebar, dan informasi ini pada akhirnya akan membantu dalam mengendalikan mereka," kata Poinar.
Poinar menyatakan, "Memahami evolusi patogen sangat penting untuk mengetahui bagaimana cara membasmi mereka."
ADVERTISEMENT