Bayi-Bayi Burung di dalam Telur Ternyata Bisa Saling Berkomunikasi

25 Juli 2019 13:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bayi burung. Foto: Kytka via Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi burung. Foto: Kytka via Pixabay.
ADVERTISEMENT
Menurut hasil sebuah riset terbaru, bayi burung di dalam telur yang belum menetas ternyata bisa saling berkomunikasi dan memberi informasi kepada bayi burung yang ada di dalam telur lain. Hasil riset ini menunjukkan bahwa bayi burung di dalam telur tidak hanya dapat mendengar panggilan peringatan dari burung dewasa.
ADVERTISEMENT
Hasil riset ini adalah sebuah temuan yang mengungkapkan bagaimana burung-burung bisa beradaptasi dengan lingkungan mereka, bahkan meski mereka belum dilahirkan. Tidak seperti embrio mamalia berplasenta, fisiologi embrio burung tidak lagi dapat dipengaruhi oleh perubahan di dalam tubuh induk mereka sejak telur-telur mereka keluar dari tubuh induk mereka.
Laporan hasil riset ini sendiri telah dipublikasikan di jurnal Nature Ecology & Evolution pada 22 Juli 2019.
Dalam melakukan riset ini, tim peneliti menganalisis telur-telur camar berkaki kuning (Larus michahellis) yang belum menetas, dengan memberikan mereka isyarat yang mengindikasikan adanya risiko predasi yang tinggi. Hasilnya menunjukkan bahwa bayi-bayi burung yang belum menetas tidak hanya dapat memberi isyarat kepada teman-teman embrio mereka yang lain, tetapi juga menunjukkan perilaku berhati-hati.
ADVERTISEMENT
"Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa embrio burung camar dapat memperoleh informasi lingkungan yang relevan dari saudara mereka," tulis para peneliti dalam makalah hasil riset mereka, sebagaimana dilansir Science Alert.
Dalam riset ini, para peneliti ini mengumpulkan telur-telur yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok terdiri atas tiga telur dan dimasukkan ke dalam dua inkubator yang berbeda.
Dalam empat kali sehari para peneliti mengeluarkan dua telur yang sama dari kelompok eksperimen. Kemudian mereka meletakkan telur-telur itu di kotak kedap suara yang memutar rekaman suara predator dewasa.
Sementara untuk dua telur dari kelompok kontrol, tidak ada rekaman suara yang dimainkan di dalam kotak kedap suara. Kemudian kedua telur itu dari masing-masing kelompok ditempatkan kembali ke dalam inkubator mereka dan kembali saling berdekatan dengan telur ketiga, telur “naif” yang tidak dimasukan ke dalam kotak kedap suara.
Ilustrasi sarang burung. Foto: Free-Photos via Pixabay.
Hasilnya menunjukkan, bahwa ketiga telur dari kelompok eksperimen, termasuk si telur naif, bergetar lebih kuat di dalam inkubator dibanding ketiga telur dari kelompok kontrol. Selain itu, ketiga telur dan dua di antaranya diperdengarkan dengan suara predator ini juga membutuhkan waktu lebih lama untuk menetas ketimbang ketiga telur dari kelompok kontrol.
ADVERTISEMENT
Dan setelah ketiga telur dari kelompok eksperimen ini akhirnya menetas, anak-anak burung ini ternyata berperilaku lebih defensif dibanding anak-anak burung dari kelompok kontrol. Setelah menetas, ketiga anak burung dari kelompok eksperimen ini membuat lebih sedikit suara dan lebih banyak berjongkok ketimbang anak-anak burung dari kelompok kontrol.
Selain itu, dari hasil tes fisiologi, mereka juga memiliki tingkat hormon stres yang lebih tinggi, lebih sedikit salinan DNA mitokondria per sel, dan tarsus atau kaki yang lebih pendek daripada anak-anak burung dari kelompok kontrol.
"Hasil penelitian kami dengan jelas menunjukkan bahwa bayi burung bertukar informasi berharga, mungkin mengenai risiko pemangsaan, dengan saudara kandungnya," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Hal ini menunjukkan betapa rahasia alam liar sungguh luar biasa. Kemampuan hewan dalam beradaptasi dengan lingkungannya sungguh menakjubkan.
ADVERTISEMENT