Begini Cara Pos Pengamatan Deteksi Erupsi Gunung Anak Krakatau

29 Desember 2018 18:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Papan penunjuk jalan ke Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Serang, Banten (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Papan penunjuk jalan ke Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Serang, Banten (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau Pasauran, Banten, berjarak 42 kilometer dari Gunung Anak Krakatau. Pos ini memiliki fungsi mengawasi aktivitas dari gunung api yang belakangan beberapa kali mengalami erupsi.
ADVERTISEMENT
Jika cuaca sedang cerah, dari pos itu akan terlihat jelas pemandangan Gunung Anak Krakatau di kejauhan. Pos yang berlokasi di sisi Jalan Raya Anyer Sirih dan sekitar 200 meter dari garis pantai itu sepintas mirip dengan rumah biasa.
Tapi saat melihat ke dalamnya kita bisa menemukan berbagai alat, seperti seismograf dan layar yang menunjukkan kondisi terkini Gunung Anak Krakatau.
Pos ini berada di ketinggian sekitar 30 meter di atas permukaan laut. Bangunan pos tersebut terdiri dari dua lantai, di mana lantai bawah menjadi tempat bagi alat-alat pendeteksi, seperti seismograf dan alat penerimaan lainnya. Sementara lantai atas terdapat CCTV serta sebuah balkon yang dipakai untuk pengamatan visual Gunung Anak Krakatau.
"Biasanya ada dua cara mengamati erupsi Gunung Anak Krakatau. Pertama secara visual, melihat langsung dengan teropong atau CCTV, kedua dengan melihat data yang dikirim seismograf di sana (daerah Anak Krakatau) ke penerima di sini," jelas Kus Hendratno, peneliti muda PVMBG yang menjadi tim tanggap darurat letusan Gunung Anak Krakatau, saat ditemui tim kumparan di pos tersebut, Jumat (28/12).
Kus Hendratno, peneliti muda PVMBG. (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kus Hendratno, peneliti muda PVMBG. (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
"Saat erupsi kita dari sini bisa lihat ada abu membumbung dari kawah, kita juga bisa mengecek melalui seismogram," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ada dua jenis alat perekam seismogram di pos pengamatan itu, yaitu tipe lama dan tipe baru yang berada dalam bentuk digital. Menurut Kus, ada kelebihan dari alat perekam seismogram tipe digital.
"Jenis digitalnya lengkap dengan komputerisasi zaman sekarang. Sekarang kita mengolah datanya juga digital. Kalau tipe yang dulu cuma bisa menghitung jumlah gempa dan berapa letusan yang terjadi. Sekarang dengan yang digital kita juga bisa menghitung frekuensi, membedakan gempa di antara gempa. Pokoknya lebih canggih analisisnya," papar Kus.
Meski begitu, ia mengatakan bahwa tipe lama juga tetap dipakai. "Yang lama tetap dipakai sebagai patokan kita, sebagai hard copy (data seismogram)," ungkapnya.
Seismograf di Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau. (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seismograf di Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau. (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
Kus menerangkan bahwa setelah data-data terkumpul, pihak pos akan melakukan laporan serta hasil analisis kepada tim Badan Geologi PVMBG untuk kajian lebih lanjut. Hasil kajian itu kemudian disampaikan ke pihak-pihak yang terkait dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu baru pihak PVMBG membuat laporan atau keterangan mengenai status sebuah gunung, berdasarkan analisis dan pemantauan aktivitasnya," kata Kus.
Selain seismograf dan CCTV, pos pengamatan juga bisa memeriksa frekuensi letusan Gunung Anak Krakatau dengan bantuan alat pencatat gelombang infrasonik. Sekarang ada dua buah seismograf dan alat pencatat gelombang infrasonik di Pulau Sertung untuk mengawasi aktivitas Anak Krakatau.
Sejak Juli 2018, telah dilakukan tiga kali penggantian alat seismograf di pulau kompleks Gunung Anak Krakatau. Sekarang alat itu diketahui rusak akibat aktivitas vulkanik pada 22 Desember 2018.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, telah meminta agar alat di kaki Gunung Anak Krakatau itu segera diganti.
Seismograf digital di Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau. (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seismograf digital di Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau. (Foto: Sayid Mulki/kumparan)
Gunung Anak Krakatau sudah meletus sejak 29 Juni 2018. Kus mengatakan bahwa saat itu, interval letusan masih jarang. Sementara sekarang letusan sudah terjadi secara kontinu dengan interval satu menit bisa lima hingga enam kali letusan.
ADVERTISEMENT
Pada Kamis (27/12), status Gunung Anak Krakatau naik dari "Waspada" menjadi "Siaga". Peningkatan status membuat jarak aman dari Gunung Anak Krakatau ditingkatkan dari radius lebih dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer dari gunung.
Sekretaris Bidang Geologi KESDM, Antonius Ratdomopurbo, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis (27/12/), mengatakan naiknya status itu berdasarkan pemantauan perkembangan aktivitas Anak Krakatau sejak tanggal 22 hingga 27 Desember 2018.
"(Sebagai) antisipasi eskalasi lanjut aktivitas Anak Krakatau, maka status dinaikkan," ujar Purbo.