Berkat Debu Kuno, Peneliti Berhasil Ungkap Usia Gurun Sahara

1 Oktober 2019 14:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grand Erg Oriental di Gurun Sahara Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Grand Erg Oriental di Gurun Sahara Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Peneliti mengungkap usia Sahara, gurun terbesar di dunia yang berada di Benua Afrika. Upaya ini mereka lakukan dengan menganalisis debu kuno dari Gurun Sahara yang terbang ke Kepulauan Canary, Spanyol.
ADVERTISEMENT
"Selama beberapa dekade, orang-orang telah berusaha mencari usia (gurun Sahara)," ujar Daniel Muhs, anggota riset ini, dalam suatu pernyataan yang dilansir Newsweek.
"Beberapa riset terbaru menyebut Sahara mulai ada sejak awal Pleistosen (sekitar 2,6 juta tahun lalu)," lanjutnya.
Sedangkan hasil riset Muhs, yang telah dipaparkan di acara tahunan Geological Society of America, mengindikasikan bahwa Sahara setidaknya berusia 4,6 juta tahun. Angka itu Muhs dapatkan setelah mempelajari debu yang terbang terbawa ke Kepulauan Canary akibat fenomena "Calima".
Para peneliti mempelajari debu yang terbawa ke pulau Fuerteventura dan Gran Canaria di Kepulauan Canary. Debu itu tersimpan di tanah kuno atau paleosol di sana.
"Bersama dengan beberapa kolega, para geolog dari University of Las Palmas, kami mempelajari paleosol itu yang berada di lapisan basalt," kata Muhs.
ADVERTISEMENT
"Ada beberapa tempat di pulau Fuerteventura dan Gran Canaria di mana kita bisa menemukan tanah ini," lanjut dia.
Mereka menemukan bahwa ada paleosol yang berusia 3 juta tahun di Gran Canaria. Sedangkan di Fuerteventura ada temuan paleosol berusia sekitar 4,8 juta tahun dan yang termuda adalah 2,8 juta tahun.
Pulau Gran Canaria di Kepulauan Canary. Foto: marcinjozwiak via pixabay.
Tim mengambil sampel paleosol dari kedua pulau dan mempelajari di U.S. Geological Survey. Pada sampel itu, tim peneliti menemukan adanya kandungan kuarsa dan mika. Dua kandungan itu banyak ditemukan di debu dari Afrika tapi jarang terdapat di batuan vulkanik yang mendominasi Kepulauan Canary.
"Ini memberitahu kita bahwa mineral-mineral itu eksotis, dan penjelasan termudah atas bagaimana mereka bisa berada di Kepulauan Canary adalah mereka terbawa angin dalam suatu badai pasir dari Sahara," jelas Muhs.
ADVERTISEMENT
"Ada debu yang terus terbawa hingga ke barat, tapi ada beberapa yang terperangkap di vegetasi Kepulauan Canary dan bercampur dengan tanah di sana," lanjut dia.
Muhs menambahkan bahwa hal ini membuka anggapan bahwa gurun Sahara setidaknya berusia jutaan tahun. Selain itu, Muhs mengungkap dugaan bahwa debu ini juga menambah nutrisi ke tanah Hutan Hujan Amazon yang memiliki nutrisi buruk.
Ilustrasi Hutan Amazon. Foto: AFP/MAURO PIMENTEL
Meski begitu, temuan ini tidak menutup kemungkinan Sahara berusia jauh lebih tua lagi. Ini jika ada peneliti yang berhasil menemukan paleosol berusia lebih tua yang mengandung debu Sahara.
Mathieu Schuster, peneliti dari University of Strasbourg, yang tidak terlibat dalam riset, mengatakan bahwa temuan terbaru ini memberi bukti baru atas umur Gurun Sahara. Menurutnya, pada beberapa dekade terakhir Sahara dianggap terbentuk baru-baru saja, yakni sekitar 2,5 juta tahun lalu.
ADVERTISEMENT
"Temuan Profesor Muhs dan timnya sejalan dengan apa yang kita ketahui berdasarkan deposit debu dari Basin Chad yang saya dan kolega publikasikan beberapa tahun lalu," kata Schuster.
"Saat itu cukup kontroversial bagi kami untuk membuka dugaan bahwa Gurun Sahara berusia sekitar 7 juta tahun. Karena itu, saya sangat tidak sabar menanti hasil Profesor Muhs. Temuan ini sangat signifikan, sebab kita sekarang memiliki sebuah hasil independen yang menunjukkan keantikan Gurun Sahara," imbuhnya.