Besok 17 Januari, Hujan Meteor Buatan Akan Diuji Coba di Langit

16 Januari 2019 19:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hujan meteor buatan. (Foto: ALE)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hujan meteor buatan. (Foto: ALE)
ADVERTISEMENT
Perusahaan Jepang Astro Live Experiences (ALE) akhirnya siap menguji produk hujan meteor buatan mereka. Pengujian akan dilakukan pada besok, 17 Januari 2019, dengan bantuan badan antariksa Jepang, JAXA.
ADVERTISEMENT
Rencananya ALE akan meluncurkan sebuah satelit ke orbit dengan menggunakan roket Epsilon milik JAXA. Kemudian saat satelit berada di ketinggian 500 kilometer, ia akan mengeluarkan sebuah mikro satelit seberat 65 kilogram yang membawa bahan meteor buatan.
Lalu saat mikrosatelit itu perlahan mencapai ketinggian 400 kilometer dari permukaan Bumi, ia akan mengeluarkan partikel-partikel kecil yang akan menjadi hujan meteor buatan. Partikel-partikel itu yang akan terbakar dan memancarkan cahaya terang di atmosfer hingga akhirnya lenyap pada ketinggian 60 kilometer dari permukaan Bumi.
"Dibanding hujan meteor alami, meteor milik kami jauh lebih besar dan berada lebih lama di atmosfer," ujar Hiroki Kajihara, anggota tim ALE, kepada Wired.
Hujan meteor lyrid. (Foto: Phillip Chee via Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Hujan meteor lyrid. (Foto: Phillip Chee via Flickr)
2 Teknologi Kunci
Ada dua teknologi kunci yang membuat proyek hujan meteor buatan ini bisa dilakukan. Pertama adalah sistem pelepasan partikel yang menggunakan gas bertekanan tinggi dan punya tingkat keakuratan tinggi meski satelit sedang mengorbit dengan kecepatan ribuan kilometer per jamnya.
ADVERTISEMENT
"Untuk bisa menciptakan hujan meteor buatan pada lokasi dan waktu yang diinginkan, parameter pelepasan partikel harus diatur agar memiliki akurasi yang sangat tinggi," jelas Kajihara.
Sementara itu, teknologi kedua adalah partikel bahan hujan meteor itu sendiri. Partikel terbuat dari material tidak beracun yang dirahasiakan. Saat bertemu udara, material itu bisa memproduksi beberapa warna berbeda.
Meski begitu, sebelumnya kumparanSAINS pernah memberitakan bahwa material bahan hujan meteor yang ALE gunakan adalah material yang sama dengan bagian pelindung bagian bawah kapsul luar angkasa. Hal ini membuatnya menyala seperti arang saat memasuki Bumi.
Kapsul antariksa SpaceX DragonV2. (Foto: REUTERS/Mario Anzuoni/File Photo)
zoom-in-whitePerbesar
Kapsul antariksa SpaceX DragonV2. (Foto: REUTERS/Mario Anzuoni/File Photo)
Bukan hal murah untuk melakukan uji coba ini. Wired melaporkan bahwa meski tidak ada detail mengenai pengeluaran ALE atas percobaan ini, ada dugaan biaya pembuatan satelit bisa melebihi 1 juta dolar AS atau sekitar Rp 14 miliar. Tapi ALE menjelaskan bahwa satelit yang mereka buat bisa digunakan hingga ribuan kali.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, bukan hal mudah untuk membuat terjadinya hujan meteor buatan di lokasi yang kita inginkan. Menurut Stephen Hobbs, ahli sistem luar angkasa di Cranfield University, Inggris, jika partikel dilepaskan tanpa perhitungan maka ia akan menyebar hingga 1.000 kilometer di atmosfer.
Sementara agar hujan meteor buatan bisa muncul di tempat yang diinginkan, material harus menyebar dalam luas sekitar 50 kilometer di atmosfer, jelas Hobbs. Ia menambahkan, perlu perencanaan waktu yang tepat agar hujan meteor bisa dilakukan.
Sebelumnya, hujan meteor buatan ALE telah menjalani beberapa kali uji coba di Bumi. Mereka pernah menguji partikel pembuat hujan meteor di ruangan hampa udara. Dalam ruangan itu partikel diuji untuk mengukur bagaimana sudut dan kecepatannya saat dilepaskan dari mikrosatelit.
ADVERTISEMENT
Jadi peluncuran 17 Januari nanti merupakan rangkaian final pengujian pembuatan hujan meteor buatan pertama yang ada di dunia. Rencananya pada musim panas 2019 nanti akan dilakukan pengujian lagi.
Hujan meteor buatan ini sendiri rencananya akan tampil perdana pada 2020 di Hiroshima, Jepang, dan akan ditonton oleh lebih dari enam juta orang.
Uji Coba yang Berbahaya?
Sampah luar angkasa di orbit Bumi sudah menjadi masalah yang cukup diperhatikan sekarang ini. Pasalnya keberadaan sampah-sampah itu bisa mengganggu peluncuran dan keberadaan satelit yang mengorbit Bumi.
Rencana ALE untuk menjajal hujan meteor buatan tampaknya bisa menambah jumlah sampah di luar angkasa sana. Namun sejauh ini tidak ada hukum yang melarang peluncuran suatu benda ke luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Hobbs berpendapat bahwa proyek ALE ini akan menjadi masalah bagi satelit-satelit di atas sana. Namun Kajira mengatakan, sebelum peluncuran akan dilakukan pemeriksaan keamanan.
Satelit di luar angkasa (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Satelit di luar angkasa (Foto: Wikimedia Commons)
Satelit ALE akan memeriksa lokasi dan jalur lintasan satelit lain. Selain itu, satelit ALE juga memiliki beberapa sistem monitor untuk memastikan partikel dilepaskan pada tempat, waktu, dan kecepatan yang tepat.
"Pada bagian atas atmosfer di mana meteor kami akan terbakar sekarang ini jarang dipelajari dan diamati. Ia juga merupakan salah satu bagian atmosfer yang tidak begitu dipahami," kata Kajihara.
Menurut dia, dengan mempelajari bagaimana partikel yang ALE bawa bergerak di atmosfer, kita bisa meningkatkan pemahaman atas bagian tersebut.
"Proyek ini punya beberapa manfaat dalam hal penanganan pembuangan sampah-sampah luar angkasa," papar Kajihara.
Sampah Luar Angkasa (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Sampah Luar Angkasa (Foto: Wikimedia Commons)
Sementara itu, Lena Okajima, pendiri ALE, mengatakan bahwa uji coba ini merupakan hal yang ditunggu-tunggu sejak ia mendirikan ALE pada 2011.
ADVERTISEMENT
"Satelit kami tampak luar biasa, ia bertengger dengan gagah di atas roket, dan saya masih sulit membayangkan ia benar-benar akan pergi ke luar angkasa," kata Okajima.
"Saya harap hujan meteor buatan kami bisa membantu memajukan ilmu pengetahuan sekaligus sambil mengumpulkan dan menghibur orang-orang yang sedang melihat langit malam," imbuh dia.