Budaya 'Nrimo' Jadi Tantangan Pemerintah Berantas Kemiskinan di Jawa

22 Agustus 2019 8:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret Kemiskinan di Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Potret Kemiskinan di Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah riset mengungkap sebuah tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam memberantas kemiskinan di Pulau Jawa. Menurut riset itu, tantangannya adalah budaya “nrimo” yang masih dipegang sebagian besar masyarakat di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Riset ini dilakukan Wasisto Raharjo Jati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ia bersama timnya menghabiskan masa penelitian selama dua tahun terhitung sejak 2015 hingga 2017. Riset yang mereka lakukan bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kemiskinan di sejumlah provinsi di Indonesia.
Provinsi Banten dan Yogyakarta menjadi tempat para peneliti melakukan riset. Ini karena peneliti ingin melihat bagaimana faktor non-ekonomi bisa berpengaruh signifikan terhadap jumlah persentase kemiskinan di sebuah wilayah di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan Yogyakarta sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa dengan persentase kemiskinan sebesar 11,8%. Angka ini lebih dari angka nasional. Sedangkan Banten bertengger di posisi ke-5 dengan persentase kemiskinan sekitar 5,26%.
Ilustrasi kemiskinan Foto: Reuters/Ezra Acayan
Masyarakat mengaku sulit mencari pekerjaan pascapanen di Banten. Pada tahun 2018, angka pengangguran mencapai 15,4% setelah masa panen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan waktu musim panen yang hanya menyentuh angka 13,7%. Rendahnya tingkat pendidikan membuat masyarakat tak memiliki opsi lain selain bertani.
ADVERTISEMENT
Dalam riset tersebut, peneliti menyebarkan kuesioner kepada 1.198 responden dan mewawancarai 20 keluarga. Dari situlah peneliti menyimpulkan perilaku psikologi masyarakat merupakan pangkal masalah kemiskinan yang terus menerus membelit mereka.
Sebagian besar responden dalam penelitian tersebut meyakini bahwa kemiskinan adalah takdir dari Maha Kuasa. Tak ada satupun yang bisa menolaknya. Dalam budaya Jawa, sikap seperti ini biasa disebut “nrimo”, jelas Wasisto dalam tulisannya di The Conversation.
Di sisi lain, peneliti juga menemukan fakta bahwa sikap tersebut secara psikis merujuk pada bentuk penolakan diri. Penolakan diri yang dimaksud adalah menerima nasib karena merasa kemiskinan merupakan takdir Tuhan.
Potret Kemiskinan di Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Uniknya, meski secara ekonomi, mereka memang digolongkan miskin. Tetapi secara sosial, mereka meyakini bahwa mereka tidak miskin. Ini karena percaya bakal mendapat dukungan ekonomi dan sosial dari keluarga dan komunitasnya, papar Wasisto.
ADVERTISEMENT
Perilaku semacam ini yang menurut peneliti akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam memberantas kemiskinan di Indonesia. Sebab, selama ini program pengentasan kemiskinan pemerintah dinilai belum efektif di beberapa provinsi.
Ini karena pemerintah beranggapan bahwa masalah kemiskinan di setiap provinsi sama sehingga solusi yang diterapkan cenderung dipukul rata. Padahal, menurut penelitian ini, karakter kemiskinan di setiap daerah berbeda-beda. Perbedaan karakteristik ini bisa pada akses terhadap fasilitas layanan publik serta ketersediaan sumber daya alam di masing-masing daerah.
Rekomendasi untuk pemerintah
Menurut riset ini, pemerintah perlu mengedepankan pendekatan sosial dan budaya dalam memahami konteks riil kemiskinan. Caranya bisa dimulai dengan mengenali hubungan manusia dengan lingkungan sosial pendukungnya.
Selanjutnya, pemberdayaan ekonomi mikro dan pelatihan kerja perlu didorong kembali sebagai bentuk penyelesaian masalah kemiskinan. “Pemerintah perlu intensif dalam melakukan pemberdayaan atau pelatihan lapangan kerja bagi penduduk miskin agar mereka tidak pasrah soal hidup,” terang Wasisto.
ADVERTISEMENT
Terakhir, pemerintah juga harus memberdayakan aset sosial masyarakat untuk mengatasi kemiskinan di daerahnya. Misalnya pemerintah daerah dapat fokus menggarap kawasan hutan lindung, hewan ternak, maupun sawah dan ladang agar bisa menjadi mata pencaharian penduduk secara berkelanjutan.
Potret Kemiskinan di Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Penelitian tersebut bukan tanpa kendala. Wasisto menceritakan pengalamannya menembus hutan dan ladang untuk menemui penduduk-penduduk miskin di kedua provinsi itu.
“Kendala yang utama medan geografis, kami kadang harus menembus hutan, ladang dan lingkungan kumuh untuk menemui penduduk miskin,” kenang Wasisto kepada kumparanSAINS saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (21/8).
“Ada mispersepsi, kami awalnya dikira petugas sensus yang kasih dana kalau wawancara dengan penduduk, walhasil kami perlu memberi insentif agar mereka buka suara.”
ADVERTISEMENT
Selain Banten dan Yogyakarta, Wasisto juga menyebut ada dua provinsi di luar pulau Jawa yang memiliki ikatan kultural saling membantu yang begitu kuat pada masyarakatnya. Ini pula yang berpotensi membuat penduduk di daerah tersebut sulit keluar dari belenggu kemiskinan. Kedua provinsi tersebut, kata Wasisto, adalah Bali dan Papua.