Foto Sebelum dan Sesudah Gunung Anak Krakatau Longsor

24 Desember 2018 19:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gambar dari udara kondisi Anak Gunung Krakatau. (Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar dari udara kondisi Anak Gunung Krakatau. (Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Indonesia tengah berduka. Bencana tsunami setinggi 0,9 meter menghantam kawasan pesisir Anyer, Banten, dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12) yang menimbulkan korban jiwa.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada Senin (24/12) pagi, jumlah korban meninggal akibat tsunami di Anyer adalah sebanyak 281 jiwa, sementara 1.016 orang luka-luka, dan 57 hilang.
Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTPSW-BPPT) merilis gambar-gambar yang memperlihatkan keadaan Gunung Anak Krakatau sebelum dan sesudah terjadinya longsor yang menyebabkan terjadinya tsunami tersebut.
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
zoom-in-whitePerbesar
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
Pemantauan terhadap kompleks Krakatau dilakukan dengan menggunakan tiga data dari satelit radar Sentinel-1A orbit menurun (descending) dengan model IW-TOPSAR.
Data-data tersebut diambil pada tanggal 29 November 2018 pukul 05.33 WIB, 11 Desember 2018 pukul 05.33 WIB, dan 23 Desember 2018 pukul 05.33 WIB dengan menggunakan perangkat lunak SNAP. Proses serta analisis data dilakukan oleh Dr. Agustan, peneliti di PTPSW-BPPT.
ADVERTISEMENT
Dari hasil perbandingan citra satelit pada 11 Desember 2018 dan 23 Desember 2018, BPPT menambahkan catatan bahwa terjadi perubahan permukaan seluas sekitar 357 meter x 1.800 meter atau sekitar 64 hektar.
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
zoom-in-whitePerbesar
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
Budianto Ontowirjo dari BPPT pernah melakukan penelitian bersama dengan Thomas Giachetti dari Clemont Universite, Prancis, pada 2012 dan tertulis bahwa runtuhan material dengan volume 0,280 km3 ke arah barat daya dapat membangkitkan gelombang dengan ketinggian awal 43 meter.
Sementara itu, mengacu pada keterangan yang diberikan oleh Prof. Hery Harjono dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, bagian yang longsor dari Anak Krakatau adalah di sisi barat daya. Ia juga mengatakan bahwa runtuhnya sisi barat daya Anak Krakatau inilah yang kemudian menyebabkan tsunami di Selat Sunda.
ADVERTISEMENT
"Kalau melihat paper (Christine) Deplus dkk (1995) cukup sederhana. Intinya adalah pertumbuhan Anak Krakatau yang cenderung ke arah barat daya. Pertumbuhan itu begitu cepat yang tentu sebanding aktivitas anak super aktif ini," jelas Hery, dalam keterangannya.
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
zoom-in-whitePerbesar
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
Menurut Hery, muntahan material vulkanik dari perut Anak Krakatau yang lahir 27 Desember 1927 tepat di dinding utara Kaldera 1883 terus menumpuk dan membuatnya makin tinggi.
"Repotnya, sisi barat daya tampak lebih curam dibandingkan sisi lainnya. Tentu ini merupakan bagian yang labil dan jika melorot atau longsor tentu dapat memicu tsunami," imbuhnya.
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit)
zoom-in-whitePerbesar
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit)
Pernyataan Hery itu telah dipastikan kebenarannya. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika) telah memastikan tsunami Anyer diakibatkan erupsi Gunung Anak Krakatau yang kemudian menimbulkan longsor. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kekuatan longsoran di Gunung Anak Krakatau itu setara dengan guncangan gempa 3,4 magnitudo.
ADVERTISEMENT
"Data terakhir yang kami peroleh, kami melihat bersama citra satelit yang menunjukkan kepundan (kawah gunung berapi) Gunung Anak Krakatau kolaps (longsor). Kolapsnya kepundan inilah yang akibatkan longsor bawah laut dan akhirnya menimbulkan tsunami," jelas Dwikorita di Kantor BMKG Jakarta, Senin (24/12).
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
zoom-in-whitePerbesar
Perbandingan citra satelit sebelum dan sesudah longsor Krakatau. (Foto: Data Satelit Radar Sentinel-1A orbit dan BPPT)
Dwikorita menjelaskan kawah Gunung Anak Krakatau runtuh karena pengaruh tremor vulkanik yang diperparah curah hujan.
Dalam pantauan citra satelit, luas area longsor akibat erupsi Gunung Anak Krakatau mencapai 64 hektare. Longsor itulah yang kemudian menyebabkan gelombang air di sekitar gunung naik dan menimbulkan tsunami. Dalam waktu 24 menit kemudian, tsunami mencapai pantai di Banten dan Lampung.
Seperti yang telah disampaikan Hery, pertumbuhan Anak Krakatau yang cenderung ke barat daya sebenarnya sudah pernah dituliskan dalam sebuah makalah oleh Christine Deplus yang dipublikasikan di Journal of Volcanology and Geothermal Research pada tahun 1995. Ia menuliskan, Anak Krakatau cenderung tumbuh ke arah barat daya sehingga sisi tersebut tampak lebih curam dibandingkan sisi lainnya dan dikhawatirkan akan menyebabkan longsoran yang memicu tsunami.
Kronologi tsunami di Selat Sunda. (Foto: Anggoro Fajar Purnomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kronologi tsunami di Selat Sunda. (Foto: Anggoro Fajar Purnomo/kumparan)
ADVERTISEMENT