Greenpeace: Jokowi dan Prabowo Luput soal Potensi Kerusakan Hutan

18 Februari 2019 16:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penggundulan hutan. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penggundulan hutan. Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Infrastruktur, energi, pangan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup jadi tema yang dibahas dalam debat Pilpres 2019 putaran kedua yang berlangsung pada Minggu (7/2) malam. Sayang, sejumlah isu penting soal lingkungan luput dari debat kali ini, menurut organisasi Greenpeace Indonesia.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh yang disinggung lembaga pemerhati lingkungan itu adalah soal energi. Kedua capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto lebih mengedepankan energi berbasis kelapa sawit dalam debatnya. Padahal hal itu, kata Greenpeace, justru berpotensi menambah angka deforestasi.
"Capres Jokowi dan Prabowo sama-sama mendukung biodiesel ataupun biofuel dari B20 hingga ke B100. Terkait hal ini, kedua capres tidak memberikan jaminan program biofuel tanpa menggerus keberadaan hutan alam, lahan gambut dan mangrove," kata Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, dalam pernyataan resmi pada Senin (18/2).
Riset Greenpeace pada September 2018 mencatat, ada lebih dari 130.000 hektar deforestasi sejak 2015 yang berasal dari konsesi perusahaan sawit (25 grup), dengan 41 persen atau sekitar 51.600 hektar di antaranya berada di wilayah Papua.
ADVERTISEMENT
Pemenuhan kebutuhan energi yang disebut Jokowi dan Prabowo hanya dengan pengembangan biofuel secara masif dinilai Greenpeace tidak tepat. Pasalnya, energi terbarukan yang bersumber dari tenaga surya dan angin jauh lebih menjanjikan.
"Potensi tenaga angin sebesar 60.647 MW dan tenaga surya sebesar 207.898 MW, atau jauh lebih besar dibandingkan potensi bioenergi 32.654 MW. Kapasitas terpasang energi surya dan angin pun masih jauh di bawah bioenergi," tambahnya.
Capres no urut 01 Joko Widodo dan Capres no urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan usai Debat Kedua Capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu, (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Tidak hanya itu, kedua capres juga disebut tak memiliki sikap tegas terhadap pelanggaran aturan dalam penambangan di Indonesia, khususnya di wilayah Kalimantan Timur. Lubang-lubang tambang batu bara telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran sungai yang akhirnya berdampak serius pada kehidupan warga.
Batu bara, melalui keberadaan PLTU, ditambah dengan kebakaran hutan, telah merusak kualitas udara Indonesia. Polusi udara yang disebabkan mengancam kesehatan, dengan 6.500 kematian dini diprediksi terjadi setiap tahunnya di Indonesia, menurut riset tim peneliti dari Atmospheric Chemistry Modeling Group di Harvard University, AS, bersama Greenpeace Indonesia pada Agustus 2015.
Bus TransJakarta mengeluarkan asap pekat di Jl. Basuki Rahmat, Jakarta, Minggu (9/9). Foto: Instagram @jktinfo
Komitmen kedua capres untuk mengatasi perubahan iklim belum terlihat. Padahal, Indonesia ikut meratifikasi Kesepakatan Paris dan berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen.
ADVERTISEMENT
"Komitmen penurunan emisi tidak akan tercapai, jika arah pembangunan masih berbasis pada energi fosil dan rencana ekspansi biofuel yang berdampak pada pembukaan lahan besar-besaran. Kedua kandidat masih punya PR yang besar untuk memperbaiki janji-janji program kerja mereka jika ingin memenangkan bumi dan masa depan lingkungan Indonesia," tutup Leonard.